PART 71 - MENCARI TAHU

1105 Words
"Kok ga ada telpon dari Sena atau Mario Bross ya," ucap Mira uring-uringan menatap ponselnya. Mira menyandarkan punggungnya di bahu sofa, seharian ini tak ada kabar dari Sena ataupun Mario. Padahal ia daritadi menunggu kabar keduanya. Tentu saja, meninggalkan Sena pada Mario membuatnya khawatir setengah mati. Apalagi dengan kelakuan Mario yang suka gombal sana-sini. Ya meskipun, Mario temannya Dion, tetap saja Mira merasa cemas. "Kalian main kemana sih? Masa ga ada yang ngasih kabar. Nelpon kek, SMS, WA, atau ngirim Line. Hape sepi banget udah kayak kuburan." "Haaaaa bete," ucap Mira mengerucutkan bibirnya. "Mau nelpon Sena, ga punya nomornya. Tapi, punya nomor Sena, belum tentu juga yak Sena bisa main hape … mau nelpon Mario? Aduh gengsi banget. Bisa heboh dia ntar, disangka naksir kalo nelpon duluan." Mira meraih bantal sofa, dan memendamkan wajahnya di bantal, frustasi, "Aaaa gimana dong? Telpon engga, telpon engga, kalau telpon entar gue disangka naksir. Kalau ga telpon khawatir. Aaaaa Miraaa … kok jadi serba salah gini sih." Ting nong! Suara bel di luar membuat Mira menegakan wajahnya kembali, ia menoleh ke arah pintu, "Siapa tuh? Sena?" gumam Mira. "Masa sih Sena sama Mario udah pulang? Cepet banget kayaknya." Mira menaikan pergelangan tangannya, menatap arloji, "Baru jam 3." Ting nong! Tok tok tok "Iya sebentar," sahut Mira. Mira meletakan bantal sofa, dan berjalan menuju pintu utama. Tok tok tok "Busettt dah… udah ada bel masih aja ngetuk pintu. Ini pasti kerjaan si Mario bross nih. Suka iseng emang." Tok tok tok "Iya iya," Mira meraih gagang pintu, membuka pintunya, "Sabar napa Ma-" ucapan Mira terhenti. Ia yang tadinya ingin mengomeli Mario, mendadak membisu. Kalau modelannya pria tampan seperti ini, mau ngomel saja, rasanya suara tersangkut duluan di tenggorokan. "Rio …" lanjut Mira. Waktunya seakan terhenti, pun dengan nafasnya sekalian. Eh mati dong— Mira menatap pria itu dari atas sampai bawah. "Sungguh keindahan yang nyata." Mira tiba-tiba terpana, terbius oleh pria jangkung berjas hitam di depannya. "Pengen pingsan, tapi– kalo pingsan ga bisa menikmati indahnya ciptaan Tuhan." "Mbak," pria itu menggerakan telapak tangannya di depan wajah Mira yang mupeng. "Mbak, hello." Pria berambut spike itu menggerakan tangannya, mencoba menyadarkan Mira. Tapi percuma saja, Mira tak sadar-sadar. Pria itu menoleh ke belakang, ia jadi merinding sendiri. Bulu kuduknya berdiri semua, ditatap Mira seperti itu. "Mbak," pria itu kembali menggerakan tangannya di depan wajah Mira. Berharap Mira sadar, tapi tidak juga. Mira menatapnya tanpa berkedip. "Mbak hello … jangan tatap saya seperti itu dong mbak, saya jadi takut," pria itu menoleh ke belakang, tapi tidak ada siapa-siapa. "Tuhan, apakah dia adalah jo-" Plak..! "Aduuuh …" Mira memegang pipinya yang panas, baru saja ditepuk pria itu. "Akhirnya sadar juga," ucap pria itu lega, "Mbak ga lagi kesurupan, kan?" "Mas kok main asal nabok aja sih? Sakit tau." "Lagi mbaknya saya panggil-panggil ga nyahut." "Mas-nya ganteng banget sih," ujar Mira cengengesan. "Ada apa si mas? Kok kesini? Nyari aku ya?" tanya Mira agak centil sambil menyembunyikan helaian rambutnya di belakang telinga. Baru saja sehari ia tinggal bersama Mario, jadi ketularan virus liar Mario. Pria itu menggaruk-garuk tengkuknya, "Nghh- itu ... saya ..." "Saya apa?" "Saya-" Sret..! Pria itu terkejut, tiba-tiba saja Mira menariknya masuk ke apartemen. "Yuk masuk mas. Anggap aja rumah sendiri." "Mbak, tapi saya-" "Udah, ayo masuk. Duduk dulu- kata orang, ga baiklah loh tamu ga disuruh masuk." "Ha?" Pria itu menganga, kebingungan. Mira meraih pergelangan tangan pria itu menuju sofa. "Santai aja disini mas. Aku bikinin kopi dulu," Mira meletakan tangannya di bahu pria itu, dan menyuruhnya duduk. "Mbak, tapi kan saya-" protes pria itu setelah duduk dengan terpaksa. "Sssut," Mira menyumpal bibir pria itu dengan jari telunjuknya. Pria itu menelan ludahnya, menatap Mira yang begitu dekat dengannya. "Saya bikinkan dulu, kopi terenak di dunia hanya untuk kamu," ucap Mira setengah berbisik. Pria itu menelan ludahnya, membuat jakunnya naik turun. Mira menjauhkan telunjuknya dari bibir pria itu, "Aku Mira," ucap Mira menatapnya s*****l. "Dan-Dan-Daniel." Mira berdiri dari sofa, tersenyum senang. Tatapan sensualnya berubah menjadi tatapan genit, "Oke mas Daniel, aku bikinin kopi dulu, bye-" Mira menggerakan telapak tangannya ke kanan-kiri. "Muachh." "Iiii," jawab Daniel terkena serangan mental setelah mendapatkan kecupan hangat dari jauh. Daniel hanya bisa melongok, dan tak percaya terjebak disini dengan wanita aneh. Daniel menatap Mira yang berjalan menjauh. "Aduuhh, kok gue bisa kejebak disini si-" Daniel memijat keningnya, pusing. "Gue, kan lagi nyari bukti." Daniel beranjak dari sofa, ia berjalan pelan mengelilingi apartemen Dion. Sesekali, ia melirik sedikit ke arah dapur, berharap wanita itu tidak mencurigainya. Daniel dan para detektifnya telah mengumpulkan semua bukti selama seminggu. Dari rekaman CCTV yang ia dapatkan dari detektif. Dari rekaman yang ia dapatkan, CCTV-nya memang tidak menyorot mobil secara jelas. Cenderung blur. Dan nomor plat mobil Dion juga tidak kelihatan. Tapi ada satu bukti yang mengarahkannya datang kesini. Jenis mobil yang Dion pakai. Mobil yang Dion pakai adalah mobil mewah limited edition, yang tidak sembarangan orang punya. Di Indonesia hanya 2 orang yang mampu membeli mobil jenis itu. Dan 2 orang itu sudah pasti adalah Crazy Rich. Bukan sembarangan orang. Mobil yang Dion pakai sangat mencolok. Selain karena tidak banyak orang yang punya, bentuknya juga berbeda dari mobil kebanyakan. Menandai mobil mewah dengan mobil biasa cenderung mudah, yaitu mobil mewah punya karakteristik bentuk yang berbeda. Contoh sederhananya Lambroghini memiliki bentuk yang unik, berbentuk pipih. Sangat berbeda bukan bentuk Lambroghini dengan mobil Avanza biasa atau merk biasa lain yang sering kita lihat. Tentu saja, Daniel tidak menuduh Dion sebagai dalang utamanya. Karena ia punya satu orang lagi yang harus ia cari tahu. Daniel kembali mengingat rapat 2 hari yang lalu sebelum kesini. Daniel dan dua orang detektifnya duduk melingkar di suatu meja. Seluruh bukti telah terkumpul di atas meja. Kaset, foto mobil Dion yang terekam di CCTV, dan kertas-kertas penting. Salah satu detektif yang memakai masker hitam angkat bicara. Ia mengangkat foto mobil, dan kertas HVS yang dicetak bergambar mobil. "Jika kita lihat disini ... antara mobil yang sebelah kiri dengan sebelah kanan ada kemiripan." Mobil sebelah kiri = foto mobil Dion yang terekam CCTV. Mobil sebelah kanan = foto mobil yang dicetak dari internet. Daniel bertopang dagu, mendengarkan seksama. "Mungkin kita tidak bisa menemukan siapa pelakunya karena plat mobil tidak terlihat jelas. Tapi kita bisa melihat dari merek dan bentuk mobil untuk menemukan sang pelaku." Daniel memotong pembicaraan, "Darimana kamu yakin kita bisa menangkap sang pelaku dari bentuk mobil?" "Karena mobil ini. Bukan mobil sembarangan. Ini mobil mewah langka merek koenigsegg yang harganya fantastis lebih dari 50 miliar." Daniel menganga, terkejut. Detektif yang memakai topi angkat bicara, mengangkat suatu kertas yang berisi daftar nama-nama, "Dan ini adalah daftar nama-nama Crazy Rich yang punya kemungkinan memiliki mobil jenis ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD