Make Over 2

1123 Words
“Kalian sudah kenal sama temanku di luar itu, dia sudah lama jadi langganan di sini?” tanya Alexa selagi tubuhnya dipijat lembut oleh salah satu gadis salon itu. “Iya, Putri sering ke sini, biasanya ya bawa teman-temannya juga yang … ehm! seperti kamu ini!” jawabnya mengerling pada temannya yang sedang menyiapkan luluran. Alexa melihat gelagat itu dari pantulan cermin, dia semakin yakin jika disini ada informasi lain yang bisa dia dapatkan mengenai ‘ayam kampus’ itu. “Iya, kamu juga baru mau terjun, ya? Sayang sekali, padahal aku lihat kamu ini gadis baik-baik–” “Hush!” “Apa, sih?” “Jangan komentar sembarangan!” “Ya, maaf!” Alexa mendengarkan perdebatan kecil di antara keduanya sambil berpura-pura tertidur. “Tuh, baru sebentar saja dia sudah tidur!” bisik gadis yang sedang memijat Alexa. “Tapi tetap saja, jangan ngomong sembarangan apalagi berkomentar. Itu sama sekali bukan urusan kita, paham!” “Iya!” Alexa mengerutkan kening, dia baru sadar rupanya fenomena jadi ani-ani sudah jadi rahasia umum di kalangan masyarakat. “Kemana saja gue selama ini, hidup rupanya sepelik ini!” keluhnya dalam hati. Dan satu lagi, kita tidak bisa menilai seseorang berdasarkan penampilan atau profesi yang dia jalani, seburuk apapun itu pasti mereka punya alasan dibalik semua itu. Seringkali kita merasa sudah benar dan menganggap orang lain buruk atau salah dalam menjalani hidup mereka. Kita sibuk mencari kesalahan orang lain hingga tidak sadar diri sendiri juga sedang diperhatikan orang, yang menunggu kita berbuat salah dan berniat menghancurkan. *** Perawatan yang dijalani Alexa akhirnya selesai, gadis itu terlihat lelah dan menguap lebar ketika keluar dari ruang spa. Putri yang melihatnya tersenyum geli. “Ngantuk?” kekehnya. Alexa mengangguk, “Kapan selesainya, nih? Aku sudah lapar!” keluhnya, dia memang belum makan tadi di rumah Mbok Sumi. “Sabar!” kata Putri, dia lalu meminta kudapan pada pegawai salon. “Habis ini, kita beli baju dan sepatu. Kamu nggak bisa tampil biasa saja kalau mau kerja kayak aku!” tukasnya. Alexa diam dan mengangguk saja dengan memasang wajah polos, membuat Putri yakin jika dia memang tidak tahu apa-apa soal ini. “Belum sehari di salon saja kamu sudah bening begini, Wa, gimana kalau dandan! Pasti pelanggan–eh maksudku, klien kamu puas sama kinerja kamu nanti!” kata Putri sempat keceplosan. Alexa tersenyum saja sambil memakan kue kering yang disajikan, lumayan lah untuk pengganjal perut daripada kosong sama sekali. “Jangan loyo begitu, dong. Semangat!” tegur Putri menyentuh bahu Alexa sambil tertawa. Alexa menghembus pelan, “Bukan nggak semangat, hanya saja kayak gini tuh bikin ngantuk tau nggak!” ujarnya seraya lanjut menguap lebar. Putri tertawa melihatnya. “Iya bentar lagi beres, aku jamin kamu nggak akan menyesal, kok!” katanya. Beberapa saat lamanya kemudian mereka sudah masuk ke butik yang memang satu bangunan dengan salon karena pemiliknya juga sama. Putri dibuat bengong dengan perubahan pada Alexa alias Zahwa. “Astaga, kamu nggak ketuker waktu di dalam salon tadi? Kamu masih Zahwa ‘kan?!” tukasnya sambil memutar tubuh Alexa dengan tatapan shock penuh kekaguman. Alexa hanya tersenyum, penampilannya kali ini justru adalah kesehariannya. Tapi dia juga tak mau menampilkan ‘jati diri’ seutuhnya di sini, dan memilih memakai lensa kontak abu-abu cerah. Serta untuk urusan rambut, Alexa memutuskan untuk memakai rambut palsu. “Oh-My-God! Kamu cantik sekali!” pekik Putri, tangannya meremas udara dengan gemasnya. Alexa tersenyum lebar, dihelanya nafas dalam-dalam melihat pantulannya di cermin. Mini dress yang membalut tubuhnya terbilang lebih pendek dari toleransinya soal panjang pakaian yang biasa dia kenakan, sedikit tidak nyaman tapi bagaimana lagi. “Fix! Kamu pasti bakalan dapat klien bagus kalau kayak gini!” seru Putri dengan yakin. Alexa hanya tersenyum tipis menjawabnya, tak urung dia merasa tegang juga. Apa yang akan dilakukannya agar bisa lolos dari jamahan tangan nakal laki-laki hidung nanti. “Nah, aku sudah dapat kabar dari Mami. Katanya ada klien bagus yang harus kamu temui,” bisik Putri seraya membuka ponselnya. DEG! “M-Mami?” kutip Alexa, nama panggilan itu terdengar ambigu, “kok cepet banget!” cicitnya. Putri tersenyum lebar, “Aku ini anak kesayangan Mami, tiap ada klien bagus pasti dia kasih aku duluan!” ucapnya dengan dagu terangkat. Alexa tersenyum tipis mengiyakan saja, dia lalu menatap dirinya di cermin itu. Sosok gadis cantik dengan mini dress sepaha menampilkan kulit mulusnya, bahu indahnya terekspos nyata, tertutupi rambut pirang palsu yang tergerai. “Mas Revan pasti melotot lihat aku kayak gini!” gumamnya pelan. “Zahwa!” “Ya?” Alexa menoleh dan … CEKREK! Reflek Alexa mengangkat tangannya menghalangi wajahnya. “Kamu apa-apaan!” sembur Alexa, tapi Putri hanya terbahak menanggapinya. “Heum, foto yang bikin penasaran,” ujar Putri seraya melihat hasil foto Alexa barusan. “Terus, kamu mau pake nama apa? Nggak mungkin, dong, kamu pake nama Zahwa!” katanya. “Kenapa memangnya? Zahwa nama yang bagus, kok!” ketus Alexa. Putri memutar bola matanya, “Itu terlalu alim, terlalu islami. Harus yang ‘menjual’ dan menggoda, dong, ah! Kayak aku … Prin-cess!” katanya tersenyum lebar. Alexa tertegun mendengarnya, terdiam memikirkan nama yang cocok untuknya. *** Di tempat lain, Darren berdiri gelisah dengan ponsel di tangan. Beberapa kali dia mendesah dengan kesal, mengutuk perbuatannya sendiri yang baru saja membuka saluran grup chat rahasia tentang ayam kampus. “Sialan! Mana lupa aku belum ganti nomor!” gerutunya kesal sendiri. Iseng-iseng saja tadi dia masuk ke group chat random yang menyertakan link saluran ‘ayam kampus’ dan malah ‘bergabung’ di sana. Adminnya langsung mengirimkan pesan pribadi yang berisi foto-foto gadis cantik dan seksi. Bahkan di antaranya tak segan memamerkan bagian pribadinya dengan wajah menggoda. Darren laki-laki normal yang gairahnya bisa terusik meski hanya dengan melihat saja, apalagi dia kesepian setelah sekian lama dan hasratnya belum tersalurkan lagi sejak kematian Ae-ri. “Ini nggak benar!” gumamnya seraya memutuskan untuk keluar saja dari grup chat itu. Darren menghempaskan tubuhnya di sofa, memejamkan mata berusaha meredam gairahnya yang sempat terbangun. Lalu terdengar suara denting pelan dari ponselnya, masih terpikirkan dengan grup chat m***m itu, Darren segera memeriksanya barangkali kelakuannya tadi malah jadi masalah. “Heum?” Darren membaca pesan dari admin yang mana dia ditawari ‘barang’ bagus dan mereka menjamin kerahasiaan data klien juga. “Tidak akan ada yang tahu jika Anda melakukan ini, lakukan saja jika memang Anda mau. Hasrat yang terpendam hanya akan jadi duri di keseharian Anda, dan akan membuat suasana hati Anda memburuk dan kinerja pun menurun.” Darren bergumam membaca pesan itu. “Sialan! Bisa-bisanya!” gerutunya antara ingin tertawa dan kesal sendiri jadinya. Lama dia terdiam menatap layar ponselnya dengan hati gamang, bayangan erotis ketika bercinta dengan Ae-ri dulu terus menghantuinya dan mengundang hasrat yang berusaha ditahannya. “Ae-ri … aku tersiksa, aku rindu tubuhmu!” bisiknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD