"Jadi guru sekarang lagi deket sama siapa?" ucap Sena sambil mengulum es krim stroberi favoritnya. Ngomong-ngomong ini Mario yang traktir. Mario mentraktir mereka sarapan bubur ayam, dan belanja makanan apapun yang mereka suka di minimarket.
Setelah pulang dari minimarket, mereka memutuskan untuk jalan-jalan santai dulu mengelilingi daerah yang tak jauh dari rumah sakit.
Mereka jalan beriringan sambil menikmati es krim di pagi hari. Bukan, lebih tepatnya pagi menjelang siang– sekitar jam sepuluhan. Posisinya Mira–Sena–Mario. Mario berada di pinggir jalan trotoar, melindungi mereka dari mobil atau motor yang berlalu-lalang.
Mira yang ditanya seperti itu, menyembunyikan wajahnya dibalik es krim Vanilla. Pipinya tiba-tiba memerah jika membahas Daniel.
"Ih Sena. Aku jadi malu."
"Mira punya rasa malu, toh? Biasanya malu-maluin," ledek Mario sambil mengulum es krim cokelatnya.
Sena tertawa kecil, "Ih Mario ga boleh gitu sama guru! Tapi … bener juga."
Mario dan Sena tertawa meledek Mira.
"Ih Sena kok kamu jadi ikut-ikutan Mario bross."
"Tuhkan Sena aja mengakui."
Sena mengangguk, "Ho'oh. Kalau kata Mario kayak ulet keket."
"Ih kalian tuh ya! Nyebelin."
Sena dan Mario tertawa puas.
"Tapi Sena penasaran. Siapa cowok yang berhasil ngajak guru kencan?"
Mario hanya menyimak saja kalau persoalannya kencan.
"Pokoknya … dia tuh ganteng Sen. Terus baik. Romantis. Ramah. Pokoknya idaman banget. Terus dia ngasih aku cincin juga," ucap Mira menceritakannya dengan mata berbinar-binar.
"Waaah bagus," puji Sena senang. Suatu hari nanti Sena ingin seperti Mira. Berharap Dion akan memberikannya cincin juga, pasti menyenangkan.
"Nanti kalau kita semua udah punya pasangan, tetep ngumpul ya," ujar Mira menggigit es krim.
"Pasti!" jawab Sena dan Mario bersamaan.
Saat mereka asyik-asyiknya mengobrol. Sebuah mobil Alphard silver tiba-tiba menghadang jalan mereka.
"Ettt!" Mario dan kedua lainnya mengerem langkah.
"Eh copot copot," ucap Mira latah.
Bagaimana mereka tidak terkejut, jika mobil Alphard tiba-tiba berhenti mendadak di depan mereka.
"Ini sape si berhenti sembarangan," protes Mario.
"Sabar bang sabar," ucap Mira menenangkan sahabatnya. Sahabat? No no no. Mira baru kali ini berbaikan dengan Mario, biasanya seperti Tom and Jerry tidak ada yang mau mengalah.
Ini pertama kalinya dalam sejarah Mira dan Mario berdamai, tidak tahu sejam kemudian. Apakah masih berdamai atau kembali bergelut.
Mario yang merasa jengkel, mendekati mobil mewah yang berani-beraninya mengerem sembarangan. Untung mereka tidak tertabrak.
Baru saja ia ingin mengetuk jendela mobil. Rombongan pria berjas, berkacamata hitam tiba-tiba turun dari mobil.
Mario yang tadinya ingin protes, langsung mengurungkan niat.
Mario mundur satu langkah, "Wow."
Pria berjas bertubuh kekar, dengan otot-otot besar seperti John Sena berdiri di depan mereka.
"Itu kayaknya dari atas sampai bawah otot semua," bisik Mira.
"Ho'oh," jawab Sena setuju.
"Kalau yang dilawan orangnya gini bisa-bisa pulang tinggal kenangan," imbuh Mario.
"Jangan-jangan mereka mau culik kita," ucap Mira berbisik-bisik.
"Jangan ngomong sembarangan anjir," balas Mario.
Mereka menatap lima pria berjas yang menatap ke arah mereka. Aura-aura menyeramkan seperti keluar dari dalam diri mereka.
Sena dan Mira berlari ke belakang punggung Mario.
"Lah lah apa-apaan ni?" protes Mario.
"Mario, kan cowok, jadi Mario harus melindungi kita berdua," ucap Sena yang bersembunyi di belakang punggung Mario.
Mira yang berdiri di belakang Sena, mengangguk setuju, "Iya betul tuh!"
"Jadi maksud kalian, gue yang pergi berperang?"
Mira dan Sena mengangguk, "Iya."
"Kalau gue pergi berperang kalian ngapain?"
"Kita juga pergi berperang kok Mario, tapi dalam bentuk doa," ucap Sena yang bisa-bisanya melucu saat keadaan genting seperti ini.
Salah seorang pria berjas membuka kacamatanya. Sinar matanya terpancar menyilaukan.
"Selamat pagi."
"Pa-pagi," jawab mereka terbata-bata.
"Saya kesini ingin menjemput nona Sena."
Sena menunjuk dirinya sendiri, "Sen-Sena?"
Pria itu mengangguk, "Benar."
Mira tiba-tiba membisik hal yang mengerikan, "Tuhkan apa gue bilang, pasti mau diculik."
"Ga! Ga boleh! Sena ga boleh dibawa pergi," Mario melindungi dua wanita di belakangnya.
"Kita tidak menyakiti nona Sena. Kita hanya ingin membawa nona Sena menemui majikan kita. Tapi jika kalian melarangnya– kami akan membawa nona Sena secara paksa."
Sontak ucapan itu membuat mereka bertiga terkejut.
Pria itu mengisyaratkan kedua temannya untuk menangkap Sena. Mereka pun menurut, dan mendekat ke arah Sena.
"Engga! Sena ga mau!" Saat Sena ingin kabur, mereka berdua memegang erat lengan Sena.
"Kita tidak akan menyakiti nona."
"Bawa masuk," titah pria itu kepada dua orang temannya.
"Baik."
Mereka pun menggeret Sena masuk ke dalam mobil Alphard.
"Lepasin! Sena ga mau," teriak Sena memberontak, tapi percuma saja tidak akan mungkin dilepaskan.
Mario dan Mira berusaha menyelamatkan Sena namun tubuh mereka di pegang erat oleh pria berjas yang lain.
"Guru! Mario!" teriak Sena memberontak, tapi tubuhnya diapit oleh kedua pria berjas. Mereka duduk di kanan-kiri Sena, memastikan wanita itu tidak kabur.
*****
"Sena mau pulang! Sena ga mau disini."
Sena terus memberontak sepanjang perjalanan. Namun mereka tidak memperdulikan. Perintah tetaplah perintah. Mereka diperintah majikan mereka membawa Sena ke hadapannya.
"Sena mau pulang! Mau pulang!"
"Nona Sena tolong jangan berisik. Kami hanya menjalankan tugas," ucap pria berjas yang melepaskan kacamata.
"Tapi Sena ga mau ikut kalian. Sena mau pulang mau ketemu Dion sama temen-temen Sena!"
"Jika nona masih berisik, kita tidak bisa berjanji untuk tidak menyakiti nona."
Sena terdiam mendengar ancaman itu. Jika dia memberontak dan berteriak siapa yang bisa mendengarnya. Sena dikepung oleh lima pria berjas yang sangat menyeramkan.
"Diooon," ringis Sena memanggil nama pria yang ia cintai, berharap pria itu pulang menyelamatkannya.
*****
"Pak pak berhenti pak."
Mario memberhentikan taksi yang sedang lewat.
Taksi biru itu pun berhenti di depan Mira dan Mario. Mario membuka pintunya cepat-cepat. Lalu masuk bersama dengan Mira.
Bam..!
Mira menutup pintunya rapat-rapat.
"Mau kemana pak?" tanya sang supir.
"Tolong ikuti mobil Alphard silver itu."
Sang supir mengangguk patuh, "Baik," ucapnya langsung menancapkan gas.
Mario dan Mira cemas setengah mati.
"Pak pak ngebut pak, jangan sampai hilang jejak," ucap Mira tidak sabar.
"Baik neng."
Sang supir menginjakan pedal gasnya cepat, hinggap 80 km/jam.
Sang supir taksi mengejar mobil itu tanpa ampun, meskipun dalam kemacetan, ia tidak akan membiarkan mobil itu lolos. Matanya jeli menatap mobil Alphard yang berusaha kabur dari kejaran mereka.
Sepertinya mobil Alphard di depan menyadari kehadiran taksi yang terus mengikuti. Berulang kali mobil Alphard berusaha mengelabui mereka melewati jalan-jalan yang Mario dan Mira tak kenali.
"Pak jangan biarkan mereka lolos!" ucap Mario memburu.
"Baik!"