Suara dentingan piring terdengar berisik di ruang makan. Mereka sibuk dengan kegiatan makan masing-masing. Mario yang mengambil nasi porsi kuli dengan ayam rica-rica, rendang, perkedel, sop daging, sate sosis, ayam goreng, kerupuk semuanya menumpuk di satu piring. Sena yang sedang menyuapkan makanan dengan ayam rica-rica, sate sosis, dan rendang. Diana yang sedang menikmati makanannya dengan beberapa lauk dan kerupuk.
Dan Mira yang menambah nasi berkali-kali, tak terhitung. Mumpung makan enak, gratis lagi bisa makan sepuasnya. Hitung-hitung isi perut setelah jalan marathon kesini.
"Ayo makan yang banyak, ga usah malu-malu," ucap Mama Dion ramah. Diana menyendokan paha ayam rica-rica dan meletakkannya di piring Sena.
"Mama," ucap Sena terkejut, saat sebuah paha ayam mendarat di piringnya, "Lauk Sena masih banyak padahal belum abis."
Rendang dan d*da ayam bahkan belum tersentuh sudah ditambah lagi.
"Gapapa sayang, biar kamu sehat dan bergizi. Mama seneng kalo kamu sehat. Makan yang banyak ya sayang."
Sena mengangguk senyum, menerima perlakuan hangat dari mertuanya, "Iya ma."
"Masakan Tante enak yah, Sering-sering masakin kita kayak gini boleh jug," ucap Mira dengan mulut penuh makanan.
"Kalian suka?"
"Suka," jawab mereka kompak.
Diana terkekeh, lalu menyendokan nasi ke mulutnya.
"Kira-kira boleh dibungkus ga tan?" Kalau ada sisa gitu, hehehe," ucap Mira yang langsung dapat senggolan dari Mario.
"Kenapa?" tanya Mira dengan mulut yang menggembung, penuh makanan.
"Lu makan apa doyan anj*r minta bungkus, dikira warteg," ucap Mario.
"Lah emang ngapa? Gapapa, kan, tan?"
Diana tertawa kecil, "Gapapa, kalau mau, biar pembantu tante yang bungkusin."
"Tuhkan tante Diana aja mau."
"Papa kemana ma?" tanya Sena. Ehm papa? Entah dapat keberanian darimana Sena sudah memanggil papa.
"Ya ampun lucu banget manggil papa," ujar Diana senang, "Padahal kamu belum pernah ketemu ya."
Wajah Sena tiba-tiba memerah.
"Papanya Dion lagi di Jerman ngurusin bisnis. Nanti kalau udah pulang, kamu ketemu ya. Mau, kan?"
Sena mengangguk, "Mau ma."
Jujur saja saat itu Sena merasa gugup, ia belum pernah bertemu dengan ayahnya Dion. Tapi jika memang ditakdirkan bertemu, ia harus ngomong apa ya. Pasti rasanya gugup sekali.
*****
"Kamu mau liat kamarnya Dion gak?"
Sena mengangguk antusias, "Mau mau," ujarnya tersenyum.
"Yuk, ikut Mama."
Sena dan Diana berjalan menapaki anak tangga satu persatu. Setelah puas berkeliling rumah berdua sambil berbincang-bincang, Diana memutuskan untuk mengajak menantunya ke kamar Dion.
Jika bertanya kemana Mira dan Mario, mereka sedang sibuk bermain PS di ruang keluarga. Biasanya rival Mario adalah Sena kalau soal game, tapi sekarang rival Mario musuh bebuyutannya di dunia nyata. Jika mereka berdua sudah bermain game bisa dipastikan, kan seberapa kisruhnya mereka.
"Dion itu anaknya tertutup sama seperti ayahnya. Ga ada yang boleh masuk kamarnya bahkan pembantu sekalipun."
Sena dan Diana mengobrol santai berjalan di atas tangga.
"Kenapa gitu ma?"
"Dion ga suka terang-terangan, apalagi soal privasi. Makanya Mama seneng banget pas Dion memutuskan untuk berhubungan lagi. Kamu jangan pisah sama Dion ya, Dion itu kalau udah jatuh cinta sama satu wanita, ya tetap satu aja."
Mereka pun berhenti di depan pintu kamar yang tertutup rapat. Diana mengeluarkan kunci di balik saku bajunya, lalu memasukan anak kunci tersebut.
"Gapapa ma kita masuk kamar Dion? Apa Dion ga marah?"
Cklek…!
Pintu pun terbuka memperlihatkan ruangan gelap, Diana menekan tombol sekring lampu yang berada di dinding sebelah pintu.
"Dion ga akan marah sama kamu. Terlebih lagi dia cinta sama kamu."
Sena memasuki kamar Dion, mengekori Diana dari belakang. Wangi khas parfum Dion di apartemen sama persis dengan wangi kamarnya disini.
"Ini kamarnya … rapi, kan?" ucap Diana lalu duduk di ranjang empuk Dion.
"Iya ma rapi banget," jawab Sena tersenyum. Sena menghentikan kakinya di meja yang tersusun berbagai macam foto Dion.
Tuh, kan Sena bilang apa, Dion itu tidak suka memajang foto di ruang tamu atau tempat-tempat lain, kecuali di kamar.
Sena mengambil sebuah bingkai berwarna cokelat. Menatap seorang anak kecil yang tersenyum ke arah kamera. Di mulutnya penuh dengan cokelat, dan di tangannya memegang sebuah piala juara satu.
"Itu Dion waktu umur 5 tahun menang lomba taekwondo se-Jakarta. Dia seneng banget waktu dikasih hadiah cokelat, sampai belepotan gitu mulutnya," Diana tertawa mengingat kenangan lama itu.
Sena ikut tertawa mengelus-elus wajah anak kecil itu, "Dion lucu ya ma waktu kecil."
Diana mengangguk setuju, "Iya hahaha," jawabnya tertawa kecil.
"Sena, sini duduk samping Mama," Diana menepuk-nepuk sebelahnya.
Sena pun menurut dan ikut duduk di ranjang Dion sambil memeluk bingkai Dion.
Diana mengelus-elus rambut Sena penuh kasih sayang, menatap sosok wanita yang berhasil mencuri hatinya sebagai mertua. Sosok yang ia yakini sebagai wanita terbaik untuk anaknya.
"Kamu … suka Dion?" tanya Diana lembut.
Sena mengangguk senyum, "Banget."
"Mama berharap kalian bisa menjadi cinta abadi sampai ke surga."
*****
Hari ini Sena tidur di ranjang Dion. Bukan di rumah Dion, tapi di apartemennya. Sena menatap langit-langit kamar. Kepikiran dengan ucapan Diana tadi.
Setelah pulang dari rumah Dion, mereka seperti habis memborong makanan di restoran. Mira membawa banyak kantong yang berisi makanan ke apartemen.
Dan Mario memutuskan menginap disini.
Kini dua orang tersebut sedang ribut main PS di luar, karena dendam kesumat. Mira yang kalah saat di rumah Dion, kini membalasnya saat sampai di apartemen.
Sena menaikan tinggi-tinggi liontin berlian berwarna biru berbentuk love. Liontin itu bersinar indah di bawah cahya lampu.
Diana membuka liontin blue diamond yang melingkar di lehernya, kemudian memasangkannya di leher Sena.
"Sekarang liontin ini punya kamu."
Sena menatap liontin yang melingkar di lehernya, "Kenapa begitu ma?"
"Kalung ini bermakna cinta abadi yang diwarisi turun temurun dari neneknya Dion. Kamu orang yang dipilih Dion untuk bersama dengannya selamanya," ucap Mama Dion tersenyum haru. Kalung yang ia jaga berpuluh-puluh tahun, harus diwarisi sekarang.
Kalung itu adalah berlian langka yang melambangkan cinta sejati.
Sena mengenggam liontin itu erat-erat, "Sena janji akan jadi wanita yang baik buat Dion, ma," ucap Sena tersenyum.
*****
"Jangan senggol-senggol Avatar gue anj*r, jatoh mulu nih. Ah lu mah curang," protes Mira dengan mata yang terfokus pada layar, dan tangannya sibuk menekan-nekan Joystick.
"Lu nya aja yang cupu. Gue berasa tanding sama anak bayi," jawab Mario fokus melihat layar, dan fokus juga membanting Avatar Mira berkali-kali.
"Apa lo bilang?! Anak bayi? Wah gatau seberapa professionalnya gue main game."
"Heleh, Sena masih pro diajak main game. Seimbang. Nah ini anak bayi versus orang dewasa ya ga bakalan bisa bosqu."
"Bacot anj*r. Liat aja gue bakalan menang!"
"Gimana mau menang, Avatar lu disenggol dikit jatoh, letoy banget."
"Gausah ngehina Avatar gue anj*r. Avatar gue seengganya warna pink, lebih kiyowo daripada punya lu. Suram."
"Warna doang pink, tapi ga ada tenaganya."
Kiyowo = imut (bahasa Korea)