Melampiaskan Amarah

1498 Words
Wajah dan seluruh bagian tubuh Aleena yang terkena siraman jus buah naga itu langsung berwarna merah. Dan kejadian itu langsung menjadi perhatian para pengunjung kafe, yang kebetulan sedang menikmati suasana santai di tempat tersebut. "Ada apa ini?" "Waaah, sepertinya bakal ada tontonan gratis nih." "Siapa wanita berjilbab itu? Mengapa sampai di siram jus yang bahkan belum di minumnya?" Pengunjung kafe itu mulai berkasak kusuk melihat kejadian tersebut. "Apa yang kau lakukan?" tanya Aleena, tidak percaya dengan apa yang di lakukan Laura kepadanya. "Dasar wanita pelakor tidak tau diri! Munafik! Sok suci! Penampilanmu ini hanya membuat malu wanita lain! Penampilanmu ini tidak mencerminkan tingkah lakumu yang menjijikkan itu!" Teriak Laura dengan penuh kemarahan. "Ibu jangan sembarangan berkata ya," sahut Aleena sambil membersihkan wajahnya yang belepotan terkena jus dengan tisu. "Sembarangan kamu bilang?" Plak! Laura dengan sekuat tenaga menampar wajah Aleena. "Apa salahku? Mengapa Ibu menampar saya?" tanya Aleena, masih mencoba bersabar. "Kau masih pura-pura bodoh, hah! Pura-pura tidak mengerti? Dasar pe*u*ur sialan!" Plak! Laura kembali menampar wajah Aleena dengan geram. "Bu, jangan main tangan sembarangan dong, nanti kalau Ibu di laporkan dengan pasal penganiayaan, Ibu bisa masuk penjara lho," ucap seorang pengunjung yang tidak suka dengan cara Laura. "Eh, Mbak. Embak nya belum ngerasain gimana sakitnya perasaan teman saya, di saat suaminya main belakang dengan pelakor ini," sahut Sandra tidak terima. "Ya kan semua harus ada buktinya Bu," ucap wanita pengunjung kafe itu. "Mbak nya mau bukti? Iya? Ini, lihat sendiri buktinya!" ucap Laura serayak memperlihatkan video Aleena saat sedang di gendong oleh Arfa. "Setidaknya selesaikan baik-baik Bu, jangan main hakim sendiri begitu," ucap wanita tersebut setelat melihat video itu. "Memang Mbak nya mau kalau suaminya di rebut sama pelakor ini? Iya?" tanya Jenny dengan wajah gusar. Wanita itu kemudian memilih pergi meninggalkan kafe tersebut bersama pasangannya, tanpa menghiraukan tatapan sinis dari Jenny. "Hajar saja Mbak! Jangan kasih ampun kalau sama pelakor mah," sahut pengunjung yang lain. "Saya bukan pelakor! Dia suami saya sendiri," ucap Aleena serayak berdiri dari duduknya. "Heh! Pelakor! Kamu itu emang enggak punya malu ya! Masih muda tapi kerjaanmu merebut suami orang," sahut Sandra, serayak menarik jilbab yang di pakai Aleena kebelakang. "Lepas! Jangan tarik-tarik jilbab saya," seru Aleena, sambil mempertahankan jilbabnya agar tidak terlepas. Bruuk! Aleena tersungkur ke lantai begitu Sandra menghempaskan tubuhnya dengan kuat. Wanita itu hanya bisa meringis menahan sakit merasakan benturan tubuhnya dengan lantai. "Cabein aja Mbak, biar kapok nih pelakor." "Saya bukan pelakor!" seru Aleena dengan suara tertahan. "Huuuh! Dasar pelakor!" "Dasar tidak punya malu! Ulat bulu kayak gini yang bikin fitnah kemana-mana." "Tampilannya saja memukau, kelakuaanya menjijikkan!" Berbagai caci maki di lontarkan oleh para pengunjung kepada Aleena. Namun wanita itu seolah tidak terpengaruh mendengarnya. Aleena berusaha berdiri, tanpa menghiraukan keadaan di sekitarnya. "Selain pelakor, wanita ini juga suka mengadu domba saya dengan suami saya. Sampai-sampai suami saya tega menyakiti fisik istrinya sendiri karena pengaruh wanita ini," ucap Laura dengan wajah sedih. Byuur Seorang pengunjung tiba-tiba menyiramkan air minumnya ke tubuh Aleena, hingga tubuh wanita itu semakin basah kuyup. Bruuk! Baru saja berdiri, Aleena sudah kembali jatuh tersungkur ke lantai, begitu Laura menarik jilbabnya dari belakang lalu mendorongnya sekuat tenaga. "Itu balasan atas apa yang aku rasakan ketika suamiku memperlakukan aku dengan kasar karena ulahmu," ucap Laura dengan wajah puas. "Rasain kamu pelakor!" Beberapa pengunjung yang terpancing oleh perkataan Laura, melempari Aleena dengan makanan yang ada di meja mereka. Bahkan di antara mereka ada yang asyik merekam kejadian tersebut sambil tertawa senang. "Kalian memang manusia tidak punya perasaan! Kalian semua manusia keji!" Teriak Aleena sambil membersihkan tubuhnya yang berlumuran berbagai makanan dan kue basah. "Eeh, maling teriak maling ini orang." Byuurr Jenny menyiramkan air yang ada di dalam ember, yang entah sejak kapan sudah berada di tangannya. "Rasain kamu wanita pelakor!" Teriak Jenny sambil tersenyum puas. "Lebih baik kamu keluar dari kafe saya sekarang juga. Dan jangan pernah lagi kamu masuk ke kafe ini. Dasar w************n!" Teriak seorang wanita yang sejak tadi menonton dari balik meja kerjanya. Wanita itu tidak lain adalah Lusy, teman akrab Jenny dan Sandra. "Mending seret saja wanita ini keluar Mbak, bikin sampah saja!" "Iya, bener! Biar kapok juga dia. Kalau masih tidak kapok juga, kita sebar foto wajahnya di sosmed, biar tidak ada korban lain lagi." "Iya. Betul sekali itu!" Para pengunjung mulai berteriak lagi. "Sini! Biar aku aja yang nyeret!" ujar Sandra dengan lantang. "Aku bantuin. Gedeq juga aku lihat kelakuan su*d*l kayak gini," sahut Jenny. Kedua wanita itu kemudian menarik tangan Aleena dengan kasar, mencoba menyeret wanita itu dari dalam kafe. "Lepas! Kalian tidak berhak melakukan ini kepadaku! Lepaskan! Aku bisa keluar sendiri!" teriak Aleena sambil terus berusaha melepaskan diri. Aleena lalu menyentakkan tangannya dengan kuat dari cekalan Sandra dan Jenny sampai terlepas, hingga membuat kedua wanita itu terhuyung dan nyaris jatuh. "Jangan kalian pikir aku akan tinggal diam! Aku tidak bersalah dan aku akan tetap mempertahankan milikku. Kalian semua pasti akan menerima akibatnya!" teriak Aleena, yang mulai habis kesabarannya. Plak! Laura kembali menampar wajah Aleena, hingga membuat wanita itu langsung memegangi pipinya menahan sakit. "Berani-beraninya kamu melawan ya, sudah merasa hebat kamu, mentang-mentang suami aku selalu membelamu, hah! Dasar j*l*ng!" Laura kembali menarik jilbab Aleena kebelakang, hingga kepala wanita itu mendongak ke atas. "Lepas! Jangan tarik-tarik jilbabku!" teriak Aleena. Dengan sisa kekuatannya, Aleena mencoba melepaskan tangan Laura dari kepalanya, lalu mendorong tubuh wanita itu hingga terjengkang ke belakang. "Dasar p*la**r sialaaan!" teriak Laura semakin marah. "Berani kamu ya! Sok jago!" seru Sandra dengan penuh emosi, lalu mendorong tubuh Aleena dari belakang dengan begitu kuat. Bruuk! Dug! Tubuh Aleena langsung tersungkur ke lantai dengan begitu kuat, hingga akhirnya kepala wanita itu membentur meja kaca di depannya. Aleena mengaduh kesakitan sambil memegangi kepalanya yang terasa begitu pusing. Lambat laun wanita itu merasakan jika sekelilingnya berubah menjadi gelap. "Apa yang kalian lakukan!!" Samar-samar Aleena seperti mendengar suara seseorang yang tidak asing di telinganya. Seseorang yang dulu pernah mengisi relung hatinya. Hingga sebuah lengan kekar meraih tubuh tak berdaya itu ke dalam pelukannya. Aleena tersenyum samar, begitu mencium wangi parfum yang sangat di kenalinya, sebelum akhirnya wanita itu memejamkan kedua matanya. "Jika aku tidak bisa membuatmu bahagia, aku berjanji, akan membantumu mendapatkan kebahagiaanmu kelak." "Aku tidak butuh janjimu. Bahagia ku hanya bersama. Maka tetaplah bersamaku." "Maaf. Aku tidak bisa. Kehidupanku dapat menjadi kematian bagimu. Hiduplah bahagia, aku pergi." Malam itu, terjadi sebuah ledakan hebat di salah satu kafe ternama di ibu kota. Wanita pemilik kafe di kabarkan terluka parah karena ledakan tersebut, selain pemilik kafe, tidak di temukan adanya korban lain di dalam tempat tersebut. Dugaan sementara, ledakan terjadi karena kebocoran gas di bagian dapur. Di tempat yang berbeda, tepatnya di salah satu rumah sakit ternama di ibu kota, seorang pria dengan mengenakan sebuah kemeja hitam, duduk di sisi ranjang rumah sakit, dengan seorang wanita yang terbaring tidak sadarkan diri di sampingnya. Pria tersebut menatap tak berkedip ke arah wanita di sampingnya itu, ia seolah enggan mengalihkan pandangan matanya dari wajah cantik di sampingnya. Tidak lama kemudian, seorang pria berpakaian serba hitam dengan stelan jas yang sangat rapi masuk ke dalam ruangan tersebut. Pria itu lalu membungkuk, hormat kepada pria yang duduk di sisi ranjang. "Bagaimana?" tanya pria kemeja hitam dengan wajah datar. "Kafe itu sudah rata dengan tanah Tuan. Wanita pemilik kafe itu kini terbaring di rumah sakit," jawab pria dengan stelan jas tersebut. "Lalu yang lainnya?" "Mereka semua sudah terbaring di rumah sakit Tuan, sesuai dengan kemauan Tuan. Kecuali wanita itu. Ia pasti akan di buat babak belur oleh pria itu. Semua video telah terhapus, dan tidak ada jejak yang tertinggal. Saya hanya menyisakan rekaman CCTV tentang perbuatan mereka mulai dari awal hingga akhir, lalu bagian yang memperlihatkan belakang tubuh Tuan, agar di lihat oleh pria itu." "Bagus. Lalu apa kau sudah menghubunginya?" "Sudah Tuan. Pria itu sedang dalam perjalanan ke sini," jawab pria dengan stelan jas itu. "Baiklah. Waktunya kita untuk pergi," ucap pria kemeja hitam, lalu bangkit dari duduknya. Pria dengan stelan jas itu segera meraih sebuah long coat yang tergantung di dinding, lalu memakaikannya ke tubuh pria yang di panggil Tuan olehnya itu. Tidak lupa, ia juga menyerahkan sebuah kaca mata hitam yang langsung di pakai oleh sang Tuan. Pria yang di panggil Tuan itu kemudian melangkah keluar, setelah mengucapkan kata perpisahan dengan wanita yang terbaring di atas ranjang. "Hiduplah bahagia. Aku akan terus membantumu untuk mendapatkan kebahagiaan itu," bisik pria kemeja hitam, di telinga wanita itu. Begitu pria tersebut keluar dari itu, belasan pengawal yang telah berbaris rapi menunggunya di lorong rumah sakit segera membungkukkan tubuhnya memberi hormat. Mereka lalu mengiringi sang Tuan keluar dari rumah sakit, seolah takut jika ada yang akan melukai pria tersebut. Beberapa pengawal yang berjaga di dekat mobil, langsung membukakan pintu untuk sang tuan, begitu melihat jika pria berkaca mata hitam itu telah keluar dari pintu utama rumah sakit. "Langsung ke mansion." Titah pria kemeja hitam, begitu telah duduk di dalam mobil. "Baik Tuan," jawab sang sopir kusus. Iring-iringan mobil pun mulai terlihat meninggalkan halaman rumah sakit tersebut. Menyisakan tanda tanya pada sebagian orang yang sempat melihat kehadiran pria misterius itu bersama para pengawalnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD