PART 114 - PERASAAN CHIKA

1000 Words
Ting nong! "Iya sebentar," sahut pria paruh baya yang sedang membasuh mobil menggunakan selang air. Ia adalah pak Mukhlis, sang asisten rumah tangga yang sudah bekerja lama di rumah Daniel. Sepertiga hidupnya digunakan untuk mengabdi di rumah Daniel. Pak Mukhlis mematikan keran, lalu meletakan selangnya di lantai. Ia berlari kecil menuju pagar yang tertutup rapat. Ting nong! "Iya tunggu sebentar." Pak Mukhlis memutar kunci gerbang, dan menggeser pintu gerbang. Namun sosok di depannya membuat jantung pak Mukhlis seakan berhenti berdetak. "Non-non Chika." Mata pak Mukhlis membulat, terkejut. Sosok orang yang paling ia hindari ada di hadapannya. Orang yang angkuh dan selalu bertindak semena-mena padanya dan juga pembantu yang lain padahal Chika bukanlah majikan, dan bukan pula istri majikan. Chika tak menjawab. Ia menerobos masuk, dengan sengaja ia menyenggol keras bahu pak Mukhlis sampai pria paruh baya itu terhuyung ke belakang. Chika menggeret dua kopernya. Pak Mukhlis buru-buru menutup pagar, kemudian mengejar Chika yang nyelonong masuk tanpa izin. "Non Chika ada keperluan apa kesini?" "Ketemu Daniel." "Apa non Chika sudah ada janji dulu dengan tuan Daniel?" Chika diam saja tetap berjalan lurus, tak menoleh sedikitpun. "Soalnya tuan Daniel berpesan tidak mau menerima tamu sementara waktu." Chika berhenti berjalan, menatap tajam pria paruh baya berumur 50-an. "Bawel banget sih. Gue datang apa engga urusan gue. Bukan urusan lo." "Saya hanya menjalankan tugas saja non." "Orang seperti kamu itu ga berhak larang-larang saya. Mau dipecat?!" ancam Chika membuat pak Mukhlis hanya bisa mengelus d*da. Ia tahu akhirnya akan seperti ini. Menegur Chika pun tidak ada gunanya. "Udah. Saya mau masuk. Jangan ikutin saya lagi." "Ribet banget sih!" Chika kembali melanjutkan perjalannya yang tertunda. Pak Mukhlis hanya bisa menatap nanar punggung wanita itu. "Hah," pak Mukhlis menghela nafas, "Kena marah tuan lagi." Chika berhenti di depan pintu kamar yang tertutup. Kamar Daniel yang terletak di lantai 2. Chika tersenyum manis, kemudian merapikan rambutnya sebentar. Chika mengangkat tangannya ingin mengetuk pintu, "Dan-" namun ia mengurungkan niat, dan menurunkan kembali tangannya. "Gue, kan calon nyonya disini. Ngapain gue harus ngetuk pintu kamar yang suatu hari nanti bakalan jadi milik gue." Chika tertawa kecil, "Hahaha beg* lu Chik,"ia menertawakan dirinya sendiri. Cklek! Chika membuka pintu kamar Daniel yang terang benderang. "Hah, kangen kamar ini." Chika menggeret kopernya masuk, dan menyandarkan kopernya di dinding. "Daniel kemana ya?" "Kok sepi." Selang tak berapa lama suara shower terdengar menyala di kamar mandi. Chika menyunggingkan senyuman. Pria itu sedang mandi rupanya Chika ingin meluapkan rasa lelahnya dulu. Ia memutuskan berbaring di ranjang king size Daniel. Apakah Daniel mengizinkannya tidur disini? Tentu saja tidak. Masuk ke kamarnya saja tidak boleh. Terakhir kali ia berada di ranjang Daniel, ketika mereka saling berc*mbu mesra. Dan saat itu Davina melihatnya. Chika berbaring terlentang, menatap langit-langit kamar. Termenung memikirkan banyak hal. Perselingkuhan mereka di belakang Davina. Dan perjalanan persahabatan mereka yang kandas begitu saja. Chika selalu merasa. Davina adalah dalang atas semua kehancurannya. Davina menghancurkan hatinya. Menghancurkan kehidupannya. Dan menghancurkan kebahagiaannya. Yang Davina tahu Daniel berselingkuh dengannya, sejak skandal itu terkuak dan terlihat oleh mata kepala Davina sendiri. Padahal saat itu sebenarnya. Chika sudah merencanakan matang-matang cara mereka berpisah. Saat Anniversary ke-5, Chika yang tahu tanggal jadian Davina dan Daniel. Berencana akan membuat perayaan spektakuler untuk mereka berdua. Yang mungkin mereka tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi. Chika membuat Daniel mabuk dan memasukan obat perangsang membuat tubuh Daniel kegerahan dan menggeliat panas. Dan saat itu Chika mengecek ponsel Daniel ada pesan masuk dari Davina. Daniel kamu ada di rumah? Chika tersenyum miring, kemudian membalas pesan singkat itu. Ada. Kamu jangan kemana-mana ya. Daniel mulai kegerahan dan ter*ngsang. Pandangannya berubah, ia melihat Chika seperti Davina. Sejujurnya Daniel tidak pernah berbuat macam-macam pada Davina tapi obat itu bereaksi begitu kuat. Dan memudarkan pandangannya beserta akal sehatnya. Dan akhirnya terjadilah sesuatu yang tidak diinginkan. Dan Davina melihat semuanya. Banyak realita yang terjadi antara hubungannya dengan Daniel. Yang mungkin menjadi teka-teki belum terpecahkan. Bagaimana Daniel bisa berselingkuh dengan Chika, sementara Daniel saja tidak menyukainya. Tentu saja itu hal yang mudah bagi Chika. Ia tinggal menyerang kelemahan Daniel saja. Daniel orang yang plin-plan dan tidak bisa menolak. Ia berpacaran dengan Davina, namun juga main belakang dengan Chika. Main belakang dalam artian, pacaran. Chika memintanya untuk berpacaran dengan alasan orang tuanya meminta ia membawa laki-laki ke rumah. Dan ia meminta Daniel jadi pacarnya. Dan Daniel hanya manggut-manggut saja. Tidak tahu bahwa itu adalah sebuah jebakan. Niatnya Daniel hanya menolongnya sementara waktu. Tapi ia malah terjerumus sejauh ini. Begitu rumit konflik diantara cinta segitiga mereka. Dan setelah Dion masuk menjadi cinta segi empat. "Ngapain kamu disini?" Suara berat itu membuat Chika menoleh. Ia menatap Daniel yang baru saja keluar dari kamar mandi mengenakan bathrobe. Terlihat dari wajah Daniel. Ia benar-benar tak menginginkan gadis itu disini. Chika bangkit dari ranjang. Dan duduk menatap Daniel yang berdiri satu meter dari hadapannya. "Kangen, makanya kesini." Daniel membuang muka, lalu berjalan melewati Chika. Menuju lemarinya. "Kamu ga mau nanya kabar aku? Beberapa Minggu kita ga ketemu." "Ga perlu." Daniel mengambil beberapa helai pakaiannya. "Aku bawa banyam oleh-oleh buat kamu." "Hemm." Daniel berjalan menuju kamar mandi membawa pakaiannya, tidak mungkin kan ia berganti baju disini. "Nanti kita makan bareng ya." Bam...! Pintu kamar mandi tertutup. Menyisakan Chika sendirian. Ia sudah terbiasa seperti ini. "Daniel cuma perlu waktu buat mencintai gue." "Semangat Chik. Semangat." Sejujurnya, hati Chika merasa nyeri saat itu. Tapi, mau bagaimana lagi. Daniel memang tak pernah memandang ke arahnya. ***** Dion menghela nafas panjang, menatap pantulan tubuhnya setengah badan di cermin wastafel. By the way, cermin ini dirancang untuk ukuran tubuh Dion yang tinggi. Berbeda jika Sena berkaca di wastafel kamar mandi. Tubuh Sena yang pendek hanya terlihat sampai batas leher saja. Saking tingginya kaca wastafel. Dion mengoleskan odol di sikat giginya, kemudian menyikat gigi depannya. Dion menatap pantulan wajah tampannya. Kejadian kemarin terngiang-ngiang di otak Dion sampai tidak bisa tidur. Sulit dipercaya otaknya menjalar kemana-mana. Hal yang umum untuk laki-laki sih. Tapi jika Sena benar-benar menyerahkan bagaimana. Astaga Dion, apa yang kau pikirkan. Jujur, Dion tidak bisa tidur semalaman. Hingga membuat kantung matanya terlihat jelas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD