Make Over

1124 Words
Alexa memeluk tasnya sambil memperhatikan Darren, dia kembali menundukkan wajahnya dan mengangguk ketika Darren menoleh ke arahnya sambil berlalu pergi dengan mobilnya. “Fiuh!” hembusnya pelan. Tapi kemudian Alexa termangu menatap tangannya yang bersentuhan dengan Darren tadi, ada getar aneh yang sulit digambarkan ketika kulit mereka bertemu. “Za!” Alexa menoleh, kali ini dia ingat nama samarannya dan memastikan tidak akan lupa. Dilihatnya Putri berjalan menghampirinya. “Itu tadi Pak Darren ‘kan?” tukas Putri begitu di tiba di hadapan Alexa. “Iya, aku kaget kamu malah manggil aku!” kata Alexa menghembus pelan. “Maaf, aku kira tadi siapa. Kok bisa dia ada di sini? Ngapain?” tanya Putri lagi sambil menebar pandangan memastikan Darren sudah pergi. “Nggak tau, tadi bantu aku doang!” kata Alexa. Putri mengiyakan. “Ya udah, yok! Masih banyak yang perlu kita lakukan dan kamu harus terlihat cantik malam ini, Zahwa!” katanya sambil menggandeng tangan Alexa dan tersenyum manis. Alexa mengiyakan, dalam hati berpikir apa yang mungkin akan mereka lakukan selanjutnya. “Aku tetap nggak boleh terlalu cantik!” kekehnya dalam hati. Putri segera mengajak Alexa menuju mobilnya. Jika dilihat lagi, rasanya tidak mungkin jika Putri bisa mendapatkan mobil dari hasil kerja kerasnya, jika dia hanya sebagai karyawan paruh waktu biasa. Itu membuat Alexa semakin yakin jika Putri memang masuk ke dalam lingkaran ayam kampus seperti yang menjadi kecurigaannya selama ini. “Kita mau ke mana?” tanya Alexa berpura-pura polos, ketika dilihatnya mereka memasuki sebuah salon kecantikan. “Tentu mengupas habis daki di badan kamu itu!” tukas Putri terkikik. Alexa sejenak ragu, dia ingat jika salon ini adalah milik salah satu temannya, tepatnya relasi bisnisnya waktu masih membuka bisnis jam tangan mahalnya dulu. “Semoga dia nggak ada di sana!” batinnya seraya celingukan ketika memasuki salon itu. Mereka langsung disambut ramah oleh para pegawai salon yang cantik-cantik dan berseragam pink lembut, tersenyum ramah dan sepertinya Putri sudah sering datang kemari. “Nona, mau ambil paket skincare yang mana?” tanya salah satu pegawai ramah. Putri melirik pada Alexa. “Sebenarnya bukan aku yang mau perawatan, tapi buat temanku ini. Kepompongnya harus dibuka!” ujarnya terkekeh. “Buat dia cantik begitu keluar dari sana!” lanjutnya seraya menunjuk ke pintu di dalam ruangan itu. “Siap!” sahut dua orang pegawai itu lalu mengajak Alexa. Sekilas Alexa melihat Ruby, temannya yang merupakan pemilik salon itu muncul dari dalam. Dia pun langsung menundukkan wajahnya sambil membenarkan kacamata tebalnya, jangan sampai benda itu tiba-tiba jatuh dan merosot turun dari hidungnya di hadapan Ruby. “Putri! Kamu di sini!” seru Ruby seraya datang menghampiri. “Sialan!” umpat Alexa cepat memutar tubuh memalingkan wajahnya dari pandangan Ruby yang berangkulan dengan Putri. Putri tersenyum lebar, dia melirik pada Alexa berniat untuk memperkenalkannya pada Ruby, namun Alexa sendiri malah melihat ke arah lain seperti sedang melihat-lihat salon. “Aku nemenin dia, mau makeover, biasa!” tukas Putri yang membuat kening Alexa berkerut dengan nada suaranya yang seolah penuh arti. Ruby tertawa kecil, “Oh, iya. Aku juga pasti butuh makeover kalau jadi dia, mana ada pelanggan yang mau datang kalau tampilannya kayak dia!” ujarnya. Alexa tertegun mendengarnya, tak menyangka jika gadis yang selama ini terlihat ramah dan sopan seperti Ruby rupanya paham tentang niat mereka kemari. Sepertinya dia sudah terbiasa menghadapi hal semacam ini dan memang terlihat sangat akrab dengan Putri. “Jangan menghina begitu, ih! Kasian!” sergah Putri, melirik tidak enak pada Alexa. Ruby tertawa, “Aku nggak menghina, memang kenyataannya begitu! Kalau dia memang berniat nyari duit dengan cara begini ya harus berubah total!” katanya terang-terangan dengan nada sinis. Putri juga terdiam mendengarnya, dia merasa jika kalimat itu juga masuk ke hatinya. “Ya udah, ambil paket full body saja. Dia butuh itu!” ujar Ruby seraya menunjuk ada Alexa yang memilih diam saja. “Dia kenapa? Gagu?” celetuk Ruby lagi. Putri menahan nafas, jika dibiarkan Ruby akan semakin gencar merendahkan Alexa, dan itu akan membuatnya tidak nyaman juga. “Ah, kamu masuk sekarang saja, Za. Aku tunggu di sini, Ruby kayaknya mau nemenin, iya ‘kan?” tukasnya tertawa kecil. Alexa hendak beranjak ketika Ruby kembali bicara. “Duh, maaf kayaknya aku juga harus berangkat, nih. Ada urusan sebentar!” katanya. “Ya sudah sana pergi!” gerutu Alexa dalam hati, tak urung dia merasa kesal karena ternyata Ruby sombong dan suka merendahkan orang lain, berbeda jauh ketika dia sedang berada di lingkungan sosialita. “Iya, makasih sudah mau duduk dulu menyapa kami, lho!” ujar Putri tersenyum, dia harus berbaik-baik pada pemilik salon yang jadi langganannya itu, karena mereka juga memiliki koneksi khusus dan Ruby sering memberi klien bagus di luar lingkup Maminya sendiri. Ruby tersenyum mengangguk, dia lalu berpamitan dan tak lupa berpesan pada karyawannya untuk memberikan layanan terbaik. “Yang keluar dari salonku harus terlihat cantik dan wangi!” katanya seraya melambai pergi dari salon itu bersama asisten pribadinya. Putri menghela nafas lega melihat Ruby pergi, dia lalu menoleh pada Alexa dengan canggung. “Maaf, ya. Dia memang begitu tapi sebenarnya dia baik, lho!” katanya. Alexa tersenyum tipis dan mengangguk saja mengiyakan. Selanjutnya Alexa masuk mengikuti dua pekerja salon itu, memasuki sebuah ruangan yang wangi dan hangat. “Mari saya bantu buka bajunya!” kata salah satu gadis salon itu sambil mengulurkan tangan. Alexa menjauh darinya, “Biar aku buka sendiri!” katanya, “di mana kamar gantinya?” lanjutnya bertanya. Dua gadis salon itu saling pandang sejenak dengan perubahan sikap Alexa, yang sama sekali tak terlihat canggung. “Eh, di sebelah sana, Nona!”jawab salah satunya menunjuk ke sisi kanan ruangan. Alexa mengangguk, dia pun beranjak ke sana untuk berganti baju dengan mantel handuk tebal yang disediakan. Dia sendiri sudah terbiasa perawatan seperti itu, paling tidak 2 minggu sekali atau setiap kali merasa penat, maka salon lah yang jadi tempat pelariannya bersama Sekar. “Jadi ingat bunda!” kekehnya seraya mengikat rambutnya. Dua gadis salon yang bekerja melakukan tugasnya, sedikit termangu heran karena Alexa sendiri terlihat bening dan bersih. Kulitnya bagus seperti yang terbiasa dengan perawatan mahal. “Kulitnya halus dan kenyal, biasa pake lotion apa, Nona?” tanya gadis salon itu penasaran, karena dia tahu ini pertama kalinya Alexa datang ke salon mereka. Alexa tersenyum seraya berbaring bersiap menerima treatment. “Hanya lotion 20rbuan!” katanya. “Wah, kayaknya memang sudah bawaan kulitnya bersih dan halus begini!” timpal gadis salon menyentuh tangan Alexa. “Heum, aku ada darah Jepang dari kakek moyangku, mungkin itu sebabnya!” kata Alexa lagi asal. Serempak dua gadis salon itu beroh-ria jadinya. “Pantesan!” ujar mereka sambil tertawa bersamaan. “Oh, ya!” Alexa berpikir mungkin dia bisa mencari informasi tentang Ruby, gadis itu juga terlihat jelas sudah terbiasa menghadapi pengunjung salon seperti Putri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD