Help Me 17 - Makhluk-Makhluk Aneh

1111 Words
Clarisa berteriak sekuat tenaga. Terjadi guncangan di sekitar mereka bahkan membuat jalanan retak. Di sisi lain, terdengar suara erangan marah yang berasal dari makhluk-makhluk yang menyerang Naina dan Gatot. Lalu dengan mengerahkan kekuatan mereka lebih dalam, Naina dan Gatot akhirnya berhasil mengusir makhluk-makhluk itu pergi. Namun guncangan yang disebabkan Clarisa tak kunjung berhenti. Naina pun berusaha menyadarkan Clarisa dengan memberikan sentuhan hangat di pundaknya sementara Gatot meletakkan telapak tangannya ke atas tanah sambil memejamkan mata seraya berkonsentrasi menghentikan guncangan yang disebabkan kekuatan Clarisa. Sekitar dua menit kemudian, guncangan itupun berhenti meski di beberapa jalan terlihat retak namun tidak sampai terbelah dan menyebabkan kerusakan yang lebih parah. “Udah pergi mereka?” Clarisa tampak gugup. Naina langsung memeluknya dan Clarisa menangis di pelukannya. Gatot yang melihat hal itu mendesah pelan kemudian bangkit dan mencari sesuatu untuk memberi tanda pengemudi yang melintas bahwa jalanan yang mereka lalui rusak. “Mereka udah pergi kok. Berkat kamu. Kamu keren Clarisa. Kalau nggak ada kamu, mungkin aku sama Mas Gatot dan kita…” Naina menggeleng. “Sebenarnya mereka itu apa, sih, Nai? Dan kenapa mereka nyerang kita?” “Aku juga nggak tahu. Mas Gatot kayaknya lebih tahu. Kamu minum dulu?” Naina mengambil botol air minum Clarisa dari sepedanya dan membantu meminumkannya pada sang sahabat. “Better?” Clarisa mengangguk. “Makasih, ya, Nai. Setiap dikasih energi hangat sama kamu, aku jadi nyaman.” Naina tersenyum lalu mengusap punggung Clarisa sambil memerhatikan apa yang Gatot lakukan. “Parah, Mas?” “Nggak. Saya sudah lapor barusan.” Naina mengangguk. Gatot menatap Clarisa yang terlihat sembab.Pria itu paham bagaimana perasaan Clarisa. Karena apa yang dialami gadis itu juga pernah ia rasakan ketika tiba-tiba kekuatannya muncul tak terduga. Yang paling menyedihkan dari hal itu ia jadi dibully oleh teman-temannya dan sejak itu Gatot tidak pernah lagi merasakan masa kanak-kanak yang menyenangkan sebab tak ada teman yang mau berdekatan dengannya. Clarisa kemudian menaikkan sebelah alisnya ke atas sambil menyalak galak, “Ngapain liatin gue gitu?” Gatot malas berdebat tapi karena kesal jadilah ia menggoda Clarisa dengan mengatakan kalau di belakangnya ada rusa hitam. Clarisa langsung lari dan bersembunyi di belakang tubuh Gatot sementara Naina yang sempat menoleh ke belakang hanya terkekeh melihat tingkah sahabatnya. “Mana? Kok nggak ada?” Tatapan mereka bertemu. “Sejak kapan rusa warnanya hitam? Kamu saja yang bodoh.” Clarisa langsung menegakkan tubuh dan menendang tulang kering kaki Gatot dengan santainya namun anehnya tendangan Clarisa membuat Gatot tampak kesakitan sekali. “Lebay!” desis Clarisa lalu menghampiri sepedanya. Naina yang memperhatikan hal itu melongo karena tendangan Clarisa rupanya membuat kaki Gatot jadi membiru. “Kok jadi biru, Mas?” Clarisa yang mendengar hal itu ikut menoleh ke arah yang kaki Gatot. “Ini yang kemarin ditendang dia.” Naina menatap Clarisa dengan dengan raut kecewa, dan Clarisa yang ditatap seperti itu jadi merasa bersalah. Namun gengsi yang terlalu tinggi membuat gadis itu enggan minta maaf dan memilih pergi mengayuh sepedanya ke arah berlawanan. “Clarisa, kamu mau ke mana?” “Pulang. Bete aku.” Naina mendesah lalu menatap Gatot. “Maaf, ya, Mas. Risa suka gitu kalau moodnya nggak karuan. Dia pasti masih syok. Kita balik aja, ya. Risa pulang sendiri juga nggak aman. Kaki kamu juga kayaknya perlu diobatin,” terang Naina. “Saya bisa obati sendiri nanti.” Naina mengangguk lalu mengayuh sepedanya lebih dulu dan menyusul Clarisa, Gatot pun mengekor keduanya. Diam-diam, di balik sebuah pohon besar, seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka terus menatap kepergian ketiganya hingga menghilang dari pandangan. Namun, baru beberapa meter ketiganya mengayuh sepeda, mereka kembali dikejutkan dengan sesuatu yang tak diduga sama sekali. Kali ini kemunculan kawanan rusa hitam seperti yang dikatakan Gatot sebelumnya. Clarisa melongo sambil mencengkram setang sepedanya dengan kuat begitu pun Naina. “Jangan bergerak,” teriak Gatot lalu segera membuat perisai transparan yang menyelubungi mereka bertiga sehingga ketiganya lebih aman dari rusa-rusa itu. “Makhluk ap–“ “Sssttt!” Naina lagsung menyela. Clarisa mengatupkan mulutnya. Kawanan rusa bermata merah itu menatap ke arah mereka. Satu dua di antara kawanan itu berjalan menghampiri dan menatap tajam tepat di depan Clarisa. Sekian menit mereka hanya diam saling tatap di antara selubung perisai transparan yang dibuat Gatot. Rusa-rusa itu nampaknya tak berhasil mengendus keberadaan mereka. Namun tatapan dan warna mata mereka yang merah membuat tubuh Claris bergetar hebat dan hampir jatuh bersama sepedanya. Naina yang merasakan kondisi sahabatnya langsung mengerahkan kekuatan untuk menahan Clarisa dan sepedanya agar tak membuat suara dan berujung rusa-rusa itu menembus selubung perisai yang dibuat Gatot. Naina dan Gatot tidak tahu seperti apa kekuatan rusa-rusa itu. Dilihat dari jenisnya yang aneh saja membuat mereka yakin kalau rusa-rusa itu bukan rusa-rusa biasa. Tapi kenapa makhluk seperti mereka menampakkan diri di waktu terang seperti saat ini? Gatot semakin dibuat bertanya-tanya. Hingga akhirnya terdengar suara mobil yang akan melintas dari kejauhan, rusa-rusa itu menghilang dalam sekejap mata hingga Clarisa jatuh dari sepedanya dengan tubuh yang gemetaran. Air matanya mengalir deras karena rasa takut yang begitu menyelubungi perasaannya. Naina meletakkan sepedanya lebih dulu sebelum buru-buru menghampiri sang sahabat da kembali memeluknya. “Nggak papa, Clarisa. Nggak papa. Kita udah aman.” “Tadi itu apa, Nai? Serem banget.” Naina mengangguk sambil mengusap-usap punggung Clarisa. Padahal ia sendiri masih syok. Gatot bergegas meminggirkan sepeda mereka dan menyandarkannya ke pembatas jalan sementara Naina membawa Clarisa ke sisi jalan. Duduk di pembatas jalan. “Tadi itu apa, Mas? Jadi rusa-rusa hitam itu beneran ada?” Gatot menggeleng pelan. “Saya juga nggak tahu. Tadi saya hanya asal bicara.” “Mulut lo tuh, ya! Makanya jangan ngomong sembarangan. Liat ‘kan akibatnya.” Gatot memilih tak menanggapi. Kondisi Clarisa masih panik dan takut. Karena itu ia berusaha meredam kekesalannya pada gadis menyebalkan itu. “Sebaiknya kita pulang saja. Saya akan membuat perisai pelindung lagi supaya kalian aman selama perjalanan sampai ke rumah.” Naina mengangguk lalu menunggu beberapa jenak sampai Clarisa benar-benar siap mengayuh sepedanya lagi. Lagi-lagi, sosok yang mengamati mereka sejak tadi kembali menatap kepergian ketiganya sambil bergumam, “Ternyata seperti itu.” Lalu tubuhnya menghilang, berubah menjadi asap hitam pekat yang melesat hilang secepat rusa-rusa tadi menghilang. Gatot menoleh ke belakang begitu sosok yang menghilang itu lenyap. Sejak tadi ia pun sudah merasakan keberadaan sosok itu. Namun Gatot tidak tahu apa sosok itu dibalik p*********n yang mereka dapatkan. Dan rusa-rusa itu, sungguh… Gatot benar-benar hanya asal bicara sebelumnya. Ia tak menduga kalau rusa seperti itu benar-benar ada. Gatot yakin rusa-rusa itu pasti berhubungan dengan makhluk-makhluk yang sebelumnya menyerang mereka. Hanya saja, Gatot baru bisa menduga-duga saja. Belum bisa memastikan apa alasan di balik p*********n yang mereka alami mengingat ia sendiri belum pernah tinggal di negara ini begitupun Naina dan Clarisa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD