2

1039 Words
Siapa bilang hidup dengan dua anak itu merepotkan?! Sini! Sini! Cepetan Woiii!! Amel mau kasih duit lima juta via mimpi sekarang juga! Sumpah bener banget! Amel acungin lima jempol. Dua tangan, dua kaki sama satu pinjem dari punya Hang. Gila! Daebak! Cafekkk, Gaes!! Mana yang satu aktif banget Bun. Nggak bisa biarin orang hirup surga sebentar aja. Ngidam apa kali dulu emaknya! Bukan! Bukan anak dari mendiang istri Hang yang sangat aktif, melainkan setan kecil yang ia lahirkan melalui operasi sesar. Duh, kalau kata anak jaman now si Niel itu rempong. Semua-semua harus sesuai yang dimau. Dan apa yang anak itu mau adalah Resti sang kakak. Durhaka banget nggak sih?! Kalau semisal Amel penulis buku nih, bakal nulis deh dia kisah hidup paling pahit ibu-ibu dengan judul, 'Bayi Durhaka untuk Ibu yang tertukar!'. Seolah emang yang lahirin Niel itu eman Resti bukan dia. Ya gimana enggak, setiap pagi kepala Amel dibuat mau pecah. Jika setiap anak akan menangisi papahnya yang akan berangkat bekerja, maka hal itu tak akan berlaku untuk NIel. Si kecil titisan Hang itu menangis, bahkan sampai mengepel lantai rumah agar diajak oleh Resti ke kampus.Hem, Resti yang ditangisin, bukan bapak-emaknya. Damn! Anak gadisnya kan punya kegiatan sendiri. Dunianya! Ini si setan kecil malah nempel mulu ke remaja bling-bling kayak perangko. Astagah! Pusing Amel tuh kalau gini. Bisa-bisa nanti Resti jadi jomblowati. Dikira udah punya buntut. “Bak, Yeyee.. Huwa, kut Bak Yeye! (Mbak Rere.. Huwa, ikut Mbak Rere).” Jerit Niel sembari menangis digendongan Amel, membuat Resti yang baru saja membuka pintu mobil menghentikan kegiatannya. “Mbak, jangan goyah! Setan emang gitu, kerjanya suka menggoda manusia.” Ujar, Amel yang langsung mendapatkan pelototan dari Hang. Enak saja! Anaknya dikatain setan. Nggak tahu apa, bikinnya aja sampai harus kasih obat-obatan. “Tan!!” Kini giliran Amel yang melotot. Niel sembari menatap dirinya mengucapkan ulang apa yang ia katakan tadi. “Tan!” “Eh, eh! Si bayik! Minta mamah pesantrenin nih mulutnya. Nakal banget..” kesal, Amel karena dikatai setan oleh Niel. Niel kontan kembali menangis. Anak itu akan menggunakan senjata andalan untuk keluar dari amarah Amel. Tentu saja juga untuk mendapatkan kemauannya. Ya, apalagi jika bukan membuat Resti tak tega. “Bak, Yeye.. Huwaaa.. Hiks.. Hikss..” wajah Niel bahkan sudah memerah. Nafasnya putus-putus, karena tak ada satu pun hati manusia dewasa disekitarnya luluh."Bak, Yeye.." Kalau begini Resti bisa apa, selain membalikkan tubuh. Kembali berjalan menghampiri Niel, Mamah dan Papahnya. “Niel, mau ikut Mbak kuliah?!” tanya, Resti sembari mengambil alih Niel ke dalam gendongan. Bak mendapat durian runtuh. Nathaniel the Satan Rahardian Iblis Restian Hanggono itu mengangguk cepat. Oh, Bayi tukang paksa memang. “Kut, Kut.. Kut Bak, Yeye..” cicitnya membuat Amel memutar bola mata. ‘Anaknya Hang, Anaknya Hang..’ lagi-lagi Amel meracau dalam hati. “Dih! Jangan Mbak.. Mbak kan mau kuliah! Ini kalau ngajak setan cilik ini, yang ada Mbak malah bolos kelas nanti. Udah, biarin aja nangis juga.” Peringat, Amel. Pasalnya tak sekali dua kali Amel mendapatkan telepon Resti yang meminta ijin untuk mengosongkan kelas. Ya, gara-gara Niel tantrum lah! Nggak mau dititipin ke salah satu teman Resti padahal anak gadis Amel itu ada jadwal masuk kelas. Nakal banget kan. Padahal sebelum berangkat, Niel selalu janji akan jadi anak yang manis. Menuruti Resti dan tidak rewel. Tapi janji itu nampaknya hanya sebatas anggukkan kepala saja. “Yang, kamu ikut aja sana! Kasihan anak kamu. Bisa-bisa tengah malem rewel, ngigo mulu loh.” Haduh! Kalau gini gimana Amel mau nggak dilema. Dihadapkan pada konsekuensi sang anak akan menaruh kekesalan, hingga rewel tengah malam karena memendam amarah. Bisa-bisa Niel juga akan tumbuh sebagai pribadi pendendam. "Bak Yeye, Niel kut.." Niel mengerjapkan mata berulang kali sebelum membenamkan kepala di d**a Resti. Anak kecil itu telah bertekat tak akan melepaskan sang kakak begitu saja. "Niel au ma Bak Yeye.. (Nie mau sama Mbak Rere)." lirihnya. "Hem.. Boleh.." Angin segar menerpa wajah si kecil. Kepalanya langsung terangkat saat mendengar kata boleh dari bibir Amel. "Bak, Yeye.." girangnya. Tak ada suara lirih. Hanya kalimat penuh semangat dari satan kecil Amel yang terdengar. Amel meminta Hang untuk terlebih dulu berangkat. Disaksikan oleh Amel, lelaki itu mengecupi pipi tembam Niel. Membuat si anak tertawa kegelian begitu sang papah terus saja mendesak. Tak lupa Hang mendaratkan kecupan pada putri mereka. "Kuliah yang bener ya anak papah.." pinta, Hang pada Resti. "Nanti bantuin adek buat jalanin perusahaan." Heh! Selalu saja! Dulu Rara juga dibegitukan! Memang dasar Hang. Padahal kan setiap anak memiliki keinginan masing-masing. "His! Terserah anak aku lah mau jadi apa ntar! Kalau dia nggak mau kerja di perusahaan ya udah! Jangan dipaksa! Hus, sana Mas berangkat!" Usir, Amel yang diikuti oleh Niel. "Hus... Na! Ngkat!" "Anak kecil ini.. Ikutan Mamah terus sih.." kekeh Hang sambil mengacak rambut Niel. Hang melangkah, mendekati Amel. Memberikan beberapa kecupan dikening dan bibir sang istri, "Mas berangkat kerja ya.. Kalau nanti di luar ada apa-apa, kabarin Mas." sekali lagi, Hang mencium kening Amel sebelum beranjak menuju mobil yang di dalamnya terdapat Darmanto. "d**a Mantooo.." lambai Niel. Amel tersentak. Ia menatap Niek dengan dua alis terangkat sekaligus. Parah! Jika Hang mendengar ucapan putra satu-satunya, sudah Amel pastikan jika Darmanto akan menemui ajal. Secara Hang terlalu pencemburu. Hal kecil seperti kalimat d**a Niel dijamin membuat lelaki itu kebakaran jenggot. "Kok Darmanto yang di d**a'in?" bisik, Resti ditelinga adiknya. "Manto, dadaaa..." bukan dijawab, setan kecil itu justru kembali mengulang kalimatnya dengan susunan kata yang berbeda. Sudahlah! Memang dasarnya suka sekali bikin naik darah tanpa sebab si Niel itu. Niel terlalu lugu. Bahkan anak Amel itu tak pernah sadar jika kelakuannya menghasilkan keributan. "Sini Niel sama Mamah. Mbak Rere biar yang setir. Kan Darmanto sama papah..." Amel merentangkan tangan pada Niel. Tanpa menaruh curiga, Niel menurut. Menyambut tangan sang mamah, demi menjatuhkan dirinya. Dan ketika tubuh si iblis kecil telah Amel kuasai, "Mbak kabur sana! Cepet! Nanti telat ngampus." Amel berteriak sebelum berlari kecil membawa tubuh Niel menjauh dari pelataran rumah. Kakinya bergerak cepat, memasuki hunian dengan Niel yang mencoba meronta. "Bak Yeye, huwaa... Bak Yeyee.. Bak Yeyee kut..." Hohohohooo!! Pagi ini Amel lah yang menang. Si kecil harus mau mengibarkan bendera putih sebagai lambang ke kalahan. "Niel, kalau nakal nanti Mamah ceburin loh ke kolam?" sedetik kemudian bibir Niel tertutup dengan pipi menggembung sempurna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD