Langkah pertama yang Chelsea ambil sebagai betuk keseriusan pada ucapannya kemarin adalah mengubah penampilan semenarik mungkin.
Karena Chelsea percaya Bastian menyukai tipe-tipe gadis Jepang yang gemoy dan imut maka di sinilah Chelsea sekarang. Memakai seragam OB yang sudah dia remark habis-habisan.
Pakaian yang dulu merupakan setelan kemeja dan celana berwarna biru abu-abu, kini berubah menjadi kemeja ketat yang dipadu dengan rok lipit pendek. Stoking warna biru tipis juga menghiasi kaki jenjang Chelsea yang memakai sepatu kulit warna hitam yang dia pakai. Sementara itu, make up yang menyerupai gadis kawai menempel di wajah Chelsea dengan sempurna. Softlens abu-abu yang dipakai Chelsea pun menambah tingkat keimutannya menjadi seribu persen.
Tidak cukup dengan itu, Chelsea juga memakai wig rambut panjang yang sudah diwarnai dengan warna biru ombre. Model keriting gantung yang semakin membuat Chelsea mirip seperti gadis Jepang yang hanya bisa dilihat di dalam film-film animasi.
“Wow ... mimpi apa aku tadi malam sampai bisa melihat gadis secantik ini,” gumam Putra dengan bibir setengah terbuka. Matanya terpaku pada Chelsea yang baru masuk ke ruang khusus staff kebersihan.
“Kamu benar. Mimpi apa aku semalam? Apa ini masih di dunia yang sama seperti dunia yang kemarin kita tinggali? Kenapa bisa tiba-tiba ada bidadari nyasar di sini?” sahut Andi. Sama seperti Putra, dia juga terpaku di tempat.
Pun dengan para Ofiice Boy lain yang sekarang berada di tempat itu. Mulut mereka sama-sama setengah terbuka, mata sama-sama mengunci dan pikiran mereka sama-sama memuji kecantikan Chelsea.
“Apa ... kita kenal dia?” Kali ini Pak Budi yang bergumam. Dahinya mengernyit dalam sebab dia merasa familiar dengan wajah tersebut. Yah, meski sudah berubah banyak sekali.
“Selamat pagi teman-teman semuanya. Bagaiman penampilanku hari ini?” tanya Chelsea sekalgus menyapa. Dia memutar tubuh penuh percaya diri memamerkan hasil dari make-upnya sejak tadi subuh. Tidak sia-sia dia memelototi Youtube semalam suntuk untuk mendapatkan hasil maksimal seperti saat ini.
“Chelsea! Kamu beneran Chelsea?!” seru Putra sebab ingat dengan suara Chelsea.
“Tentu saja,” jawab Chelsea. “Memang siapa lagi?”
“Astaga, astaga, astaga!! Aku kira tadi artis dari mana mampir ke sini, ternyata kamu Chelsea!”
Chelsea tersenyum bangga. Terlebih ketika para OB mulai mengerubunginya dengan tatapan-tatapan kagum.
“Gilaaa! Cantik banget kamu Chel!”
“Hehehe. Makasih.”
“Spill nyalon di mana dong, Chel. Siapa tahu aku juga bisa permak wajah aku jadi ganteng!”
“Chel, kamu mau main FTV? Atau mendadak jadi model majalah Jepang?”
“Chelsea, boleh foto sebentar? Saya mau pos di IG. Siapa tahu followers saya langsung naik pesat.”
“Ini wig apa rambut asli Chel? Perasaan rambut kamu nggak sepanjang ini. Eh buset, diwarnain lagi. Mau juga dong! Siapa tahu biniku jadi tambah cantik kalau rambutnya dibikin gini juga.”
Dan masih banyak lagi pujian, pertanyaan maupun pernyataan dari para OB pada Chelsea. Chelsea sendiri hanya senyum-senyum sambil sesekali melontarkan jawaban singkat seadanya.
“By the way guys, udah dulu ya. Nanti pas jam makan siang aja dilanjut. Sekarang aku mau ke lantai tiga puluh buat bersih-bersih,” pamit Chelsea.
“Lho, kamu baru mau bersih-bersih sekarang? Ini kan udah jam sembilan,” kata Putra.
“Iya. Kok kamu datangnya siang? Nanti Pak Bastian keburu datang kamu kena omel dan dipecat lagi,” sahut Andi.
“Bener tuh, Chel. Terus kalau kamu dipecat, kita nggak ada temen secantik kamu dong!”
“Hush! Fokus sama kerja dulu woi!” decak yang lain. “Tapi bener sih Chel. Kalau kamu sampai ketahuan Pak Bastian melanggar peraturan dan berakhir dipecat, kita juga yang susah. Pasti sistem rolling kerja di lantai itu bakal berlaku lagi. Aduuuh ... amit-amit. Nggak banget!”
Chelsea menggelengkan kepala pelan karena sikap berlebihan dari para OB. Lantas dia berkata, “Kalian tenang saja. Aku nggak akan dipecat kok!”
“Dari mana kamu tahu?”
“Iya. Dari mana?”
Chelsea meringis saja. Tidak mungkin bukan dia menceritakan tentang deklarasi perangnya pada Alex kemarin? Dan juga tentang dia yang memaksa akan membuat Bastian normal kembali dan juga tentang Bastian yang sebenarnya seorang biseksual?
Tidak. Chelsea tidak akan menceritakan ini pada siapapun. Karena mungkin jika semua orang tahu Bastian menyukai baik laki-laki maupun perempuan, saingan Chelsea akan semakin banyak. Mungkin di luar sana bakal ada gadis lain yang juga ingin membuat Bastian normal kembali dengan cara menggoda, memanipulasi dan menjebaknya.
Sungguh, Chelsea tidak ingin itu terjadi. Cukup orang-orang dengan gender laki-laki saja yang harus menjadi saingannya.
“Pokoknya aku pastiin deh, Pak Bastian nggak akan pecat aku. Jadi kalian akan aman! Sampai jumpa lagi nanti. Daaaaa!” seru Chelsea sambil berlari masuk ke dalam lift.
“Kalau butuh asisten ingat aku bersedia jadi asisten kamu, Chel!!” teriak Putra yang langsung mendapatkan pelototan tidak mengenakkan dari teman-temannya.
Putra hampir saja lupa kalau dia sudah beristri.
***
Respon yang diberikan Indra pada Chelsea tak jauh berbeda dengan para OB di bawah tadi. Tepat ketika lift terbuka dan Chelsea keluar dari sana, kebetulan juga lift sebelah juga terbuka dan memunculkan sosok Indra.
Awal mula keduanya sama-sama menghentikan langkah. Mulut Indra langsung terbuka karena dia seperti melihat sosok kartun di depan mata. Akan tetapi Chelsea yang datang penuh semangat langsung menyapa pria itu, menyentak kesadaran Indra bahwa gadis cantik di depannya merupakan Chelsea Olivia Putri yang bekerja sebagai OG di lantai tiga puluh.
“Pa-pakaian apa itu?!” tunjuk Indra.
“Seragam Office Girl kekinian. Serius deh Pak, kalau seragam OG di perusahaan ini diganti kayak model begini, pasti bagus!” ucap Chelsea.
“Bagus sih bagus, tapi bisa merusak keimanan para laki-laki,” gumam Indra.
“Pakaian kamu terlalu ... wow. Sebaiknya kamu berganti seragam seperti sebelumnya,” saran Indra. Yang meski berusaha mengalihkan pandangan tetap saja sudut matanya akan mengikuti Chelsea. Menyenangkan rasanya melihat gadis cantik dan bening begini.
“Kenapa? Ini bagus kok!”
“Pak Bastian mungkin akan protes,” alasan Indra simple. Dia sangat tahu jika Chelsea lemah pada Bastian. Apalagi kejadian menembak secara langsung kemarin yang dilakukan oleh Chelsea. Hal itu sudah cukup memberi tahu Indra bahwa Chelsea memang menyukai Bastian dengan gila.
“Masa?” kata Chelsea mulai ragu dengan keputusannya berdandan seperti itu. “Entahlah, kita lihat aja nanti. Saya bersih-bersih dulu, Pak Indra. Sampai jumpa!”
“Lho, dari tadi kamu ngapain? Baru datang? Kan peraturannya—“
“Sssst ... mulai saat ini, lupakan aturan khusus lantai tiga puluh. Kan Pak Indra tahu saya kemarin sudah emnyatakan perang sama Pak Alex dan mau buat Pak Bastian suka sama saya.”
“Tapi nggak gini caranya.”
Chelsea mengibaskan tangan di udara. “Pokoknya ini cara saya.”
“Pak Bastian akan benar-benar marah sama kamu.”
“Itu urusan nanti. Yang penting Pak Indra dukung saya saja. Oke?”
Indra baru akan membuka mulut untuk berdebat lagi, namun Chelsea sudah melambaikan tanga. Dia berjalan sambil melompat-lompat kecil menuju gudang penyimpanan barang kebersihan.
Indra menghela napas dalam. Seperti hal-hal gila akan sering terjadi di lantai ini.
***
Sementara itu di apartemen Bastian ...
“Kamu nggak kerja?” Bastian bertanya pada Alex yang sedang melahap sandwichnya.
Mereka berdua tengah sarapan sambil menonton TV berita pagi yang tayang di salah satu stasiun TV dengan seorang host cantik sebagai pembawa acara. Memang, sejak kemarin Alex menginap di rumah Bastian. Dia menolak untuk pulang dengan alasan tidak mau bertemu dengan Bram.
Bastian tentu bisa memaklumi hal tersebut. Karena kadang seseorang kabur dari sebuah masalah karena butuh ruang untuk bernapas. Dan Alex sedang melakukannya, mengambil jeda dan jarak antara dirinya dengan Bram. Namun yang tidak Bastian pahami adalah mencampur adukkan urusan percintaan dengan urusan pekerjaan.
“Nanti ketika hatiku sudah baik-baik saja,” jawab Alex sekenanya.
“Hati kamu itu baik-baik saja. Makan kamu saja lahap banget!” sindir Bastian sambil menonyor kepala Alex.
“Ish, ya udah sih. Aku sudah ambil cuti selama satu bulan.”
“Dan disetujui?”
“Ya disetujuilah! Kamu kan tau kinerjaku bagus! Dan aku belum ambil cuti sejak tahun kemarin.”
“Ckckckck, lama banget satu bulan? Nggak travel ke luar negeri?”
“Luar negeri hanya mengingatkanku pada Bram.”
“Bosan!” sahut Bastian. Bosan mendengar nama Bram yang selalu dijadikan Alex tameng. “Sebaiknya kamu bicarakan baik-baik sama dia deh.”
“Tidak mau dan tidak perlu.”
Sebelah alis Bastian pun terangkat naik. “Oh, jadi kalian putus?”
“Entahlah. Mungkin sebentar lagi dia mau ngajak aku putus.”
“Kalau begitu, lepas cincin couple kamu itu!” tunjuk Bastian di jari manis Alex yang tersemat sebuah cincin emas. Cincin tersebut adalah Cincin resmi hubungan antara Alex dan Bram.
“Harus ya?”
“Ya haruslah!” tukas Bastian. Dia berdiri, kemudian naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar. Barulah beberapa menit kemudian Bastian turun dan langsung meletakkan sebuah kotak cincin di depan Alex.
“Lepas cincin kamu itu dan pakai ini.”
Alex menutup mulut dengan kedua tangan. Matanya berkaca-kaca penuh haru. Dia pun menatap Bastian. “Astaga, kamu melamarku? Astaga, astaga! I will say yes, my love! Mau ke KUA sekarang juga hayuk! Udah, nggak perlu pesta-pesta mewah, cukup kata sah saja yang aku perlukan.”
Lagi, Bastian menonyor kepala Alex. “Mimpi!”
“Kok kamu jahat! Yang romantis dong kalau lamar orang itu.”
Bastian tertawa. “Hahahhaa. Lagian kamu memang mimpi Alex. Siapa juga yang mau lamar kamu!” Pria itu mengambil kotak cincin tersebut dan membukanya. Kemudian menyerahkannya lagi pada Alex.
“Itu cincin lama kita.”
“Oh, mau ngajaka balikan ceritanya? Sorry, katanya buanglah mantan pada tempatnya. Terpaksa aku menolak kamu karena kamu mantanku. Kan nggak lucu kalau m******t ludah sendiri. Jijik say.”
“Kalau begitu ENYAH dari rumahku sekarang juga! Lagian ngapain mantan di rumah mantan?” dengus Bastian sambil mengomel-ngomel. Dia menarik tangan Alex dan mengusirnya namun Alex menahan tubuh agar tidak diusir pergi.
“Jangan gitu dong Cinta! Kan aku nggak punya tempat tujuan jadinya,” kata Alex dengan wajah yang dibuat sedih.
“Makanya, cari cowok itu yang tajir! Masa putus sama aku dapatnya Cuma seorang koki? Kalau kalian nanti menikah, mau makan apa hah?”
“Dih, kamu masih sakit hati ya karena aku putusin dulu? Nggak boleh tahu menyimpan dendam—aaah, iya iya, nggak usah bahas masa lalu,” decak Alex. Lantas dia tersenyum karena menyaksikan wajah kesal Bastian yang menurutnya sangat imut.
“Huuft ... jadi rindu masa lalu. Oke kalau kamu maksa balikan, kita bisa balikan kok! Kamu kan nggak kalah ganteng dari Bram, hehe.”
Bastian mendelik tajam. “Siapa tadi yang mengatakan untuk membuang sampah pada tempatnya?!”
“Eits, jangan marah-marah dulu dong! Kan maskud aku tempatnya itu ya di hati.”
“Jijik!” sahut Bastian merinding. Memeluk tubuhnya sendiri.
Alex tertawa. Kemudian berdiri dan membawa piring kosong bekas makanan ke wastafel.
“Omong-omong, aku ikut kamu kerja lagi ya? Tunggu aku mandi sebentar.”
“Waktu kamu sepuluh menit. Sampai sandwich ku habis dan kamu belum siap, aku tinggal!”
Alex tidak mengatakan apa pun lagi sebab pria itu langsung melesat ke lantai dua. Mandi dan berganti pakaian dengan milik siapa lagi kalau bukan Bastian?