part 43 : telah di revisi
"Sena?" panggil Dion melirik gadis sebelahnya.
"Iya," jawab Sena memperhatikan hasil karya lukisannya yang masih acak-acakan, bahkan warnanya ada yang keluar garis. Maklum ini pertama kalinya Sena mewarnai pakai kuas. Tangannya masih belum fasih mewarnai dengan rapi.
Sebelum pulang, Bryan memberikan hasil lukisan Sena. Ia berpesan agar gadis itu menyimpannya, dan mengumpulkan semua hasil lukisannya di satu tempat, agar bisa tahu seberapa jauh progres perkembangan Sena, dari nol menjadi bisa.
Dion menghela nafas, menggerakkan jari-jarinya di setir kemudi, haruskah ia bilang pada Sena. Dion melirik gadis itu berulang-kali, ah melihat Sena tersenyum seperti itu membuat hatinya tidak tenang. Apa gadis itu menyukai Bryan? Tapi masa sih, mereka baru kenal tadi pagi. Tidak mungkin langsung jatuh cinta begitu saja.
Dion segera meminggirkan mobilnya di tepi jalan. Mengerem keras hingga gadis itu terhuyung ke depan, dan hasil lukisannya jatuh.
"Dion kenapa?" tanya Sena lalu mengambil lukisannya.
Dion mengeratkan genggamannya pada setir kemudi. Melihat Bryan yang terlalu dekat dengan Sena, dan cara mereka berdua saling membalas senyum. Membuat hati Dion terasa mendidih.
"Kenapa kamu senyum daritadi?" tanya Dion to the point.
Sena menaikan alisnya bingung, "Ha?"
"Kenapa kamu senyum daritadi, kamu mikirin siapa?"
Sena menggeleng, "Ga mikirin siapa-siapa … Sena cuma seneng aja liat lukisan Sena."
"Bukan karena si Bryan itu, kan?"
"Bukan," ucap Sena menggeleng, "Emangnya kenapa Dion?"
"Besok kita ganti kelas lain."
"Hah?!" Sena terkejut bukan main. Padahal ini hari pertamanya sekolah, tiba-tiba Dion mengambil keputusan pindah begitu saja, "Emangnya kenapa? Kelasnya enak kok."
"Kelasnya memang enak, tapi aku nya yang ga suka."
"Dion ga suka kenapa? Jelek kelasnya?"
"Ga! Kelasnya bagus."
Sena memutar otaknya bingung dengan ucapan Dion yang berbelit-belit, "Lah kalau kelasnya bagus terus enak kenapa Dion ga suka?"
"Pokoknya Dion ga suka, besok cari kelas baru."
"Ga mau, Sena suka kelasnya. Gurunya juga baik. Temen-temennya juga ramah."
Dion menarik nafas panjang. Gurunya juga baik? Kalimat yang membuat Dion semakin panas.
"Jangan bicara laki-laki lain di depan aku Sena, aku ga suka."
Sena terdiam, ia menatap mata Dion yang sepertinya marah padanya. Ini pertama kalinya Dion marah, Dion adalah orang yang lembut, dan tidak pernah marah padanya. Dion bahkan selalu sabar, meskipun ia seringkali merepotkan pria itu dan sering lupa pada pelajaran.
Ini bukan seperti marah membentak, tapi seperti marah badmood.
"Dion kenapa? Kok marahin Sena?" ucap gadis itu bingung.
Dion menarik nafas dalam, lalu memijat pelipisnya. Ia menyesal berbicara seperti itu, tidakkah gadis itu tahu bahwa Bryan memandang gadis itu lain. Seperti perasaan pria tertarik pada wanita. Dan Dion tidak suka.
Dion tidak suka dengan cara mengajar Bryan yang seperti mencari kesempatan, berada di samping Sena terus. Entah perasaannya saja, atau bukan. Tapi tidak bisakah Bryan memperlakukan Sema profesional, seperti guru dan murid.
Dion meraih Sena dalam dekapannya, lalu menciumi puncak kepala Sena berulang kali, "Maaf aku kelepasan."
"Kalau Dion ga suka, gapapa kok kita cari kelas lain," jawab Sena pelan.
Itu memang keinginannya, memindahkan Sena. Tapi ketika Sena berbicara seperti itu kenapa ia jadi merasa bersalah.
"Aku menyesal marahin kamu," ucap Dion lalu mengecup telinga Sena berkali-kali.
Sena terdiam.
Dion melepaskan dekapannya, menatap mata bening Sena yang seperti menariknya jatuh.
"Aku ga marah, aku cuma ga suka ada pria lain yang suka kamu," ucap Dion dengan suara dalam.
"Emangnya Bryan suka Sena?" tanya Sena menatap pria yang ia cintai.
"Mungkin hanya perasaanku saja."
"Kalau Dion ga suka Sena belajar disana, gapapa … besok kita pindah aja."
Itu adalah kalimat yang ingin Dion dengar. Tapi melihat tatapan puppy eyes Sena, hatinya jadi gonjang-ganjing. Antara senang dan tidak. Senang karena Sena meminta pindah, dan tidak, karena Sena meminta pindah bukan karena kemauannya, tapi karena Dion.
"Yaudah aku izinin kamu belajar disana, tapi aku ga suka kamu dekat-dekat dengan Bryan."
Sena mengangguk, "Iya," ucapnya senang. Menyunggingkan senyuman manis yang mendebarkan jantung Dion.
"Gimana kalau hari ini kita jalan-jalan, mau?"
"Mau-mau!" ucap Sena semangat.
"Let's go …" ucap Dion semangat lalu menancapkan gas-nya menuju wisata yang ada di Jakarta, hutan mangrove yang terletak di pantai indah kapuk.
"Biar ga ilang," ucap Dion menggenggam tangan gadis itu.
"Siap berpetualang?" ucap Dion lagi.
"Siap!" ucap Sena dengan semangat 45, ia tidak sabar menjelajahi hutan mangrove.
Dion mengajak Sena menyusuri hutan-hutan mangrove yang tersusun rapi. Kawasan hijaunya begitu menyejukkan, dan menyegarkan mata. Tempat ini cocok sebagai pelepas stres di ibukota.
Dion menggandeng tangan Sena menyusuri lorong jalan sepanjang hutan. Di kanan-kiri nya diselimuti tanaman bakau, dan dibagian depan terlihat juga pondok-pondok penginapan di tepi danau. Bagi yang ingin bermalam di sini.
"Ini kedua kalinya ya kita jalan-jalan?" tanya Dion memecahkan suasana.
"Iya," jawab Sena senang, menyunggingkan deretan giginya yang rapi.
"Tapi ini pertama kalinya kita kencan."
Ucapan Dion membuat hati Sena berbunga-bunga. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di hatinya. Ia kira cintanya hanya akan bertepuk sebelah tangan, ternyata tidak. Dion juga merasakan hal yang sama. Ah tapi hanya satu yang bertepuk sebelah tangan. Dion tidak pernah menciumnya. Itu saja.
Mereka menyusuri indahnya hutan mangrove. Betapa hijaunya hutan yang ada di Jakarta ini. Dion sangat merekomendasikan ini untuk kalian melepaskan stres karena lelahnya persaingan ibu kota.
Tidak perlu jauh-jauh ke luar Jakarta, jika yang hijau saja ada di sini.
Dion mengabadikan momen mereka. Berfoto-foto ria dengan pemandangan hutan bakau, dan danau yang ada di depan.
Salah satu yang enaknya jalan-jalan kesini, kita bisa melestarikan lingkungan dengan mengikuti kegiatan menanam mangrove. Namun ada hal yang tidak di perbolehkan, tidak boleh membawa kamera profesional, hanya diperkenankan membawa kamera ponsel.
Setelah puas berjalan kaki menyusuri lorong hutan, Dion mengajak Sena mengelilingi mangrove melalui jalur sepeda. Ia menyewa sepeda untuk dua orang.
Dion dan Sena mengayuh sepeda mengelilingi hutan yang menyegarkan mata. Letak hutan mangrove terletak di taman wisata alam Angke kapuk, yang terletak di pesisir Jakarta Utara. Dulunya hutan ini ialah kawasan konservasi bakau yang dibiarkan tak terurus, sebelumnya hutan ini hampir punah karena banyaknya tambak-tambak liar di sekitar pesisir, dan penebangan hutan yang dilakukan secara liar.
Dari sejarah kelam hutan mangrove dapat disimpulkan bahwa Bumi tidak pernah merusak dirinya sendiri, tapi bumi rusak karena ulah keserakahan manusia. Merusak alam secara besar-besaran, jika terjadi bencana karena ulahnya, manusia akan mengeluh dan bertanya kenapa Tuhan memberikan bencana ini. Manusia selalu mengeluh, tapi tidak pernah berpikir apa yang mereka lakukan di bumi.
Hutan bakau menjadi kelangsungan hidup ikan-ikan di laut, jika di rusak, akan merusak kehidupan ikan dan ekosistem laut. Bayangkan jika manusia serakah merusak laut. Bagaimana kehidupan para nelayan mencari uang. Dan ekonomi orang-orang yang menjual ikan di pasar. Dan dampak bagi orang-orang, mungkin kita tidak pernah makan ikan lagi. Dan yang pasti laut akan menjadi mati, dan kosong.
Pohon bakau juga berperan mencegah abrasi dan erosi laut, mencegah pemanasan global, menjaga iklim dan cuaca, juga mencegah bencana alam.
Sebenarnya author ini nulis cerita apa mengajar IPA sih? :D ... setidaknya dengan author menuliskan ini, akan membuat manusia tersadar, pentingnya menjaga lingkungan. Jangan menebang pohon secara liar, dan jangan membuang sampah sembarangan.
Kalau bukan kita yang menjaga bumi kita sendiri di tanah Indonesia, siapa lagi? Oke lanjut ke cerita.
"Sena," panggil Dion sambil mengayuh sepedanya.
"Apa?" jawab Sena di belakang.
"Kalau Tuhan mentakdirkan kita berdua bersama, maukah kamu selalu di sisiku dari sekarang hingga nanti?"
Sena tersenyum, "Mau! Dari sekarang, besok, lusa, dan seterusnya. Dion te tetap punyanya Sena. Dan Sena punyanya Dion."
Alam menjadi saksi pengakuan mereka berdua.
Langit berubah oranye. Dari pagi hingga petang mereka menghabiskan waktu bersama. Momen kencan pertama yang tidak akan pernah terlupakan.
Dion berdiri mengayuh perahu, menyusuri hutan bakau. Tanaman-tanaman bakau yang rimbun menjadi daya tarik tersendiri. Ditambah suasana langit senja yang begitu harmoni dengan perasaan mereka.
Dion menghentikan perahunya.
"Sena ayo berdiri," Dion mengulurkan tangannya.
Sena mengangguk dan menyerahkan tangannya. Sena berdiri menatap indahnya hutan bakau dan matahari yang turun perlahan-lahan ke peraduan.
"Waaaah indaaah," puji Sena kagum. Ia merentangkan kedua tangannya merasakan semilir angin yang menerbangkan helaian rambutnya. Sena menutup mata merasakan kedamaian alam. Sampai ia merasakan seseorang memeluknya dari belakang.
"Dion," ucap Sena sedikit menoleh.
"Biarkan begini," ucap Dion dalam lalu menutup matanya.
Dion meletakan dagunya di bahu Sena. Wangi stroberi khas Sena menyeruak indera penciumannya.
"Dion lihat deh mataharinya turun," tunjuk Sena di depan sana.
Dion membuka matanya, menatap matahari yang ditunjuk Sena.
"Sena?"
Sena menoleh ke belakang, namun ia terkejut hidung mereka saling bersentuhan. Dion menangkup pipi Sena, dan menurunkan wajahnya, mencium bibir ranum gadis itu.