"Arfa, mengapa kau — "
"Berhenti dan balikkan tubuhmu!" Teriak Arfa.
Alex tidak hanya menjeda ucapannya tapi juga langsung menghentikan langkah kakinya, begitu mendengar suara Arfa yang berteriak kearahnya. Pria bertubuh jangkung dan berhidung mancung itu segera membalikkan tubuhnya menghadap kearah pintu.
"Alex, panggil Dokter Hana kesini, cepat!" Perintah Arfa, bagaikan orang kesetanan.
Laura yang melihat Arfa begitu mencemaskan Aleena, hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Sakit hatinya kali ini seolah telah menghentikan air mata yang sudah sejak tadi membasahi wajahnya.
"Oke, siap. Aku akan memanggilnya," sahut Alex dengan cepat, lalu segera maraih ponsel disaku celananya dan menghubungi Dokter Hana, Dokter pribadi keluarga Pratama.
"Untuk apa Mas Arfa memanggil Dokter, hah! Wanita ini tidak pantas diobati, dia lebih pantas mati! Dasar pelakor hina!" Teriak Laura sambil kembali mencoba meraih tubuh Aleena dan kembali ingin menyakitinya.
Dengan cepat Arfa membalikkan tubuh, menghadang serangan Laura. Wanita itu seperti sudah tidak terkendali lagi. Laura menendang, mencakar, dan memukul apapun yang dapat dijangkaunya. Arfa lalu mencekal tangan Laura yang berusaha menjangkau kepala Aleena, lalu mendorongnya dengannya kuat hingga tubuh wanita itu terjengkang jatuh kebelakang.
"Tega kamu sama istri sendiri Mas!!" Teriak Laura, kembali terisak.
"Mas, sakit, aku takut, hiks hiks hiks," cicit Aleena yang masih menangis sambil memegangi kedua pipinya yang terasa begitu sakit. Dengan cepat Arfa segera membalikkan tubuhnya, lalu kembali meraih tubuh wanita itu kedalam pelukannya.
"Ssstt, tahanlah sayang, sebentar lagi Dokter akan datang," sahut Arfa dengan lembut, lalu mencium puncak kepala wanita itu dengan lembut.
"Mas Arfa, istrimu itu aku Mas, mengapa kau justru lebih membela wanita pel*c*r itu!" Seru Laura dengan manahan sesak didadanya. Wanita itu perlahan mendekat dan bermaksud hendak kembali menjambak rambut Aleena.
Namun dengan cepat Arfa melindungi tubuh gadis itu, lalu menepis tangan Laura dengan kasar.
"Alex, jauhkan wanita ini, jika sampai tangannya menyentuh tubuh Aleena, aku tidak akan segan-segan mematahkan tangannya," ucap Arfa dengan nada penuh penekanan.
"Dan kau, jaga mulutmu! Atau aku akan merobeknya!" Lanjut Alex, menatap tajam kearah Laura.
"Kita kekamar ya sayang, Mas bawa kamu kekamar," ucap Arfa dengan lembut, lalu membopong tubuh Aleena dan membawanya masuk kedalam kamar.
"Mas Arfa! Kau tidak bisa melakukan ini padaku! Aku istrimu! Aku istri yang selama ini mendampingimu Mas! Bukan w************n itu!" Teriak Laura, mencoba melepaskan diri dari cekalan tangan Alex.
"Alex! Seret wanita itu keluar. Dan suruh sopir pribadinya membawanya pulang, aku akan menyelesaikan urusanku dengannya dirumah. Jika ia melawan perintahku, lemparkan saja ia kejalan," seru Arfa, sebelum melangkah masuk kedalam kamar.
"Siap Tuan," sahut Alex dengan nada santai.
"Mas Arfa! Kau tidak bisa melakukan ini kepadaku! Aku tidak terima! Aku akan membuat perhitungan dengan wanita itu! Lihat saja nanti!" Teriak Laura sekuat tenaga, lalu tubuh wanita itu luruh kelantai. Laura kembali menangis serayak memegangi dadanya yang terasa begitu sakit dan terluka.
"Sudahlah, jangan menangis disini. Kau pilih keluar sendiri dari ruangan ini, atau aku yang akan menyeretmu keluar," ujar Alex sambil bersedekap.
"Dasar pengawal sialan! Kau pikir dirimu siapa hah!" Bentak Laura semakin emosi.
Tanpa mau meladeni ucapan Laura, Alex segera menarik tangan wanita itu, lalu menyeretnya keluar dengan paksa.
Laura menjerit-jerit sambil mencoba melepaskan diri dari cengkraman tangan Alex.
"Kau masih mau aku seret sampai kelantai bawah, atau kau pulang sendiri baik-baik?" Alex memberikan dua pilihan kepada Laura.
"Aku bisa pulang sendiri! Ingat! Aku akan membalas setiap perbuatanmu!" Ancam Laura dengan wajah memerah.
"Terserah kau saja," sahut Alex dengan wajah datar.
Dengan menahan amarah didadanya, Laura pergi meninggalkan tempat itu. Tidak ada yang ingin dilakukannya saat ini kecuali ingin melenyapkan wanita yang bernama Aleena itu. Rasa marah, dendam, dan benci telah merasuk menjadi satu didalam hatinya.
Hari ini, tidak hanya sakit hati atas penghianatan dan perlakuan Arfa kepadanya, Laura juga merasa sangat terhina atas apa yang dialaminya saat ini, apalagi ia tadi sempat melihat jika Aleena tersenyum penuh kemenangan kearahnya dari balik punggung Arfa.
Tak lama setelah kepergian Laura, Dokter Hana pun tiba. Alex segera membawa Dokter cantik berkaca mata itu menuju keruangan Arfa.
"Apa kau melakukan KDRT Tuan Arfa? Lihatlah, wajah cantiknya sampai babak belur seperti ini," tanya Dokter Hana, menatap heran kearah pipi Aleena yang terlihat memerah dan terdapat bekas tamparan dikedua sisinya. Sudut bibir wanita itu terluka, dengan kening robek yang untungnya tidak perlu dijahit.
"Aku tidak mungkin melukai wanita yang aku cintai," sahut Arfa sambil terus mengusap-ngusap punggung Aleena dengan lembut.
Dokter Hana kemudian mengobati semua luka Aleena. Setelah selesai mengobati dan memberi beberapa obat untuk diminum, Dokter berusia 35 tahun itu lalu pamit meninggalkan kamar tersebut.
"Makan dulu ya sayang, biar Mas suapi," bujuk Arfa dengan lembut.
Aleena yang sejak tadi masih terus menangis, hanya menggeleng pelan. Wanita itu seolah tidak bernafsu untuk menelan apapun.
Arfa kembali merengkuh tubuh wanita yang sangat dicintainya itu. Hatinya begitu sakit dan terluka melihat kondisi Aleena.
"Berapa kali dia menamparmu?" Tanya Arfa dengan suara bergetar.
"Empat kali," jawab Aleena, kembali terisak.
"Bagaimana dia membawamu keluar dari kamar?"
"Hiks hiks, dia menyeret tubuhku dengan cara menjambak rambutku Mas. Bahkan dia menyeretku mulai dari atas tempat tidur, dia menghempaskan tubuhku hingga membentur sisi meja, lalu dia kembali menyeretku menuju kearah pintu, hiks hiks, sakit Mas, aku takut," jawab Aleena sambil terisak pilu.
"Ssstt, tenanglah sayang, aku akan membalaskan setiap rasa sakit yang diberikannya kepadamu. Jangan takut, aku akan selalu ada disampingmu, percayalah," ucap Arfa dengan lembut.
"Aku mau pulang Mas. Aku takut wanita itu akan melukai aku lagi," rengek Aleena.
"Aku tidak akan mengizinkanmu pulang. Kau harus tetap bersamaku. Mulai detik ini, kau harus selalu ada disampingku, apa kau mengerti?"
"Aku tidak mau disebut pelakor Mas, apalagi pel*c*r. Aku tidak serendah itu," sahut Aleena.
"Tidak ada yang akan berani menyebutmu pelakor, aku akan membungkam mulut siapa saja yang berani merendahkanmu. Kau adalah wanita yang sangat aku cintai. Dan kau adalah satu-satunya wanita yang akan menjadi pendamping hidupku," ucap Arfa.
"Aku lapar," cicit Aleena, lalu menguraikan pelukan Arfa ditubunya.
"Kau sudah lapar sekarang? Baiklah, aku akan menyuapimu, setelah itu minum obat ya," ucap Arfa.
Pria itu kemudian bangkit dari duduknya lalu mengambil paper bag berisi kotak makanan yang tadi diantarkan oleh Alex.
Dengan penuh kelembutan, Arfa menyuapi Aleena makan bubur ayam, yang tadi sengaja dibelinya untuk dimakan mereka berdua. Tapi melihat keadaan Aleena, membuat Arfa kehilngan nafsu makannya.
Setelah selesai makan, Aleena lalu meminum obat yang tadi diberikan oleh Dokter Hana.
Arfa kemudian membereskan bekas makan Aleena dan menaruhnya diatas meja.
"Tidurlah, aku akan menemanimu," bisik Arfa, lalu ikut membaringkan tubuhnya disamping Aleena. Dipeluknya tubuh wanita itu, dan dengan lembut Arfa menepuk-nepuk punggung Aleena seperti seorang ibu yang sedang menidurkan anaknya.
Tidak lama kemudian Aleena tertidur dengan nyenyak dipelukan Arfa. Pria itu tersenyum lalu mencium kening Aleena dengan lembut.
Setelah memastikan jika Aleena telah benar-benar tertidur lelap, Arfa perlahan melepaskan pelukannya ditubuh wanita itu. Dengan berhati-hati, Arfa lalu turun dari atas tempat tidur. Pria itu lalu menarik selimut keatas tubuh Aleena, mencium puncak kepala wanita tersebut, baru kemudian melangkah keluar meninggalkan kamar.
Arfa lalu menuju kemeja kerjanya. Diraihnya macbook miliknya kemudian menyalakannya. Pria itu ingin memastikan, bagaimana Laura membuat kekasih hatinya terluka hingga ketakutan. Ia berjanji, akan membalas hal yang sama kepada wanita itu dirumah.
Kedua tangan Arfa mengepal dengan kuat hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih. Dari layar macbook miliknya yang langsung tersambung dengan CCTV diruangan itu, Arfa dapat dengan jelas melihat bagaimana Laura berbuat kejam kepada Aleena.
"Berani-beraninya kau menyakiti wanitaku, aku akan melakukan hal yang sama kepadamu nanti," ucap Arfa lirih, namun dengan sorot mata penuh amarah.
Pria itu lalu memanggil Alex melalui intercom. Ruangan Alex berada tidak jauh dari ruangannya, hingga pria itu bisa segera sampai didepannya.
"Aku akan pulang sebentar, perintahkan beberapa keamanan untuk berjaga didepan pintu ruanganku. Jangan izinkan siapapun masuk, tanpa terkecuali," ucap Arfa memberi perintah.
"Baiklah. Kau jangan kuatir. Aku akan menjaganya," sahut Alex.
"Apa dia sedang tertidur?" Tanya Alex kemudian.
"Iya, setelah meminum obatnya dia langsung tertidur," jawab Arfa.
"Apa kondisinya parah?" Tanya Alex.
"Lumayan. Dan aku harus membuat wanita itu juga merasakannya," jawab Arfa.
"Aku mendukung keputusanmu," sahut Alex.
"Baiklah. Aku pergi dulu."