Bab 25 Dongkol dan Ikhlas beda tipis

1008 Words
Setelah Claire keluar dari pekerjaannya. Maka Claire pun iseng. Dia ingin mengintip stories yang ada di aplikasi komunikasi stories yang diupdate oleh teman-temannya Karena penasaran yang tinggi maka ia mencoba untuk klik. Difoto tersebut menunjukkan bahwa sedang melakukan transfer gaji. Betapa nyesek hatinya Claire saat ia membaca dan melihat gambar itu. "Ya sebel banget deh masa gua resain semalam gak ada basa-basinya ngomongin soal gaji. Misal yaudah kalau begitu kita kasih gaji kamu nih. Ini malah hari ini gajian. Kayaknya ga adil banget deh,"dongkol Claire sendirian Mamanya pun lewat didepannya dan melihat wajah Claire yang berubah drastis. Dari ceria menjadi seperti lantai kotor dan penuh debu. "Kenapa kamu?"tanya mamanya "Kesel deh, Mam. Kan semalam aku tuh keluar dari pekerjaan ini. Masa hari ini aku kepo sama stories kakaknya. Dia pasang foto gajian. Kayak gak etis banget ini. Nyesek banget dan dongkol. Tahu gini aku tahan dulu deh gajiannya,"omel Claire sendirian Claire masih merasa dongkol dan bete karena ia masih tidak bisa menerima apa yang ada didepannya kini. Hatinya benar-benar ingin meledak dan mencabik orang yang berada disekitarnya. Ini sudah tidak adil. Tapi kalau dilihat dari kejadian sebelumnya Claire juga pernah mengalami hal yang serupa. Dimana dia ingin resain dan saat itu ada gaji tambahan sekitar lima ratus ribu. Makin dongkol lah hatinya. Tapi itu adalah sebuah pilihan. Bila ia mengerjakannya hati Claire menjadi tidak enak dan juga gelisah karena pekerjaan tersebut. Namun dalam pikiran Claire. Dia harus bekerja yang benar dan baik. Karena kalau uang dihasilkan dari yang tidak baik juga rasanya beda. Ada rasa tidak tenang dan ketakutan yang membayangi dirinya kemanapun ia pergi. Memang bekerja penting namun bekerja sebagai apa itu yang lebih penting untuk dipertahankan. Karena apa yang Claire kerjakan akan berdampak kepada orang terdekatnya yaitu keluarganya. Waktu itu Claire pernah bekerja disuatu perusahaan. Pekerjaan online juga, entah karena memang disana yang atmosfernya tidak enak maka Hans pun ikut terbawa. Setiap Claire bekerja, ada saja gangguan. Dari mulai Hans marah-marah dan melempar barang. Bahkan lainnya yang tak bisa dikatakan satu persatu. Claire merenung apakah yang dia lakukan ini sudah salah jalan atau dia memang belum berada di jalan yang benar? Dirinya merenung hebat. Bagi Claire mendapatkan uang dengan cara yang benar adalah jauh lebih penting daripada mendapatkan uang banyak namun bekerja seperti rodi dan juga tidak menenangkan hatinya. Claire memiliki prinsip. Kalau dia bekerja harus yang baik dan benar serta membawa damai. Kalau tidak nanti akan berpengaruh terhadap dirinya dan juga keluarganya. Claire jadi teringat pengalamannya. Waktu itu ia bekerja dari rumah. Karena tekanan yang cukup tinggi. Orang yang dirumah menjadi sasarannya. Saat itu mamanya sedang menghampirinya. "Udah coba mama diam!"bentaknya Claire tak sadar kalau dia sudah membentak mamanya. Jean terkejut saat Claire berkata seperti itu. Dia merasa yang sedang marah kepadanya bukanlah anaknya. Jean merasakan ada sesuatu yang sulit diungkapkan. Namun mulut serta bibirnya hanya bisa tertutup rapat. Semenjak kerja itu Claire lebih suka bekerja dari kamar. Namun ia bersikap tidak baik karenanya. Claire lebih sering marah, mudaj emosi dan memberontak kepada mamanya. Jean juga merasa tidak nyaman. "Claire kayaknya kamu harus keluar saja dari pekerjaan itu," "Tapi nanti dulu ma," "Kamu jadi suka marah-marah sekarang semenjak kamu gabung disana," "Iya, tunggu ya kalau aku udah gajian," "Kalau begitu terserah kamu ya," Jean tidak mau terlalu memusingkan urusan anaknya. Biarlah putrinya sendiri yang mengurus apa yang seharusnya. Lagipula putrinya juga sudah besar kan. Claire memang anak yang cukup keras kepala. Agar pikirannya berubah diperlukan waktu dan hari sehingga ia sedikit lebih melunak dari sebelumnya. Selain keras kepala, Claire juga orang yang cukup keras dalam mendebatkan sesuatu. Ia juga ingin dianggap jago dalam sesuatu. Karena keluarganya selalu merendahkan dan menindasnya. Setelah Claire berhari-hari merenung sambil bekerja maka ia memutuskan untuk resain meskipun dia keluar disaat gajian dan mendapatkan bonus tambahan. Uang mengejutkan itu seakan menjadi pemancing dirinya agar tidak jadi keluar. Claire pun melaporkan diri kepada ibunya lagi. "Ma, ini ada bonus gimana ya. Aku jadi bingung deh," "Udah kamu keluar aja sekarang, itu uang mancing kamu biar tetep disana. Jadi diundur lagi gitu acara resainnya. Memang pintar ya mereka bagi bonus biar pada betah kerja disana,"omel mamanya panjang "Iya, sih," Kalau Claire sedang bingung. Dia juga bertanya kepada ayahnya. Karena ayahnya termasuk manusia yang penuh logika dan sangat realistis. "Menurut papa gimana soal pekerjaan ini?" "Kalau kamu rasa butuh ya kerjakan. Kalau tidak ya sudah akhiri," "Tapi tuh pa malah begini coba, suka ada hal-hal yang tidak mengenakan mata dan aku enggak nyaman karena itu,"paparnya "Harus kuat, kamu pasti bisa,"dukung Mark Claire menjadi bingung. Satu sisi dia ingin bekerja yang benar. Sisi lain mendukungnya tetap bekerja. Lainnya tidak setuju dia bekerja disana. Claire merasa kepalanya pusing dan ia tertidur. Biasanya kalau sudah seperti benang kusut begini. Claire lebih baik beristirahat dan tak mau memikirannya untuk sementara waktu. Hingga pada akhirnya keputusannya dilaksankan juga. Dia keluar dari tempat kerja yang membuat dirinya menjadi cepat emosi, marah dan ambekan. Atmosfirnya tidak membawa dirinya damai apalagi tenang. Malah membuat suasana rumah jadi suka bertengkar dab memarahi satu sama lain. Keluarga yang benar seharusnya adalah keluarga yang harmonis dan juga menenangkan diri. Namun Claire merasa tak mendapatkan ketenangan serta keharmonisan didalam keluarganya. Entahlah apa yang salah apakah dari dalam keluarganya sendiri ataukah dari pihak luar ada yang sengaja ingin menghancurkan dirinya. "Duh, mama aku masih kesal,"gerutu Claire saat keduanya duduk berdampingan "Sudah diikhlaskan saja. Berarti memang itu bukan rejekimu. Nanti kamu juga dapat rejeki yang lain. Mama yakin," "Iya sih, tapi tuh," "Sudah jangan dibahas lagi. Karena semakin dibicarakan nantinya kami semakin benci gitu dan emosimu memuncak,"kata mamanya kepada Claire "Bener sih," Claire berusaha menjaga emosinya dengan stabil. Sebab bila tidak begitu. Emosi yang dihasilkan dari satu orang akan memantul kepada Mark ataupun Hans. Claire memperhatikannya begitu dan rangkaiannya selalu berulang. Jadi seharusnya dia bisa lebih pintar sekarang dari yang lalu. Memang semuanya tidak mudah. Namun Claire mencoba untuk bertahan dan mengikuti perkataan mamanya. Dia berusaha untuk ikhlas melepas puing-puing receh uang yang harus diterimanya meskipun berat. Ternyata keikhlasan dalam melepaskan uang jauh lebih sulit daripada melepaskan seseorang yang pernah hadir dihidupnya. Ada rasa berat, sebenarnya bukan masalah diberat uangnya tapi usaha dan perjuangannya itu lho dalam mencapai hasil dan target yang ditentukan. Kadang masalah tersebut yang bikin jadi nyesek.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD