Claire merasa aura rumahnya menjadi aneh. Tibalah malam hari. Saat itu dirinya sudah tidak bisa menahan untuk membuang air kecil. Dia pun pergi ke kamar mandi dekat dapur. Saat ia melangkah ke dalam kamar mandi. Ditemboknya terdapat banyak binatang bergelantungan. Mulai dari laba-laba, dan jenis binatang yang lain namun Claire tak mengetahui nama hewannya.
Claire tetap setor dan membanjur lantai yang sudah terkena buangan airnya dengan gayung air dari bak kamar mandi. Binatang itu berada di sisi kanan dan kiri tembok serta dekat dengan bak persegi panjang kamar mandi tersebut. Masih dimalam yang sama. Mark sengaja belum memasukkan mobil miliknya karena dirinya dan Jean menunggu Hans untuk turun dari lantai atas dan makan malam. Namun Hans belum muncul juga.
Dalam keadaan menunggu. Entah mengapa Mark mengelilingi setiap sudut rumahnya. Dia melihat ke arah gerbang pagar pembatas ke luar halaman. Ayah Claire sedang mengecek sekeliling halamannya. Mark cukup kaget dengan apa yang ada dimobilnya. Disana terdapat cicak. Hewan melata ini sangat aneh. Warnanya tidak seperti pada umumnya. Cicak yang satu itu memiliki warna cokelat moka dengan bercorak kusam. Tampangnya jelek sekali dan dia merayap dikendaraan roda dua ayah Claire tanpa diundang. Mark yang menyadari ada sesuatu diatas tutup bagian depan mobilnya. Papanya mengajak anak putrinya.
"Claire,"
"Kenapa pah?"
"Sini ikut papa,"
Kemudian Claire bersamanya. Ayahnya menunjukkan sesuatu menempel dibagian depan mobilnya.
"Lho kok ada cicak malam jumat begini?"tunjuknya
"Tiba-tiba ada disini dia, Claire. Papa masukkin gelas plastik ya,"katanya
"Iya,"
Maka ia membuka gerbang pintunya dan berusaha untuk menangkap hewan melata yang berukuran kecil. Sayang, cicak bergerak sangat cepat. Sesekali ia bersembunyi di atas mobil. Mark kewalahan mengejarnya. Lalu cicak itu berpindah tempat dari atas ke sisi atap jendela.
"Dia mau kabur pah,"ceplos Claire
"Papa coba tangkap lagi,"ujarnya
Ayahnya mulai bergeser ke sebelah kanan. Claire tak berani mendekat karena ia takut dengan cicak tersebut. Kemudian kedua tangan ayahnya mulai fokus membuka cup dan mendekati arah cicak itu berada. Dengan kekuatan penuh ayahnya berhasil menangkap cicak didalam gelas bening.
"Claire, ambilkan papa plastik,"
"Baik, pa,"
Claire dengan cepat berlari ke dalam rumah dan berteriak kepada mamanya.
"Ma, ada plastik gak?"
Jean langsung memberikan plastik yang masih bagus dan tipis kepadanya.
"Yang ini,"
"Apa saja ma,"
Setelahnya Claire kembali menemui ayahnya dan menyerahkan permintaan ayahnya. Mark segera menutup gelas tersebut lalu ia membawa gelas yang atasnya sudah tertutup oleh plastik ke dalam rumah. Mark segera mencari karet gelang untuk mengunci plastik yang diatasnya agar tidak mudah berpindah tempat. Setelah itu Mark mengambil alat untuk membolongi plastik itu agar sang cicak bisa tetap hidup didalamnya. Bau hangus tercium dari alat yang berwarna silver. Cicak itu diam didalamnya. Baru saja menangkap cicak dan menaruhnya diatas meja. Tak lama datanglah hewan lainnya. Sejenis lebah yang terbang dimalam hari. Aneh memang tapi nyata. Mark mengambil binatang itu dengan tangan kosong.
"Panas sekali,"keluhnya
Kemudian Mark mencari botol kosong dan melakukan hal yang sama kepada lebah. Lalu ia memasukkan botol yang berisi binatang aneh ke dalam freezer kulkas. Mark menggunakan cara ini karena dia diberitahu oleh temannya yang waktu ke rumah, Yovie.
"Kalau ada binatang seperti ini dimasukkan ke dalam kulkas ya. Lalu diamkan sekitar lima belas hingga tiga puluh menit atau hingga setengah jam. Nah, bila sudah habis waktu simpannya. Kamu cek dulu apakah hewan itu sudah tidak ada nafasnya. Baru nanti buang ke sungai sambil bilang. Jangan ganggu saya dan keluarga lagi ya,"
"Itu biar apa?"
"Sudah sebut saja begitu,"kata Yovie yang merasa risih dengan perkataan kawan lamanya.
Yovie adalah kawna lama yang baik terhadap Mark. Dia dulu satu sekolah dengannya dibangku sekolah menengah pertama. Claire penasaran dengan Mark, ayahnya. Maka ia mendatangi lagi.
"Tadi binatang apa?"
"Itu lebah tapi pas ayah pegang buntutnya malah terasa panas sekali. Beda sama lebah biasanya,"
"Jangan-jangan itu binatang kiriman. Jadi binatang kiriman munculnya ada saat malam hari khususnya malam jumat,"
"Masa?"
"Aku pernah nonton video gitu katanya,"
Mark masih tidak percaya dan merasa aneh dengan hal seperti itu.
"Kita harus lebih waspada dan berjaga-jaga yah,"
Ditempat yang lain dalam waktu yang sama.
"Bagaimana sudah berhasil dikirim?"kata suara seorang pria yang menelepon seseorang
"Sudah,"
"Lalu?"
"Tadi aku mengirimkan cicak dan juga lebah ke rumahnya,"
"Bagus,"
"Sebentar ada kabar buruk. Air diatas baskom tanah liatku bergetar,"
"Kenapa?"
"Aku melihat dilayar air orang yang menjadi target mengambil semua yang aku kirim untuk menyerangnya,"
"Kok bisa?"
"Ya, dia sekarang sudah mahir dalam menghadapi kiriman sepertinya,"duga lelaki yang berpakaian serba hitam
"Sial! Coba nanti subuh kau kirim lagi ke rumahnya. Aku takkan berhenti mengganggu dia dan keluarganya!"
"Asal ada maharnya. Pasti akan ku kerjakan,"
"Soal duit, gampang. Yang penting hancurkan keluarganya dan usahanya! Aku ingin melihat dia hancur sepenuhnya dan merasa sangat menderita!"ceplosnya paksa
"Laksanakan!"ucapnya berani
Chevo menutup teleponnya. Chevo adalah salah satu rekan bisnis Mark. Chevo bisa memiliki usaha yang sekarang karena dulu ia banyak belajar dari Mark saat dirinya belum memiliki apa-apa. Dahulu Chevo adalah anak buah dari seorang Mark. Dikala Mark masih memiliki kejayaan dan terkenal dikotanya. Kini Mark hanyalah sisa-sisa kehidupan. Apalagi melihat situasi bisnisnya yang berantakan. Banyak hutang berserakan dimana-mana. Bukan hanya hutang bank saja yang ada bunganya. Tetapi dia juga harus membayar kepada rekannya. Belum lagi hutang lainnya. Mark merasa jalan buntu sudah menantinya didepannya. Kalau Mark merasa stress dia akan mengomel dan berkata-kata sendirian. Dia juga terkadang sengaj mencari masalah atau memancing emosi anak dan istrinya hingga mereka naik darah kepadanya. Namun Mark tak menyadari hal itu. Jean tentunya merasa sedih melihat Mark yang seperti itu. Diwaktu suaminya jaya seperti itu mereka tak pernah ribut dan bertengkar. Semuanya terasa aman dan baik-baik saja. Hingga beberapa tahun silam. Pendapatan mereka menurun dari tahun ke tahun serta semakin merosot tajam. Hanya hutang-hutang yang harus dibayar setiap bulan sudah menantinya. Mark terkadang bingung dan galau harus bagaimana lagi ia mencari pundi-pundi rupiah. Namun Jean yang berada didekatnya berusaha untuk menenangkannya.
"Sudah, tak usah dipikirkan pa,"
"Tapi bagaimana nanti ke depannya,"
"Pasti ada jalan,"
Istrinya hanya bisa mengatakan tiga huruf yang dapat mendukung dan menguatkan hati serta pikirannya. Mark dan Jean semakin mengurus. Tubuh mereka drastis mengecil. Itu bukan dimakan oleh umur melainkan karena beban pikiran yang terlalu banyak.