PART 84 - CABANG BAYI

1057 Words
PART 84 - TELAH SIAP REVISI Ting nong! Sena yang sedang menyisir rambutnya di depan cermin terhenti saat mendengar suara bel di luar. "Siapa?" tanya Sena bingung. Perasaan Mira baru pergi satu jam yang lalu, masa sudah pulang saja. Tapi masa sih itu Mira? Bukankah Mira sedang berkencan dengan calon jodohnya. Dion? Tidak mungkin. Mario? Ehm- bisa jadi pria itu. Kemarin malam Mario tidak menginap disini, barangkali Mario memutuskan datang pagi ini. Tak ingin bergelut dengan rasa penasarannya. Sena meletakan sisir, dan keluar dari kamar. Seharian ini Sena mencuci semua peralatan tempat tidur Dion yang kotor karena kecerobohannya. Ia juga sudah mengganti bathrobe dengan baju santai. Rencananya selama Mira pergi. Sena bebas berkutat dengan pelajarannya. Menghafal, membaca, menulis, dan melukis untuk memberikan Dion kejutan. Ting nong! "Iya sebentar." Sena melewati ruang tamu, dan menghentikan langkahnya di depan pintu. Mira bilang, jangan membukakan pintu pada orang asing. Tapi Sena lupa apa yang Mira bilang, yang ia ingat hanyalah Mira yang meminta izin pergi kencan. Tanpa pikir panjang, Sena membukakan pintu apartemen. Bum…! Tiba-tiba saja ponsel dengan lambang apel digigit terjatuh ke lantai. "Kam-kam-kam-kamu?" Dua orang wanita sosialita yang berdiri di depan pintu shock melihat Sena. Mereka menunjuk Sena, dan bicara terbata-bata. "Kam-kamu." Sena hanya tersenyum polos seperti anak kucing minta dipungut, "Hai," ucap Sena melambaikan tangannya ke kanan-kiri. "Aku Sena," ucap Sena memperkenalkan diri. "Oh iya," Sena baru sadar. Ponsel wanita itu, kan terjatuh. Sena pun berjongkok, memunguti ponselnya. Kemudian berdiri lagi. "Hapenya jatuh," ucap Sena tersenyum menyodorkan ponsel. "Kam-kam-kamu ... aahh ..." Wanita paruh baya yang memiliki wajah awet muda, tiba-tiba jatuh pingsan. Untungnya wanita di sebelah, buru-buru menangkap tubuhnya sebelum jatuh ke lantai. "Diana, Diana bangun ..." Puk puk puk, wanita di sebelah yang umurnya tidak jauh dari Diana menepuk-nepuk pipi Diana. "Loh kok tiba-tiba bobo?" tanya Sena polos. "Tolong bawa masuk saudara saya. Berat banget nih kayaknya kebanyakan dosa," ucap wanita itu masih sempat-sempatnya melawak. "Iya," Sena mengangguk, lalu membantu ibu paruh baya itu, membawa wanita yang bernama Diana ke dalam. Mereka pun memapah Diana masuk ke apartemen. ***** Setengah jam pun berlalu. Sena duduk di atas sofa, diinterogasi oleh dua orang wanita asing berumur 45 tahunan lebih, namun wajahnya awet muda, seperti 30-an. "Jadi kamu istrinya Dion?" tanya Diana yang berdiri di depan Sena. Dewi yang juga ikut berdiri di samping Diana, juga ikut menginterogasi Sena. "Kapan kalian menikah?" tanya Dewi. "Tanggal berapa, dimana, dan jam berapa?" tanya Diana. "Bagaimana rasanya malam pertama?" ucap Dewi penasaran. "Apa kalian sudah membuatkan cucu untukku?" tanya Diana menyipitkan matanya. "Laki-laki atau perempuan?" lanjut Dewi. "Kapan cucuku akan lahir?" sambung Diana. Sena menatap keduanya bergantian, "Ha?" tanya Sena bingung tiba-tiba dicerca banyak pertanyaan. Diana tersenyum kegirangan, lalu duduk di samping Sena, "Ya ampun mantuku, gausah malu-malu meong gitu. Panggil aku mama." Dewi pun ikut mendaratkan bok*ngnya di samping Sena, "Kita ini mertua kamu. Hihihi. Aku tau sekarang kenapa Dion menyembunyikan istrinya. Karena istrinya secantik ini." "Benar, Dion pasti ga mau istrinya diambil orang," sambung Diana, ibunya Dion. "Ga nyangka ya keponakanku diem-diem perkasa juga. Buktinya udah nikah. Cantik lagi istrinya." Mereka merapatkan duduknya, sampai tak ada jarak sama sekali. Sena yang berada di tengah-tengah, merasa sesak. Diapit begitu. "Nghh- maaf ini ... Duduknya kedeketan." "Aduh mantuku, gapapa kok. Apalagi kalau lebih dekat kayak gini ya, kan? Supaya tak ada jarak di antara kita," jawab Diana kembali menggeserkan pinggulnya. "Benar," balas Dewi juga merapatkan duduknya. Bukannya lega, malah tambah sesak. Mau kabur juga tidak bisa. Alhasil Sena pasrah saja. "Tuh, kan Diana apa aku bilang. Dion borong bra sebanyak itu untuk istrinya. Bener, kan dugaanku. Dion itu udah punya istri." "Iya bener," balas Diana tersenyum lebar. "Gapapa ga dapat undangan dari Dion, yang penting Dion udah punya istri. Itu tandanya dia gajadi jomblo seumur hidup, yeeee," ujar Dewi bertepuk tangan riang. "Yeeeeeee!" sahut Diana bertepuk tangan. "Kita harus merayakan ini!" ucap Dewi semangat. Sena yang bingung harus apa, ikut-ikutan saja, "Yeee ..." ucap Sena bertepuk tangan pelan. Diana tersenyum, lalu mengelus-elus perut datar Sena, "Jadi disini udah ada isinya belum?" Mari kita putar peristiwa setengah jam yang lalu sebelum mereka pergi kesini. "Dor!" Byur...! Diana yang sedang minum kopi panas, langsung menyemburkan kopinya. "Hah hah panas panas," Diana mengayunkan tangannya, merasa lidahnya melepuh. "Hehe," Dewi menggaruk-garuk rambutnya, "Aku kira lagi ga minum kopi." "Aduuuh. Makanya lihat-lihat dulu dong! Panas nih, melepuh. Ngagetin aja si! Ini kopi dibikinnya pakai air mendidih tau." "Ya maap. Kan ga tau." "Lagi ngapain sih kesini pagi-pagi?" Ganggu ketenangan orang aja," protes Diana. "Kak. Ke rumah Dion yok." "Ngapain? Gabut banget. Mau selidiki istri Dion lagi? Kan aku udah bilang. Dion itu ga ada istri. Pacar aja ga punya. Apalagi istri." "Udah ikut aja. Siapa tau aja ada. Anggap aja iseng-iseng berhadiah gitu." "Males. Mendingan di rumah santai-santai, nonton Drakor atau main toktok," ucap Diana ibu-ibu gaul masa kini. "Toktok mulu. Udah bau tanah juga." "Idih enak aja. Masih muda gini 47 tahun dibilang bau tanah. Udah kamu aja sendiri. Aku ga mau ketemu Dion sebelum itu anak bawa pacar ke rumah. Sakit mataku ngeliat dia sendirian Mulu kayak tiang listrik." "Iya, makanya ikut aku. Buat buktiin kalo Dion itu udah punya istri. Aku liat sendiri kok, Dion ngeborong banyak bra." Diana menghela nafas, "Dewi ... Kan aku udah bilang. Semenjak Dion putus dari pacar pertamanya. Dia mau jomblo aja seumur hidup. Kemungkinannya cuma 1% Dion mau punya istri." "Ayo kita buktiin kalo omonganku itu bener, kalau aku bener, kamu harus nurutin apa yang aku mau," ucap Dewi dengan nada menantang Diana menatap Dewi, tak mau kalah, "Ayo siapa takut." Sena kira kedua wanita ini akan pulang. Ternyata tidak. Mereka malah menyuruh Sena duduk di kursi makan, dan mereka sibuk memasakkan makanan untuk Sena. "Bu, enghh- gausah gini-" ucap Sena merasa tak enak. Mereka yang tamu, malah mereka yang sibuk. Dan Sena malah disuruh santai, menunggu makanan matang. "Aduh ... mantu. Udah berapa kali ibu mertua bilang, panggil mama," jawab Diana yang sedang mengaduk-aduk nasi goreng di wajan. "Iya bener sayang. Dan panggil aku tante ... Tante Dewi," jawab Dewi yang sedang mengerok isi alpukat dan memasukannya ke dalam blender. "Tap-tapi Sena ga enak. Cuma duduk-duduk santai aja. Kalian, kan tamu. Masa kalian yang kerja." "Aduh gapapa mantu, kamu istirahat aja, biar cabang bayi di dalam perut kamu sehat-sehat aja." Sena menaikan satu alis, bingung, lalu melihat perutnya yang masih rata, "Cabang bayi?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD