PART 87 - JIKA CINTA

1189 Words
PART 87 - SELESAI REVISI "Terima kasih udah bekerja keras hari ini. Tepuk tangan dulu untuk kita semua." Prok prok prok Semua panitia bertepuk tangan gembira. Meskipun badan mereka lelah, tapi di wajah mereka tak nampak guratan lelah sedikitpun, mereka melakukan kegiatan sukarela tanpa digaji dengan perasaan ikhlas membantu. Meskipun badan sangat lelah, Tapi perasaan mereka puas. Seharian ini mereka mendapatkan pengalaman baru untuk membantu orang yang tidak mampu. Dan juga berkesempatan untuk membangun negeri. Jam 5 sore, Dion meminta mereka semua berkumpul di depan halaman pondok. Dion, Glenn, dan Dimas berdiri di depan mereka, sedangkan Erick bergabung di barisan panitia. Dion telah menetapkan jadwal, bahwa jam 5 sore mereka harus kembali. Karena jika terlalu sore, langitakan sangat gelap. Ditambah lagi di desa ini tidak ada lampu jalan. Dimas dan semua panitia dari fakultas teknik yang ikut dalam pembangunan kincir angin, sumur, dan juga jembatan pulang-pulang dalam keadaan kumuh, penuh dengan pasir basah yang mengering di tangan, kaki, baju, dan juga celana. Begitupun juga Glenn dan semua panitia fakultas seni yang pulang-pulang basah kuyup menyeberangi sungai. Dion melirik arloji di pergelangan tangannya, "Waktu udah mepet. Yang cewek-cewek boleh mandi duluan. Tapi jangan terlalu lama ya, nanti kalau kelamaan cowok-cowok ga bisa mandi karena terlalu gelap. Bagi yang muslim dan muslimah abis mandi nanti ikut sholat Maghrib berjamaah. Yang non muslim bisa istirahat santai sambil nunggu yang lain sholat. Abis itu kita makan malam bersama, dan istirahat di tempat masing-masing, oke?" "Oke!" sahut mereka kompak. "Bubar jalan!" Mereka pun mengikuti setiap titah yang Dion berikan. Mereka membubarkan barisan. Para panitia wanita berbondong-bondong masuk ke dalam pondok mengambil perlengkapan mandi. Dan panitia pria sibuk masing-masing. Ada yang nongkrong, ada yang duduk-duduk sambil merokok, dan ada juga yang tidur-tiduran di teras pondok saking lelahya. ***** "Hah, enak banget bisa tiduran." Dion tidur terlentang menatap langit malam, dengan kedua lengan dilipat di belakang kepala. Jika bertanya kemana Glenn, Glenn sedang ada urusan dengan Dimas di pondok. Dan pada akhirnya Dion sendirian disini ditemani suara jangkrik yang saling bersahutan. Setelah melalui hari yang panjang akhirnya Dion bisa istirahat juga. Dion menatap rasi bintang yang berkilauan di langit biru tua. Pos ronda Dion seperti gazebo tidak beratap. Ini membuat Dion setiap kali mau tidur, leluasa menatap keindahan langit, namun minusnya ia harus bisa kuat dengan terpaan angin malam yang dingin, nyamuk, dan juga hujan. Pak Mukhlis bilang kalau hujan, lebih baik lari ke pondok atau numpang tidur ke rumah warga. Tapi rasanya akan sangat ribet, terlebih dengan beberapa barang yang Dion bawa. Dion hanya berharap sampai hari terakhir, hujan tidak turun. Dan juga Dion memasang tiga obat nyamuk sekaligus, karena nyamuk kebun lebih gatal gigitannya daripada nyamuk rumahan. Cukup hari pertama saja Dion dan Glenn digigit nyamuk semalaman. Seterusnya jangan lagi. Dion juga telah membeli banyak stok obat nyamuk. Di belakang pos ronda terdapat hutan, dan juga kanan-kirinya kebun yang ditumbuhi banyak pohon. Tapi yang Dion tahu jenisnya cuma pohon kelapa dan pisang, selebihnya tidak tahu. Jadi bisa dibayangkan, kan sebanyak apa nyamuk disini, dan gelapnya pondok yang tidak ada lampu jalan. Untungnya Dion dan Glenn tidak penakut. Dion hanya mengandalkan lampu minyak saja sebagai penerang. Dion menatap satu bintang yang paling berkilau diantara bintang yang lain. Bintang Sirius. Bintang yang disebut-sebut sebagai bintang paling terang di muka bumi. Yang terangnya melebihi sinar matahari. Bahkan terangnya sinar matahari tidak ada apa-apanya. Jika melihat sinar matahari saja membuatmu silau, bagaimana jika melihat bintang Sirius. Tapi Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan sempurna dan seimbang. Jika bintang Sirius diletakan di siang hari dengan jarak dekat dari bumi, bisa dibayangkan se-silau apa cahayanya. Dan sepanas apa sinarnya. Tapi Tuhan menciptakan bintang sempurna. Bintang itu besar, dan terang namun diletakan di tempat tertinggi jadi terlihat kecil dan terlihat lebih redup dibandingkan matahari dan benda-benda langit lain. Dion menatap rasi bintang yang saling tersusun padu membentuk satu kesatuan yang indah. Dion meraih bingkai foto Sena yang ia pajang di sebelahnya. Dion mengangkat bingkai Sena tinggi-tinggi dan menyejajarkannya dengan bintang Sirius. Dion menatap bintang Sirius dan foto Sena yang bersebelahan. Dion menyunggingkan senyuman, "Kamu lebih indah dari bintang itu, Sena." "Kamu seperti bintang sirius yang berada ditengah-tengah bintang-bintang lain. Paling indah dan berkilauan." "Sena …" "Jika aku pulang nanti, apakah kamu masih ingat aku?" Dion menatap foto Sena. Ia rindu pada sang model di foto ini, yang berhasil memporak-porandakan hatinya. Di satu sisi Dion rindu, tapi di satu sisi Dion juga khawatir Sena akan lupa tentangnya. "Aku takut kamu ga kenal aku, Sen." "Hah," Dion menghela nafas. "Benar kata orang rindu itu berat." ***** Glenn kembali lagi ke pos ronda setelah pulang dari pondok. Saat Glenn pulang ia melihat Dion yang sudah tertidur lelap dengan mendekap sebuah bingkai foto di d*danya. Glenn tersenyum, menggelengkan kepala, "Dion Dion …" Ia sudah tahu bagaimana tabiat Dion ketika jatuh cinta. Bucin. Glenn mendaratkan bok*ngnya di lantai papan pos ronda, dan membiarkan kakinya terjuntai ke bawah. Glenn menunduk melepaskan sepatunya. Setelah selesai ia masuk untuk beristirahat. Pos ronda disini cukup sempit hanya sekitar 2x2 meter saja. Glenn duduk bersila menatap Dion yang telah tertidur nyenyak. Perlahan-lahan Glenn mengambil foto yang Dion dekap. Ia penasaran seperti apa wanita yang berhasil membuat Dion melupakan Chintya. Glenn menatap bingkai foto itu, kemudian tersenyum, "Oh ini … selera Dion bagus juga." Semakin Glenn lihat, semakin ia tertarik. Senyuman wanita itu terlihat murni dan begitu polos. Glenn pun mengembalikan foto itu ke dalam dekapan Dion. Takut naksir, dan jadi musuh lagi kedua kalinya. Cukup sekali saja deh dia jadi musuh Dion. Glenn tertidur di sebelah Dion, dengan kedua lengan dilipat di belakang kepala. Glenn menatap langit. Ribuan bintang berkelip indah pada malam itu. Hanya suara jangkring yang berisik di malam hampa. Glenn kembali mengingat kenangan lama, tentang Chintya. Wanita yang ia cintai tapi malah jadian dengan pria lain. Satu hal yang Glenn pelajari dari kisahnya. Jika kita mencintai seseorang, lebih baik menyatakan daripada memendamnya. Orang bilang ditolak lebih sakit, tapi lebih sakit lagi orang yang tidak pernah menyatakan perasaan namun berharap akan dilirik. Ketika orang yang kita cintai jadian dengan orang lain. Apakah kita harus marah? Apakah kita harus membenci? Sedangkan kita saja tidak pernah mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya. Orang yang kita cintai pun tidak pernah tahu perasaan kita yang sebenarnya. Lalu kita berharap orang itu akan menjadi milik kita. Bukankah itu tindakan yang menyakiti diri sendiri? Glenn memang membenci Dion pada awalnya, tapi setelah ia pikir-pikir lagi. Chintya bersama Dion bukanlah karena kesalahan Dion. Tapi kesalahannya yang terlalu gugu untuk menyatakan. Ia tidak mau menembus hujan, tapi ia berharap kecipratan. Glenn menatap dari jauh senyuman manis dari sang primadona sekolah. Di ujung koridor Glenn hanya bisa menatapnya dari jauh sambil melukis sang Dewi yang ia cintai namun ditakdirkan untuk orang lain. Hatinya begitu hancur tak karuan. Selagi kamu mencintai orang lain, jangan pernah takut untuk melangkah lebih dulu, sebelum langkah kita disela orang lain. "Chin ... Gimana kabar kamu disana? Aku lagi disini sama cowok yang kamu suka. Apa ada pesan yang ingin kamu sampaikan?" "Aku gapapa kamu jadian sama cowo lain, aku masih bisa ketemu kamu kapanpun aku mau ... Tapi kenapa harus pergi?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD