Episode Satu

605 Words
Keysha POV Kuliah sambil bekerja nyatanya tak semudah yang kubayangkan. Karena kita harus bisa membagi waktu antara mengerjakan tugas dan bekerja. Dan yang pasti tugas kuliah itu tidak sedikit. Aku bahkan sering membawanya ke tempat kerja untuk mengerjakannya disana, karena kalu tidak begitu, aku tidak yakin bisa menyelesaikannya. Selain itu kalian harus punya tenaga lebih, beruntung selama ini aku tidak pernah sakit. Lagipula jika aku sakit, siapa yang akan merawatku, jika sanak saudara pun tidak ada. Sempat terpikir di benakku untuk berhenti bekerja karena lelahnya, tapi jika aku berherti. Bagaimana caranya diriku untuk makan. Dan lagi jika aku berhenti kuliah, maka hidupku tidak akan berubah. "Key, antar pesanan ke meja 13 ya?" "Aku." Tanyaku memastikan. "Iya kamu siapa lagi, udah aku mau bikin pesanan orang lain lagi." "Arggghhh, selalu saja aku yang mengantarnya." Bukannya aku tak mau, tapi orang yang ada di meja itu pastilah orang yang sama dengan pesanan yang sama pula dan jangan lupakan warna pakaian yang tidak berubah meski berganti model. "Gotcha." Benar kan dugaanku. Disana sedang duduk laki-laki yang terlihat sangat tampan dengan rahang tegasnya, hidungnya mancung, dengan warna rambut kecoklatan. Warna matanya yang biru seperti lautan. Banyak gadis yang terpikat kepadanya, tapi tentu saja hal itu tidak termasuk diriku. Hey lihatlah warna pakaiannya yang selalu hitam. Oke catat itu, sungguh warna yang membosankan. Beruntung wajah tampannya mampu menolongnya. Kali ini dia memakai kemeja hitam yang digulung kesiku dengan celana jeans berwarna krem. Ya untunglah sekarang dia tidak memakai celana hitam lagi. Walaupun harus kuakui penampilannya selalu tidak mengecewakan. Sudahlah kenapa aku memikirkan hal yang tidak penting itu. "Pesanan anda Sir, Espresso." Aku lalu meletakkan pesananku di mejanya, dan pria itu hanya bergeming melihatku. Penampilanku tidak ada yang salah kan. nametag ada, pakaian sudah disetrika, rambut terikat rapi, dan sepatuku terlihat bersih. Sepertinya penampilan terlihat wajar. Tapi kenapa dia terus memandang tajam ke arahku. Hey aku tidak pernah ditatap seperti itu. "Selamat menikmati, Sir." Ucapku setelah meletakkan pesanannya. Karena jengah, aku segerah membalikkan tubuhku. Sayangnya aku terjatuh tepat setelah berbalik membelakanginya. Entah karena aku yang teledor atau karena nasib sial sekarang berada di pihakku. "Arghh." Tapi tunggu kenapa aku tidak merasakan sakit, apakah lantainya sudah diganti dengan spons. Tunggu aku merasakan tangan kekar di perutku. Aroma musk langsung menyeruak ke dalam hidungku, nyaman sekali. Rasanya seperti pulang ke rumah. Perlahan kubuka mataku. "Hahh." pekikku kaget Karena ternyata aku sedang berada di dalam dekapan pria itu. Sontak saja aku segera melepaskan diri. "Maaf Sir dan Terima kasih." "Hati-hati." Timpal pria itu dengan nada datar. Dan Baru kali ini aku mendengarkan suaranya, yang terdengar berat dan maskulin. Sial kenapa aku malah berpikiran seperti itu. Setelah itu aku segera berbalik pergi dengan sebelumnya memberi anggukan kepala kepadanya. Sekilas kulihat rahangnya mengeras, seperti menahan sesuatu. Apa dia marah karena aku menyebabkan kekacauan tadi. Entahlahhh aku tidak tahu. Oke Key, semangat bekerja untuk hari ini. "Ciyeeee-ciyeee, habis pelukan sama Babang tampan." Ledek Diana. Diana adalah sahabatku disini, Gadis mungil dengan rambut panjang hitamnya. Dia lebih terlihat seperti anak SD daripada seorang gadis berumur 20 tahun. "Siapa yang dipeluk, tadi aku nggak sengaja jatuh terus ditolong sama Dia." "Bohong kamu, but You know what? Saat kamu ditolong sama Mr tampan, banyak yang melihat iri ke kamu." Iri darimana coba yang ada aku malah malu, dan sialnya kenapa jantungku ikut berdetak kencang. Ya mungkin karena kaget saja. "Up to you Diana, sudahlah kita kembali bekerja." Seruku padanya. "Hey Keyna, aku belum selesai bicara. Sepertinya Mr Handsome sekarang terus melihat ke arahmu." Teriakan Diana masih bisa kudengar. Padahal aku sedang berada di dapur restoran. Pintu dapur ini dilengkapi jendela kecil untuk melihat kearah luarbenarkah dia melihatku. Tapi karena apa, jangan-jangan karena kejadian tadi. Apa dia marah. Perlahan kubalikkan tubuhku untuk melihatnya. Deg Mata itu, aku bertemu pandang dengan mata biru itu. Dia menatapku tajam tanpa berkedip. Jantungku berdetak semakin kencang, antara takut dan entahlah aku bingung. Segera kuputuskan kontak mata kami. Arggg sial, besok-besok aku tidak mau mengantar pesanan ke meja itu lagi. **** Tbc -13 Juni 2019-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD