3

1025 Words
Amel memperhatikan Niel. Putranya itu terlelap setelah menangis cukup lama. Ia tak pernah membayangkan jika Resti akan begitu menyayangi Niel. Alih-alih terlihat sebagai adik tiri, Niel justru serasa bayi kecil milik remaja itu. Setiap malam bahkan Niel akan merengek, meminta dipindahkan ke kamar Resti untuk tidur. Menyisakan bayi besar lain untuk di asuh. Tanpa sadar Amel tersenyum. Tangannya membelai wajah tampan Niel. “Anak Mamah. Sayang banget ya sama Mbak Yeyenya?” gumam, Amel kecil. “Mbak Yeye...” Cih! Masih saja. Tidur pun bibir kecil Niel menyebut nama Resti. Sungguh luar bias kloningan Hanggono Tirto yang ini. “Nanti ya, Sayang. Mbak Rere kan harus sekolah biar pinter. Masa jagain Niel terus sih.” Merasa jika si kecil telah terlelap, Amel bergerak pelan. Menuruni rajang untuk keluar dari kamar. Selain sebagai ibu rumah tangga, ia juga sosialita cukup aktif di jejaring sosial. Layaknya para artis Ibu Kota, Amel menerima cukup banyak barang endors. Tentu semua tetap ia saring. Amel tak mau asal terima job. Salah-salah malah kena hujat Netizen Indo lagi. Amel berjalan menunju ruang kerjanya. Langkah demi langkah ia susuri demi menuruni tangga melingkar di rumah megah Hang. Seperti mimpi. Amel seolah masih dalam buaian bunga tidur mendapati apa yang ia miliki sekarang ini. Menjadi orang kaya bergelimang harta dengan manusia-manusia yang mencintai dirinya. “Mbak Siska udah dateng?” tanya, Amel pada salah satu asisten rumah tangganya. Saat ini Amel berada di ruang makan. Sebagai seorang Istri yang merangkap ibu dua anak, ia memang akan melakukan ritual sarapan ketika anak dan suaminya telah berangkat. Cukup sereal dan beberapa lembar roti isi daging. Tenaga Amel akan terisi sempurna untuk berlenggok di depan kamera. “Nanti kalau udah dateng, langsung aja suruh ke studio ya. Oh iya, tolong bawain s**u dingin ke sana.” Sembari membawa nampan berisikan sarapan, Amel memutuskan menunggu Siska di studio. Beberapa waktu lalu, Hang khusus membuatkan area kerja tersendiri untuk Amel. Di sana tak hanya keperluan untuk merekam barang-barang kerja sama Amel dengan para pengusaha, melainkan juga layar lebar dimana wanita itu bisa mengawasi Niel tanpa jeda. “Hallo, tolong arahin monitor studio ke kamar Niel ya.. Saya beberapa jam ke depan ada kerjaan, takut Niel bangun.” Titah, Amel yang dibalas siap oleh suara diseberang sana. Kalian tahu Sarwendah kah? Artis Ibu kota bersuamikan Ruben Onsu?! Amel tak pernah jeda melihat segala aktifitas Ibu rendah hati tersebut. Matanya berbinar kala menemukan alat komunikasi yang selalu Sarwendah bawa ketika di dalam rumah. Bermodalkan rayuan untuk selalu memantau Niel, maka Amel merengek pada Hang untuk dibelikan barang yang sama. Walkie talkie.. Yap! Alat itu ada dibeberapa tempat yang terhubung dengan milik para petugas keamanan di rumah Amel. Amel menggelengkan kepala saat melihat Niel merubah posisi tidurnya. Anak itu memang tak pernah bisa diam, meski tertidur sekalipun. “Rusuh banget si Niel..” kekeh, Amel sembari mengawasi pergerakkan Niel dari layar monitor. “Pagi Bu, Bos..” Kepala Amel mengangguk, tanda mempersilahkan Siska dan beberapa stafnya untuk masuk ke dalam studio. “Tumben jam segini udah mau turun?! Biasa lagi jejeritan sama Niel..” Jari tengah Amel melayang ke udara.. “Sialan!”, maki Amel membuat beberapa perkerjanya terbahak. Amel bangkit. Memilih mendekati Siska yang kini tengah membongkar beberapa produk dari sebuah tas. “Pelangsing ya, kali ini.” “Heh! Ngawur lo! Kagak-kagak. Iya kalau aman, kalau enggak malah matiin orang gue. Balikin aja duitnya.. Kalau ada pinalti bayar.” Amel memang cukup keras. Ia lebih memilih membayar lebih dibandingkan mencoreng dirinya sendiri. Toh pekerjaan yang ia lakoni sebenarnya hanya untuk membunuh waktu luang. Urusan uang Amel juga tak mungkin kekurangan. “Susah emang sama milyader. Oke yang ini nanti gue cancel. Ini doang sih harusnya, Mel. Pak Bos kan gak bolehin lo take dua barang dalam sehari.” Jelas Siska sebagai asisten pribadi. Selain menuruti Amel, Siska akan lebih patuh pada arahan Hang. Secara lelaki itu lah sumber gajinya berasal. “Mamaaaaahhh..” Amel segera bangkit saat mendengar suara tangisan Niel. Meski orang-orang dilantai dua akan sampai lebih dulu di kamar Niel, Amel tetap bergegas pergi. Meninggalkan anak buahnya untuk menemui sang putra yang telah terbangun. “Makasih, Mbak.. Udah boleh lanjutin kerja sekarang.” Ujar, Amel pada asisten rumah tangganya. “Eh, ganteng Mamah udah bangun.” Celoteh Amel lalu merentangkan tangan pada si kecil yang duduk di atas ranjang. “Bak Yeye, naaa (Mbak Rere, Manaaa)” jerit, Niel dengan mata memerah. Ia masih kesal karena disabotase sang mamah. “Bak Yeye, Nie, naaaa?! Bak’ Yeyeeee!” raungnya lalu kembali menangis membuat Amel menghembuskan nafas. Yaelah, Tong! Lo anak siapeh sih sebenernya! Melek mata yang dicari Bak Yeye, bukan Mamah. "Mbak Yeye.... Srooottt..." Amel bergidik saat suara ingus Niel terdengar cukup keras. "Sini Mamah bersihin ingusnya dulu ya, nanti nangis lagi nggak papa." Bayi unik tersebut menatap tajam sang ibu. Meski ingus kembali turun dari dua lubang hidungnya, Niel melayangkan telapak tangan seolah berkata 'jangan,' pada Amel. "Bak Yeye..." celoteh anak itu dengan tatapan yang sama sekali tak melembut. Amel mendengus. Ya kali mau lap ingus aja harus nunggu Mbak Rerenya si setan kecil pulang. Keburu jadi lautan asin kamar, batin Amel tak habis pikir pada kekeras kepalaan aksi putranya. Niel menjatuhkan diri di ranjang. Bergaya telentang dengan ke dua tangan dibuka lebar. Wajah anak Amel itu menghadap ke langit-langit kamar. "Mulai deh..." Baru sedetik gumaman Amel mengudara, aksi Niel kembali berlanjut. Anak yang digadang-gadang akan menggantikan kedudukan sang papah kelak itu menangis. Berkata lirih, mengapa kakaknya meninggalkan dirinya seorang diri. "Bak Yeye pa nggalin, Niel? Niel, au kut, Bak Yeye.. (Mbak Rere kenapa ninggalin, Niel? Niel mau ikut, Mbak Rere...)" "Niel pek (Niel capek). Ngis Bis (Nangis habis)." Arti dari kata nangis habis itu merujuk pada air mata si bocah yang akan habis karena terus menangisi kepergian Rere. "Bak, Yeye.." lirihnya semakin mendramatisir keadaan. Ya Tuhan! Drama sekali bayi beberapa bulan itu. Batita dengan aksi paling unik. "Calon aktor anak gue. Panasonic gembel award mah disabet nih tar." desah, Amel sembari terus berdecak dengan racauan tambahan Niel. "Bak Yeye gi Pa?" "Niel, Mamah punya es krim nih. Niel mau nggak?" tanya, Amel sembari menunggu respon anak lelakinya. "MAUUU MAMAAAH!!" Hohohohoho!! Murahan sekali engkau Kisanak!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD