9

1508 Words
"Arthur, jadilah anak yang baik. Jangan repotkan Granny, okay?" Saat ini Laura sedang memberi wejangan pada Arthur anaknya agar tidak cengeng ketika dijaga oleh ibu Drew. Anak itu hanya membalas ibunya dengan senyuman yang memamerkan gigi-gigi kecil yang mulai tumbuh. Ibu Drew hanya berbinar ketika tahu Laura akan menitipkan bayinya. Bukan rahasia lagi jika wanita itu menyukai anak-anak. "Tenang saja, Laura. Aku yakin anak ini akan sangat tenang. Mengingat sifat kedua orang tuanya yang juga sangat tenang." Kami semua terkekeh ketika mendengar jawaban calon ibu mertuaku itu. Tetapi dalam hati aku mendesah, apakah ia juga akan merasa senang ketika aku mengandung anak Drew nanti? "Okay, semua ayo kita bergegas. Waktu yang akan ditempuh sekitar dua jam. Dan dimana Drew?" tanya Rush sambil melirikku. Aku pun baru menyadari jika Drew sudah tidak berdiri di sebelahku seperti sebelumnya. Aku mengangkat bahu, "Mungkin dia berada di kamar. Aku akan menyusulnya sebentar." Kataku sambil bangkit berdiri. Aku berjalan menaiki tangga dan menuju kamar kami. Berharap bertemu Drew disana. Namun ternyata pria itu tidak berada dikamar. Dimana dia? Suara berisik plastik datang dari arah kamar mandi. Mungkin Drew berada disana. Aku berjalan menuju kamar mandi dan menemukan Drew sedang memunggungiku. "Drew." lirihku yang langsung membuat Drew terlonjak dan menyimpan plastik-plastik itu didalam sakunya. "Apa itu?" tanyaku penasaran. Ketika aku mendekatinya, pria itu tampak tegang dan tertawa masam. "Ti-tidak ada, sayang. Ayo … bukankah kita sudah terlambat?" jawabnya tergagap sambil mengubah topik pembicaraan. Aku mengerutkan dahiku bingung, "Kau sakit? Kau terlihat aneh, Drew." "Kelihatannya begitu?" Aku mengangguk. "Aku baik-baik saja, G." Ketika mengatakan baik-baik saja, justru bahasa tubuhnya tampak berbeda. Drew tampak gelisah meskipun tak terlalu kuhiraukan. Hanya saja ... dia terlihat aneh. Dia menyembunyikan sesuatu? Entahlah. "Bisakah kita pergi sekarang? Aku sudah tidak sabar ingin kencan yang romantis," katanya setengah merengek. Aku mendelik tajam kearahnya, "Drew! Kau aneh." Dia tertawa terbahak ketika aku menghentakkan kaki meninggalkan dirinya yang masih berada di dalam kamar mandi. Namun, di balik sifat Drew yang kembali menyebalkan seperti sekarang, aku merasa senang. Hubungan kami kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya. ∞∞∞ "Kenapa kita memakai mobil yang berbeda?" tanyaku ketika sudah berada di dalam mobil. Drew yang sedari tadi sibuk dengan seatbelt-ku mendongak dan memasang ekspresi cemberut. "Well, aku tak ingin waktu 2 jam sia-sia hanya untuk melihat si tua Rush dan Laura bermesraan," ujarnya sambil berdecak. Aku terkekeh. "Ah ya, kau menyukai Laura." "Kau cemburu?" Dia bertanya dengan nada riang yang aku sambut dengan delikan tajam. "Tentu saja tidak! Semua orang pantas menyukai Laura!" kataku ketus tanpa sadar. Kenapa kau menunjukkan sekali kecemburuanmu itu, Gyorintt? rutukku dalam hati. "Aku suka saat kau cemburu." Kata Drew sambil perlahan menjalankan mobilnya keluar dari garasi dan mengikuti mobil Rush dan Laura dari belakang. "Berhentilah membuatku kesal, Drew!" Aku memberengut dan kembali berkata, "Ya, maksudku berhentilah membahas masalah ini. Kau membuatku kesal!" Drew melirikku sambil mengerutkan dahinya, "Kau sangat sensitif, G." Aku hanya diam tak membalas ucapannya. Ada jeda yang cukup lama antara kami. Ciuman Drew pada punggung tanganku pula yang menyadarkanku jika sedari tadi pria ini sudah menggenggamnya. "Aku suka saat kau cemburu. Membuat aku merasa dicintai oleh seorang Gyorintt Aiden. Tak ada yang lebih membahagiakan dari itu," ujar Drew sambil melirikku sekilas dan memberikan senyum paling manis yang pernah ada. Aku berpura-pura kesal dan berkata, "Fokuslah menyetir, Mr. Smart. Apa kau mau gagal menikah dengan seorang Gyorintt Aiden karena wanita tersebut sudah dijemput oleh ajalnya terlebih dahulu?" Dia terkekeh dan mengacak rambutku gemas. "Ya, aku takut jika kehilanganmu terlebih dahulu. Bahkan sebelum aku memilikimu." Kata-katanya otomatis membuat hatiku menghangat. Dan lagi-lagi Drew selalu bisa membuatku terbuai. "Kau belajar menggodaku ya?" tanyaku tanpa bisa menutupi nada geli dari sana. Drew mengerjap beberapa kali sebelum kembali menghadap ke jalan. "Aku hanya mencoba membuatmu merasa kalau aku ini menyenangkan," ucapnya polos. Kata-katanya langsung membuatku tertawa terbahak. Seorang Drew yang aku kenal irit bicara, sekarang mencoba menjadi orang yang menyenangkan. Aku tak bisa menerima itu. Karena aku selalu menyukai Drew bagaimanapun sikapnya. Menyadari aku belum menyudahi tawaku, Drew berdecak sebal. Wajahnya ditekuk, mengartikan jika moodnya sedang buruk saat ini. "Hey ..." aku menggenggam tangannya lebih erat. Dan berhasil. Dia menghela nafasnya. "Maafkan aku, aku bersikap menyebalkan ya?" tanyaku pada Drew. Sejujurnya aku pun sedikit bingung dengan perubahan sikap kekanakan Drew ini. Mungkin kepalanya tadi terbentur di kamar mandi. Dia menghela nafas, "Tak apa, G. Akhir-akhir ini rasanya aku lebih sensitif." Ya, kau memang lebih sensitif dari biasanya! Hingga akhirnya tak ada perbincangan lagi diantara kami. Beberapa kali Drew hanya memberikan sentuhan kasih sayangnya padaku. ∞∞∞ Saat ini Drew dan Rush sedang mengambilkan makanan untuk kami. Jam makan siang ternyata sudah memanggil terlebih dahulu sebelum kami sampai ke tempat tujuan. Dan akhirnya kami memutuskan untuk berhenti sejenak disebuah restoran yang menyajikan berbagai macam pilihan burger besar. "Jadi, ceritakan padaku apa yang sebenarnya dilakukan Drew padamu, G." Tanya Laura pertama kali membuka percakapan. Aku mengernyit, "Bagian mana yang ingin kau tahu?" Aku bertanya balik seolah-olah tidak mengetahui apa yang dimaksud. "Bagaimana bisa kau membuat video skandal bersama Sam? Apa yang sebenarnya kau pikirkan saat membuatnya? Dan bagaimana bisa kau meminta bantuan pada Drew? Maksudku kau bersamanya hampir sebulan ini dan tiba-tiba memutuskan untuk menikah! Apa kau diancam?" tanyanya runtut yang langsung membuatku menggeleng tak percaya. "Kau terlalu banyak bertanya. Tapi berhubung kalian mengusulkan kencan ini, maka aku dengan senang hati menjawabnya pula," kataku dengan nada manis yang dibuat-buat. "Pertama, untuk video skandal itu... aku tak tahu. Hanya dulunya aku tak pernah berpikir bahwa aku akan berpisah dari Sam," kataku. "Kedua, aku bertemu dengan Drew pada saat aku dilanda kebingungan. Saat itu Sam mengancamku dengan bermodalkan video itu. Awalnya aku yakin dia tidak berniat menyebarkan videonya. Hingga saat Drew datang dan mengaku sebagai kekasihku. BLAMM!! Akhirnya video itu tersebar saat Drew lengah. Awalnya pria itu melamarku hanya karena rasa bersalahnya dan berniat melindungiku dibawah pengaruhnya. Itu saja." Laura mengerjap tak percaya. "Padahal aku meminta penjelasan secara explicit. Dan kau tidak melakukannya." Aku menaikkan satu alisku bingung, "Apa yang kau maksud? Secara explicit? Kau ingin mengetahui bagaimana panasnya s*x kami?" "Awww." Aku merintih saat tiba-tiba Laura memukul kepalaku dengan botol kecap. "Jadi kau sudah ... " Ucapan Laura terpotong saat Rush dan Drew datang membawa empat buah burger ukuran jumbo. "Well, sepertinya para wanita harus melupakan dietnya hari ini," canda Rush yang Laura balas dengan cubitan di perut pria itu. "Tenang, G. Aku tidak akan mengejekmu karena pada dasarnya kau memang banyak makan." Aku langsung mencubit perut Drew juga. Sialan pria ini! Drew dan Rush tampak sangat akrab. Padahal dulunya, Laura sering bilang jika Rush sangat sangat tidak menyukai Drew. Well, jika Rush kali ini tetap tidak menyukai Drew, maka aku yang akan turun tangan. Untungnya sekarang dia menyukai Drew-ku. Drew-ku? "Jadi kalian berencana memiliki anak terlebih dahulu?" Pertanyaan tersebut sontak membuatku tersedak. Dengan sigap Drew menyerahkan satu gelas penuh cola dingin padaku yang aku balas dengan senyuman terima kasih. "Sepertinya belum. Ya 'kan, G? Menikah dulu lebih baik," ucap Drew yang diam-diam aku syukuri dalam hati. Ya, awalnya aku memang ingin memiliki anak. Namun bersama Drew, aku selalu bahagia apapun permintaannya. Mungkin hal tersebut baru kurasakan sejak semalam. Selama sebulan ini Drew sedikit membuatku merasa 'terikat'. "Sejujurnya, aku setuju denganmu. Walaupun kami sudah memiliki Arthur, Laura masih menginginkan anak perempuan. Well, mungkin tidak dalam waktu dekat. Mengingat Laura nyaris kehabisan darah saat melahirkan Arthur. Demi Tuhan! aku berjanji tidak akan melihat hal itu untuk yang kedua kalinya. Dokter pun berkata demikian. Jadi kami tidak disarankan untuk memiliki anak dalam waktu dekat," jelas Rush panjang lebar. Aku tak terkejut sama sekali sejujurnya. Karena pada saat itu aku juga berada disana dan melihat secara langsung bagaimana sahabatku itu nyaris meregang nyawa. Namun semua itu tergantikan dengan rasa harunya melihat Arthur yang sangat tampan itu. "Aku juga mengalami ketakutan yang sama," ucap Drew tiba-tiba yang membuat aku langsung menghadap ke arahnya bingung. "Terlalu banyak kisah yang aku baca di Smart, tentang seorang Ibu yang meninggal saat melahirkan," sambungnya lagi yang membuat aku tidak kalah tercengang. "Jadi tidak akan ada anak?" tanya Laura. Drew menggeleng, "aku tidak bilang begitu. Mungkin tidak dalam waktu dekat. Aku baru saja menikmati waktuku bersama Gior. Dalam 5 tahun lagi mungkin." "APA?!" kataku tanpa bisa mengontrol suara. Beberapa pengunjung melihat kearah kami bingung. Sedangkan Rush, Laura dan Drew memberi respon yang berbeda-beda. “Aku tidak akan setuju kalau kita memiliki anak di usiaku yang sudah menginjak tiga puluh tahun, Drew. Justru usia itu rentan menyebabkan permasalahan kehamilan.” "Jadi kalian belum sepakat?" Drew mengangkat bahu sebagai jawaban dari pertanyaan Rush. Dan sial! Dia membuang mukanya tanpa berani menatapku. Mungkin dia tahu aku akan meledak 'lagi' jika kami kembali membahas soal anak. Aku melirik Laura yang balik menatapku menenangkan. Okay, sepertinya hanya aku yang tidak setuju dengan pernyataan soal anak ini. Dan hal ini membuatku mual. "Aku permisi ke toilet." Aku berdiri dengan langkah terbata. terdengar langkah kaki mengikuti, sudahlah aku tidak peduli siapapun yang mengejarku. Saat berada di depan wastafel, semuanya keluar begitu saja. Entahlah, seluruh tubuhku tiba-tiba terasa aneh. "Gior? Kau okay?" Itu Laura. Sebenarnya aku berharap Drew yang datang. Tetapi tetap saja, dia terlalu egois untuk datang ke sini dan membujukku. "Entahlah, L. Perutku terasa tidak enak setelah memakan burger itu," lirihku. Wajah Laura menekuk heran. "Seingatku kau tidak memiliki masalah dengan daging, G." Aku menunduk dan mengingat-ingat apa yang salah. Dan ya, wajahku memucat saat mengingat sesuatu. Benarkah? "Kau pucat, G! Sebaiknya kita kembali, aku akan memberi tahu Drew." Saat Laura hendak meninggalkanku, aku mencekal tangannya. Dia menatapku penuh tanda tanya. "Sepertinya siklus datang bulanku ... " ∞∞∞
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD