Carlise menyisir rambutnya sembari menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Ia merasa ada yang aneh. Maksudnya, ia merasa jika hari-hari setelah permintaannya untuk menempuh pendidikan di Rusia, terasa terlalu tenang. Benar-benar tenang hingga Carlise berpikir jika sang ayah tidak memikirkan keputusan apa yang akan ia berikan terhadap permintaan yang sudah Carlise ajukan. Namun, Carlise ingat betul, tadi malam dirinya sudah bertanya pada sang ibu, dan ibunya menjawab jika ayahnya sudah memutuskan dan akan mengatakannya secepat mungkin. Namun, sampai hari berganti hingga sore menjelang seperti ini pun, ayahnya masih tidak memberikan keputusan apa pun.
Carlise pun mulai berpikir, apa mungkin Daniel kembali mempengaruhi ayahnya? Sepertinya yang dikatakan oleh Daniel terakhir kali kalau dia akan membantunya hanyalah kebohongan. Jika benar itu terjadi, maka Carlise benar-benar kesal padanya. Itu berarti semakin hari, Daniel memang sepertinya mencari masalah padanya dan ingin mendapatkan sebuah pelajaran dari Carlise. Sepertinya Carlise perlu menggigit pergelangan tangannya hingga berdarah. Namun, di tengah kekesalan Carlise tersebut pintu kamarnya terbuka dan muncullah sang ibu dengan sebuah gaun cantik berwarna biru.
“Sayang, ayo ganti pakaian,” ucap Kartika pada putrinya dengan penuh kasih.
Carlise tentu saja mengernyitkan keningnya. Ia sama sekali tidak ingat jika hari ini dirinya memiliki jadwal untuk menghadiri sebuah pesta. Hal tersebut membuat Carlise bertanya pada ibunya. “Memangnya kita mau pergi ke mana, Bu? Kenapa harus ganti pakaian? Memangnya ada pesta apa? Kenapa Lise tidak ingat, ya?” tanya Carlise beruntun dan membuat Kartika yang mendengarnya terkekeh.
“Tidak ada pesta, dan kita sama sekali tidak akan pergi ke mana pun. Kita hanya akan mengadakan acara makan bersama dengan Om Bara, Tante Kaila, dan Kak Danel,” jawab Kartika.
Carlise membulatkan matanya. “Tante Kaila datang?” tanyanya antusias.
Kartika mengangguk. “Tentu saja,” jawabnya dengan senyuman yang merekah, sama cantiknya dengan senyum sang putri. Kartika tentu saja tau, jika Carlise memang sangat menyukai Makaila. Dulu, bahkan saat Makaila berkunjung ke kediaman Sequis, Carlise akan memeluk kaki Makaila dan tidak mengizinkan Bara membawa Makaila pulang. Itu adalah momen sangat menggemaskan bagi semua orang.
“Lise sudah sangat lama tidak bertemu dengan Tante Kaila.”
“Karena itulah, kita harus bersiap sebaik mungkin bertemu dengan mereka. Sekarang, lihatlah gaun yang sudah Ibu persiapkan. Apa Lise menyukainya?” tanya Kartika sembari menunjukkan gaun biru tersebut pada sang putri.
Carlise menerimanya dan mengelus gaun yang terbuat dari kain terbaik tersebut. Melihat warnanya ini, Carlise sama sekali tidak bisa menahan diri untuk mengingat warna netra Daniel. Netra biru yang selalu menyorot dingin dan tajam, tetapi selalu membawa kelembutan saat berhadapan dengannya. Tanpa sadar Carlise pun berkata, “Indah. Sangat indah.”
Kartika yang mendengar pujian tersebut tentu saja bertepuk tangan karena senang apa yang sudah ia persiapkan sesuai dengan selera sang putri. “Syukurlah kalau Lise menyukainya. Sekarang, cepatlah ganti pakaian. Ibu akan membantu merapikan rambut Lise,” ucap Kartika mendorong putrinya untuk segera masuk ke dalam kamar ganti. Sementara Kartika mulai memilihkan aksesoris rambut yang akan disematkan pada rambut panjang dan indah milik Carlise. Terlihat sekali suasana hati Kartika yang sangat baik, seakan-akan ada hal baik yang segera terjadi.
***
“Wah lihatlah, Lisa sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Padahal rasanya baru beberapa hari saja, Om dan Tante tidak berkunjung ke sini,” ucap Bara sembari melemparkan senyum pada Carlise yang memang terlihat begitu cantik dengan wajah polos tanpa riasan apa pun. Hal itu memang sesuai dengan keinginan Carlise. Ia memang tidak terlalu nyaman menggunakan riasan yang terlalu berlebihan. Saat akan show pun, Carlise biasanya meminta untuk menonjolkan satu riasan saja, agar dirinya bisa tampil dengan lebih nyaman.
“Terima kasih, Om Bara,” ucap Carlise dengan nada malu-malu yang terasa sangat menggemaskan bagi orang-orang yang mendengarnya.
“Lise benar-benar sangat antusias saat mendengar jika om dan tantenya datang setelah sekian lama. Lihatlah, saat ini saja Lise tidak bisa berhenti tersenyum senang,” ucap Kartika sembari mengusap pipi Carlise yang merona dengan cantiknya.
“Apa Lise merindukan Tante?” tanya Makaila sembari mengulas senyum.
Tentu saja Carlise mengangguk. “Iya. Lise merindukan Tante.”
“Bagaimana mungkin Lise tidak merindukanmu, Kaila. Jangan lupakan anak kecil yang menangis-nangis saat dirimu akan pulang,” seloroh Baskara yang membuat Carlise mengurucutkan bibirnya.
“Ah, Ayah! Jangan menggoda Lise. Itu menyebalkan,” rajuk Carlise. Gadis satu itu berinteraksi dengan riangnya sebelum acara makan malam di mulai. Ia tampak menyadari jika saat ini Daniel tengah mengamatinya dengan sepasang netra biru yang tajam dan menyorotkan aura dingin yang biasanya selalu membuat setiap orang yang berada di sekitarnya mengambil langkah mundur. Karena itulah, meskipun terkenal sebagai sosok yang memesona dengan segala kemampuan serta ketampanan yang ia miliki, Daniel membangun benteng tinggi yang membuat siapa pun kesulitan untuk mendekat padanya.
Para pelayan datang dan menyajikan menu makan malam, yang terlihat begitu lezat. Sebagian besar makanan yang tersaji termasuk ke dalam daftar makanan yang Carlise sukai. Salah satu makanan yang Carlise sukai adalah telur goreng. Mungkin, setiap harinya Carlise harus menyantap sebuah telur goreng. Tentu saja, makanan tersebut adalah makanan yang mudah untuk disiapkan. Namun, telur goreng yang diinginkan oleh Carlise adalah telur yang setengah gosong. Tentu saja itu sangat aneh. Siapa pun, biasanya menyukai telur goreng yang matang sempurna atau telur goreng yang setengah matang yang cairan kuning telurnya meleleh begitu dibelah.
Selera Carlise jelas sangat unik, tidak banyak yang memiliki selera yang sama dengan Carlise. Namun, bagi Daniel itu adalah hal yang menarik. Daniel menarik pandangannya dari Carlise dan menatap piring makan malamnya. Saat itulah, Carlise menahan diri untuk menghela napas. Bohong rasanya jika Carlise tidak menyadari tatapan tajam yang diberikan oleh Daniel. Hanya saja, Carlise berusaha untuk tidak merespon tatapan tersebut. Carlise belum melihat bukti dari janji yang sudah dikatakan oleh Daniel, maka Carlise berpikir untuk tetap menjaga jarak. Jika benar Daniel hanya mengatakan janji kosong, Carlise tidak akan berpikir dua kali untuk mengabaikan Daniel di masa depan.
Makan malam tersebut dimulai, semua makan dengan nikmat. Lalu tiba-tiba Bara bertanya, “Ah, Om dengar Lise ingin belajar di Rusia?”
Carlise mengangkat pandangannya dan mengangguk. “Iya. Tapi Ayah belum memberikan izin,” keluh Carlise sembari melirik sang ayah yang duduk di kepala meja.
Carlise benar-benar berterima kasih pada Bara yang sudah mengangkat topik ini. Karena sudah dibukakan jalan, Carlise tidak akan membuang kesempatan ini untuk menekan sang ayah agar memberikan jawaban atas apa yang ia inginkan. Baskara tentu saja mengerti dengan keinginan sang putri, karena itulah Baskara meletakkan sendok dan berkata, “Sekarang, Ayah sudah mengambil keputusan, Lise.”
Ucapan Baskara tentu saja membuat Carlise menatap Baskara dengan terang-terangan dan bertanya, “Lalu apa keputusannya? Ayah memberikan izin pada Lise, bukan?”
Baskara menghela napas panjang dan mengangguk. “Ya, Ayah mengizinkan,” ucap Baskara.
“Ah, Ayah memang yang terbaik!” seru Carlise sembari bangkit dan memberikan kecupan pada pipi sang ayah.
Baskara mengangguk-angguk menyetujui perkataan putrinya. Tentu saja ia merasa sudah menjadi ayah terbaik bagi sang putri. “Tapi, Ayah memiliki sebuah syarat. Jika Lise tidak mau memeuhi syarat ini, maka Ayah tidak akan pernah memberi izin,” ucap Baskara bermaksud untuk membuat rasa senang Carlise sedikit lebih tenang. Karena tentu saja Baskara dan Kartika sudah memikirkan syarat ini dengan matang-matang, demi keamanan serta kenyamanan Carlise selama menuntut ilmu di Rusia.
“Apa pun syaratnya, Lise pasti akan melakukannya. Lise benar-benar ingin belajar di Rusia. Lise sangat ingin ke Rusia,” ucap Carlise sama sekali tidak memikirkan kemungkinan jika dirinya mungkin akan membuatnya terlilit sebuah masalah.
Baskara pun menjawab, “Lise boleh pergi ke Rusia, jika Lise mau bertunangan.”
“Apa? Bertunangan? Lise tidak memiliki kekasih dan bahkan calon untuk diajak untuk bertunangan. Ayah jangan mengatakan hal yang aneh-aneh,” gerutu Carlise pada sang ayah.
“Tenang saja, Ayah dan Ibu sudah mendapatkan calonnya,” ucap Baskara.
Meskipun Carlise merasa sangat ingin mengatakan penolakannya terhadap rencangan pertunangan yang tidak ia ketahui ini, Carlise sama sekali tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Memangnya siapa calon yang Ayah pilih?”
“Tenang saja. Ayah memilihkan calon yang terbaik. Seseorang yang bertanggung jawab dan bisa menjagamu dengan baik. Ayah dan Ibu memilih … Daniel.”
Carlise membulatkan matanya. “Apa?!”