Carlise memukuli keningnya karena merasa jika tindakannya tadi malam sungguhlah bodoh. Bagaimana mungkin dirinya menerima ciuman Daniel begitu saja? Itu sungguh memalukan. Carlise menangkup pipinya yang terasa memanas. Ini benar-benar memalukan hingga Carlise sama sekali tidak bisa berhadapan dengan Daniel. Saat itu sudah pagi, dan Carlise enggan untuk beranjak dari ranjang. Lebih tepatnya, ia enggan untuk bertemu dengan Daniel yang sudah dipastikan akan menggodanya atas insiden tadi malam.
Rasanya, Carlise ingin melarikan diri. Namun, Carlise tahu jika tidak ada jalan baginya untuk melarikan diri. Itu sangat mustahil. Carlise pun menghela napas panjang. Ia duduk di tepi ranjang lalu menggigiti ibu jarinya. Ia berpikir, bagaimana caranya ia menghindari Daniel dan godaannya itu? Om-om satu itu selalu saja memiliki cara untuk menjebak Carlise menggunakan pesonanya, dan membuat Carlise tidak mengenali dirinya sendiri seperti tadi malam.
Namun, Carlise teringat satu cara yang mungkin bisa ia terapkan untuk menghadapi Daniel pagi ini. Carlise pura-pura tidak mengingat apa yang terjadi tadi malam. Ya, Carlise hanya perlu bertindak seolah-olah apa yang terjadi tadi malam adalah hal yang sama sekali tidak pernah terjadi. Carlise adalah seorang ballerina, selain dituntut untuk bisa menari dengan lentur sesuai dengan irama, ia juga dituntut untuk bisa mengekspresikan perasaannya menggunakan mimik wajahnya. Karena itulah, Carlise yakin jika saat ini dirinya bisa melaksanakan rencana yang sudah ia susun ini.
Setelah menguatkan tekadnya, Carlise pun segera beranjak dan mempersiapkan diri untuk sarapan lalu segera berangkat ke akademi. Sayangnya, setelah berhadapan secara langsung dengan Daniel, semua yang direncanakan oleh Carlise sama sekali tidak bisa berjalan dengan lacar. Carlise menggigit bibirnya dan berusaha untuk tidak menunjukkan kegugupan, atau menujukkan betapa dirinya masih mengingat detail kejadian memalukan tadi malam. Meskipun Carlise memang berhasil melarikan diri dari Daniel, tetapi tetap saja. Awalnya Carlise memang terlihat suka rela menerima ciuman dari pria bernetra biru yang memukau itu.
“Ayo sarapan, aku sudah menyiapkan sarapan yang akan kau sukau,” ucap Daniel dengan wajah yang tampak berekspresi sangat baik. Carlise lebih dari yakin, jika suasana hati Daniel yang baik ini berhubungan dengan kejadian tadi malam. Kejadian yang terasa sangat memalukan bagi Carlise.
“Kenapa tidak makan? Apa Lise tidak menyukainya?” tanya Daniel lagi.
Carlise merasa begitu malu dan tidak bisa menahan wajahnya untuk memerah saat mendengar Daniel memanggil namanya dengan lembut. Ini memang bukan kali pertama Daniel memanggil namanya. Namun, ini kali pertama bagi Carlise untuk merasa begitu malu atas sikap sang tunangan kontraknya ini. Mungkin, Carlise masih terbawa suasana tadi malam. Suasana yang membuai dan membuatnya lupa diri serta hampir saja terlalu larut hingga berada dalam bahaya. Carlise pun menghindar dari Daniel, dan tidak berniat untuk menjawab apa yang ditanyakan oleh Daniel.
Carlise berusaha untuk membuat Daniel malas berinteraksi dengannya. Hanya saja, cara yang dipilih oleh Carlise sangatlah salah. Karena hal ini malah membuat Daniel semakin merasa penasaran dengan apa yang tengah dirasakan oleh Carlise hingga menolak untuk bicara dan memasang ekspresi yang belum pernah ia lihat. Daniel pun menarik kursi Carlise dan membuatnya berada dalam posisi di mana kedua lutut Carlise ditahan oleh kedua lutut Daniel. Tentu saja, posisi tersebut terasa sangat intim dan membuat Carlise bertambah merasa malu. Wajah Carlise bahkan lebih memerah daripada sebelumnya.
Melihat hal itu, Daniel pun menangkup wajah Carlise dan menempelkan keningnya pada kening Carlise. Daniel berusaha untuk merasakan dan membandingkan suhu tubuhnya dengan suhu tubuh Carlise. Tentu saja, Daniel merasa cemas. Ia takut jika Carlise terserang demam karena reaksi tubuhnya yang kaget dengan perubahan suhu dan lingkungannya saat ini tinggal. “Tidak demam,” bisik Daniel saat dirinya sudah merasakan suhu tubuh Carlise yang normal.
Daniel menjauhkan wajahnya dari Carlise, tetapi dirinya masih menangkup wajah Carlise dengan lembut. “Tapi kenapa wajahmu memerah seperti ini?” tanya Daniel sembari menatap Carlise dengan penuh kelembutan dengan netra biru miliknya yang indah.
Carlise mengerucutkan bibirnya dan berusaha untuk melepaskan dirinya dari Daniel. “Uncle, lepas! Ini terlalu dekat!” rengek Carlise.
Namun, bukannya melepaskan Carlise, Daniel malah memeluk Carlise dengan pelukan lembut yang membuat wajah Carlise semakin terlihat seperti tomat masak yang siap dipetik. “Uncle!” seru Carlise dengan nada tinggi.
“Ya? Kenapa? Tidak nyaman dengan kedekatan ini? Kenapa harus tidak nyaman? Bukankah kita sudah resmi menjadi kekasih ketika tadi malam Lise menerima ciumanku dengan senang hati?” tanya Daniel membuat Carlise yang mendengarnya benar-benar syok bukan main.
“Jangan mengada-ngada ya, Uncle! Itu hanya kesalahan, lagipula dalam kontrak pun, sudah jelas jika kita tidak boleh memiliki hubungan apa pun selama kontrak berjalan. Uncle tidak boleh melanggar kontrak,” ucap Carlise memperingatkan.
Daniel menelengkan sedikit kepalanya dan membuat Carlise agak terpana dengan tampilan Daniel yang tampak begitu tampan, dan hampir saja membuat Carlise menangis karena dirinya yang baru menyadari hal tersebut. “Aku sama sekali tidak mengada-ngada, dan perlu kau ingat, Lise. Di dalam kontrak tidak ada larangan bagiku untuk membuatmu jatuh hati padaku, dan saat ini kau sudah mulai jatuh cinta padaku,” bisik Daniel tepat sasaran dan membuat Carlise ingin menjerit sekeras-kerasnya.
***
Carlise menyeka keringatnya setelah menyelesaikan sesi berlatihnya. Carlise duduk bersandar bersama rekan-rekannya dan dirinya sedikit banyak mengenal mereka semua yang tenyata juga tak hanya berasal dari Rusia saja. Seperti Carlise, ada beberapa yang datang dari negeri jauh hanya untuk mendapatkan pendidikan terbaik dan menjadi lulusan dari akademi yang sudah terkenal di sepenujuru dunia ini. Carlise tersenyum senang saat merasa dirinya diterima dengan sangat baik. Sepertinya, Carlise melupakan masalahnya dengan Daniel tadi pagi.
Namun, Carlise merasa sesuatu yang janggal. Carlise menatap seorang rekannya yang tampak memisahkan diri dan sejak awal Carlise bergabung untuk berlatih pun, ia tidak pernah datang untuk berkenalan atau bahkan menyapanya. Carlise sendiri baru melihatnya hari ini, sepertinya beberapa hari yang lalu ia sudah mengikuti sebuah pentas. Carlise berniat untuk mengenalkan dirinya, tetapi langkahnya tertahan oleh rekannya Geya. Carlise menatap Geya yang saat ini menggeleng.
“Jangan mendekati Minna, sebelum Minna mendekatimu duluan,” ucap Geya membuat kening Carlise mengernyit dalam.
“Memangnya kenapa?” tanya Carlise pada teman-temannya yang duduk di sekitarnya.
Rekan-rekan Carlise saling berpandangan, seakan-akan mereka tengah merasa ragu dengan apa yang akan mereka katakan. Dan pada akhirnya, Geya diutus menjadi seorang jubir bagi mereka semua. Geya pun menghela napas panjang dan berkata, “Minna sangat tidak bisa mendengar seseorang memiliki kemampuan yang menyamai, atau bahkan melampaui dirinya. Kamu sendiri sudah termasuk pada ballerina yang sangat dipuji oleh pelatih, dan bahkan aku dengar jika kamu akan menjadi salah satu kandidat penari utama bagi pentas akhir bulan nanti. Aku sendiri yakin, jika Minna pasti sudah mendengar kabar ini, dan sudah memiliki ancang-ancang menjadikanmu sebagai saingan yang jelas akan ia musuhi dengan keras.”
Carlise terlihat tidak percaya dan akan kembali mempertanyakan apa yang ia dengar tetapi Carlise tidak berhasil menyuarakan pertanyaannya karena pelatih mereka sudah lebih dulu masuk ke dalam ruang latihan. Carlise serta rekan-rekannya tentu saja berdiri dan untuk membuat barisan yang rapi, sebelum memberikan sapaan selayaknya seorang ballerina yang anggun. “Maafkan aku yang mengganggu waktu istirahat kalian. Aku datang untuk memperkanalkan salah satu investor untuk pentas di pertengahan tahun nanti. Investor ini akan turut andil dalam pemilihan dan pengaturan pesta nantinya, karena itulah kalian sebaiknya mengenalnya lebih dulu.”
Pelatih tersebut pun segera mempersilakan sosok yang ia perkenalkan, dan saat itulah Carlise terkejut melihat siapa yang datang. Carlise tidak bisa mengendalikan ekspresinya, sementara yang lainnya saat ini memberikan hormat dan salam pada sosok yang datang tersebut. “Faro?” tanya Carlise membuat sosok yang baru saja datang tersebut menampilkan ekspresi yang sama-sama terkejut seperti yang ditampilkan Carlise.
“Carlise?” beo Fero yang juga tampaknya tidak menyangka akan keberadaan Carlise di sana.
Minna yang semula tidak menampilkan ekspresi apa pun, terlihat mengernyitkan keningnya. Ia terlihat sangat tidak suka dan melirik tajam pada Carlise. Minna benar-benar membenci seseorang yang seperti Carlise. Seseorang yang berani datang dan merusak semua yang sudah terasa sempurna baginya. Semula, Minna sudah berusaha untuk mengabaikan kabar yang ia dengar jika posisinya sebagai murid kesayangan pelatih akan tergeser, tetapi saat ini Minna melihat jika Carlise ternyata sudah mengambil ancang-ancang untuk merebut pujaan hatinya.
Ya, Minna memang sudah mengenal Faro lebih dulu. Dan tadi ia berharap jika dirinya yang lebih dulu disapa oleh Faro yang memang datang tanpa sepengatahuan dirinya. Namun, Carlise sudah merebut posisi yang seharusnya ia miliki. Jika sudah seperti ini, Minna tidak akan berpikir ulang untuk menjadikan Carlise sebagai musuhnya. Saat pemilihan penari utama nanti, Minna akan menghancurkan Carlise hingga ia sama sekali tidak pantas menyandang status sebagai calon ballerina terbaik. Minna akan memastikannya sendiri. Minna bersumpah.