Part 13

1088 Words
“Seorang pria?” Arsen mengulang informasi yang dilaporkan pengawal yang membuntuti Fherlyn. Ya, dengan kecerobohan dan ditambah keras kepala wanita itu, Arsen sudah menduga wanita itu akan terlibat kecelakaan. Kombinasi yang lengkap dengan gejolak emosi bernama kesedihan yang membuat air mata wanita itu menghalangi fokus ke jalanan. Kemungkinan terbesar Fherlyn bisa mengakibatkan kecelakaan beruntun. Beruntung jalanan tempat kecelakaan ringan yang dialami Fherlyn adalah jalanan yang sepi. Meski kerusakan yang pada mobil korban cukup parah, setidaknya nyawa mereka berdua masih ada. “Ya, Tuan. Dan sepertinya nona Fherlyn mengenali orang tersebut. Keduanya tampak begitu akrab dan berbincang dengan hangat. Nona Fherlyn mengantarnya ke gedung apartemen yang sepertinya tempat tinggal orang tersebut.” Pengawal itu menjelaskan dengan sedetail mungkin. ”Nona Fherlyn juga membiarkan pria itu menyetir mobilnya. Keduanya terlihat senang dan ...” “Siapa dia? Apa kau sudah mencari tahunya?” potong Arsen memaki dirinya sendiri karena tak bisa menahan diri akan rasa penasarannya tentang siapa pria yang dijelaskan panjang lebar dan membuatnya berdecih akan sikap Fherlyn pada pria tersebut. Yang dengan begitu mudahnya membiarkan pria lain naik ke dalam mobil. “Aldric William. Direktur Pemasaran MH. Sepertinya Anda mengenalnya, Tuan.” Arsen menggusurkan kelima jarinya di antara rambut kepalanya. Tentu saja. Senior Fherlyn di universitas yang sekarang bekerja padanya. Pria cukup tampan yang memiliki tinggi sedang dan otak cemerlang. Jalan karir pria itu yang mulus mengingatkan akan dirinya sewaktu muda. Kerja keras dan kelihaiannya menarik perhatian Andrew Cage hingga pria paruh baya itu memercayakan posisi CEO padanya. Sama sepertinya, Aldric William adalah aset berharga bagi MH. Yang sialannya menyimpan perasaan pada Fherlyn meski Fherlyn tak cukup peka untuk menyadarinya. Dan mereka secara kebetulan bertemu dalam sebuah kecelakaan karena kecerobohan Fherlyn? Sungguh kebetulan yang mencurigakan. Namun, Arsen terpaksa menerima pertemuan itu adalah murni sebuah kebetulan karena bukti-bukti yang diungkapkan oleh pengawalnya yang tak bisa ia sanggah. Jadi mereka bersenang-senang di belakangnya? Pria itu menghibur hati Fherlyn yang sedang dipenuhi kegundahan hingga mampu membuat wanita itu tersenyum. Di saat ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Fherlyn selama dalam perjalanan. Sungguh keterlaluan. “Dan sekarang nona Fherlyn sudah kembali ke rumah keluarganya dengan selamat,” lanjut pengawal itu menjelaskan. “Apakah saya perlu memeriksa kerusakan mobil tersebut? Atau mencari tahu luka yang dialami oleh nona Fherlyn.” “Itu bukan urusanku!” bentak Arsen frustrasi. Lalu memutus panggilan dan membanting ponselnya ke lantai. “Sialan! See, ia hanya membuang waktu dan tenaga hanya demi memikirkan Fherlyn.   ***   “Ya, aku baik-baik saja, Aldric.” Fherlyn meyakinkan Aldric sambil mengelap wajahnya yang basah dengan handuk. Kemudian memutar tubuhnya dan bersandar pada pinggiran wastafel. “Aku merasa sedikit sakit di bagian leherku. Sepertinya kau juga harus memeriksakan diri ke dokter.” Fherlyn terkesiap. “Benarkah? Seharusnya aku mengantarmu ke rumah sakit lebih dulu.” “Tidak perlu. Besok atau lusa pasti akan membaik. Bagaimana denganmu?” Fherlyn menatap lebam di lengannya yang baru ia ketahui ketika mengganti pakaian. Ia tak ingat di mana mendapatkan luka itu. “Aku baik-baik saja. Bahkan mobilku hanya mendapatkan sedikit lecet.” Hembusan napas lega terdengar dari seberang. “Syukurlah kalau kau baik-baik saja.” Fherlyn mendengar decit pintu kamarnya yang terbuka. “Aldric, sepertinya aku harus pergi. Aku akan mengabarimu begitu mendapatkan kepastian dari bengkel.” “Okey. Bye.” “Bye.” Fherlyn bergegas keluar kamar mandi. Melihat Darren yang berjalan menuju sofa dan duduk sambil meletakkan kedua kaki di meja. “Apa mobil itu milik Aldric?” Fherlyn mendorong kaki adiknya dari meja. “Kapan mobilnya selesai diperbaiki?” “Pria itu masih mendekatimu?” Darren berdecak tak suka. “Kau harus menjaga jarak dengannya, Fherlyn. Sebentar lagi kau menikah tapi masih membiarkan pria lain mendekatimu.” “Kami hanya berteman. Dan itu bukan urusanmu.” Fherlyn mendelik pada Darren. “Kapan mobilnya selesai?” Darren memutar mata jengah. “Kau benar-benar wanita yang tak peka. Siapa pun bisa melihat burung beterbangan di matanya ketika menatapmu. Apa kau benar-benar sematirasa itu padanya?” “Diamlah, Darren.” Fherlyn menendang kaki Darren yang mulai kembali naik ke meja. “Bersikaplah sopan saat di tempat orang, Darren,” desisnya. “Kau kakakku.” Fherlyn mendengkus. Menunduk menatap layar ponselnya dan menghubungi panggilan cepat nomor satunya. “Ma, apa mama ingin berbelanja? Aku tahu butik baru di pusat kota yang sepertinya ...” “Sialan kau, Fherlyn.” Darren melompat merebut ponsel yang menempel di telinga Fherlyn. “Kau bisa mengambilnya tiga hari lagi. Puas?” jawabnya dengan kesal. Membanting ponsel Fherlyn di sofa seberangnya dan kembali duduk. Senyum kemenangan tertahan di kedua sudut bibir Fherlyn. “Itulah sebabnya kau harus berhenti bermain-main, Darren.” “Ya, tadinya aku berniat berhenti setelah kau menikah. Tapi sepertinya aku bisa melakukannya setelah anakmu menikah,” sengit Darren melempar bantal ke wajah Fherlyn. “Siapa yang tahu anakmu hidup di luar sana tanpa mengetahui keberadaanmu.” “Aku tidak seteledor dirimu.” Huffttt ... Fherlyn mengangguk-angguk mengerti. Berdiri dari duduknya dengan gerakan perlahan. Lalu berlari sekencang mungkin ke arah pintu sambil berteriak, “Ma, aku tahu dengan siapa sekarang Darren ...” “Sial!” Darren melompat berdiri. Mengejar Fherlyn dan bersumpah akan merobek mulut ember wanita itu.”   ***   Fherlyn menatap murung ponsel dalam genggamannya. Sepuluh kali lebih panggilannya tak dijawab oleh Arsen. Untuk hari ini. Pria itu sungguh tak mengijinkannya bertemu dengan Adara. Bahkan hanya sekedar menghubungi lewat ponsel. Hingga pagi menjelang upacara pernikahan, Arsen sama sekali tak menjawab apalagi menghubungi dirinya. Seolah hilang ditelan bumi. Fherlyn bahkan berpikir pria itu tengah membalas dendam untuk membatalkan pernikahan secara sepihak. Apakah Arsen benar-benar akan membatalkan pernikahan mereka dan tak membiarkannya bertemu dengan Adara? Untuk selamanya. Fherlyn dilanda kegugupan memikirkan Arsen sungguh-sungguh melaksanakan ancaman tersebut. Sekali lagi Fherlyn menghubungi nomor Arsen. Tangannya mulai bergetar ketika menempelkan ponsel di telinga. Satu tangannya menempel di bibir dan giginya menggigit-gigit ujung jemarinya. Satu deringa, dua deringa, tiga deringan, dan sama sekali tak ada sahutan dari seberang. Tak menyerah, Fherlyn mencoba sekali lagi. Ia tahu saat ini Arsen pasti menikmati ponsel pria itu yang berkedip karena panggilan darinya. Fherlyn sudah tak memikirkan bagaimana ia mempermalukan dirinya sendiri pada pria itu. Karena ia memang sungguh berputus asa. “Fherlyn?” Fherlyn tersentak dan kontan hampir membanting ponselnya ke meja rias. Ia berdiri dan memutar tubuhnya menghadap mamanya yang muncul di balik pintu. Finar berjalan masuk sambil membawa buket bunga miliknya di tangan dan menyerahkan pada anaknya. “Apa Arsen sudah menelponmu? Mereka seharusnya sudah datang satu jam yang lalu. Pendeta dan semua orang sudah bersiap di bawah.” Fherlyn melirik ponselnya yang tergeletak di meja rias. Ia tak sanggup memberitahu mamanya tentang kabar buruk yang akan mengecewakan mamanya dan seluruh keluarganya. Bagaimana ia bisa mengatakan pada mamanya bahwa pernikahan ini akan dibatalkan tepat di hari H. “Arsen ...” Bibir Fherlyn membeku. Ia menggigit bibir bagian dalamnya untuk menahan gemetar yang mulai menyerang. “Arsen ...” “Kenapa dengan Arsen? Apa mereka terjebak macet?” Fhelryn menggeleng. Matanya mengerjap menahan air mata yang hendak keluar. Finar mengangkat wajah putrinya yang  tertunduk. Hatinya mencelos dan meremas kedua pundak Fherlyn untuk menenangkan putrinya. “Ada apa? Apa mobil mereka mengalami kecelakaan?” Fherlyn menggeleng lagi. Air matanya pecah dan ia langsung memeluk mamanya. “Maafkan Fherlyn, Ma. Dia sama sekali tak mengangkat panggilan Fherlyn. Sepertinya ...” Fherlyn terisak sekali. Melanjutkan racauannya di antara tangisnya. “Sepertinya Arsen membatalkan pernikahan kami.”   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD