24. Mengapa kau membuatku menyadari perasaanku!

1030 Words
Brak! Matanya menatap nyalang pada Aletta yang telah menyebabkan kekacauan ini. Kepergian Gladys dari ruangannya rupanya mengeluarkan emosi yang jarang Raziel tunjukkan. Dia tanpa sadar menggebrak meja. “Apa sebenarnya yang kau inginkan! Apa kau tahu bahwa sikapmu telah melewati batas kesabaranku!” Raziel meninggikan suaranya, mungkin terdengar sampai keluar dan ini pasti akan menyita banyak perhatian. Beruntung lantai 50 diperuntukkan hanya untuk ruangan pribadinya, jadi tidak ada banyak yang mendengar sentakan mengerikannya. Aletta sempat terkejut dengan reaksi yang Raziel tunjukkan. Dia mundur beberapa langkah. Dengan perasaan gelisah, Aletta mencoba menenangkannya. Untuk meredakan rasa gelisahnya, ia menelan saliva nya. “Tu—tunggu, Ziel. Ak—aku tidak bermaksud untuk mempermainkanmu!” Aletta menaikkan nada suaranya seraya mengangkat kedua tangannya. Raziel beranjak dari posisinya dan menghampiri Aletta untuk menghapus jarak diantara mereka. Dia mendekatkan wajahnya tepat di depan Aletta tanpa melepaskan tatapan tajamnya. “Katakan! Apa yang membuatmu berani berbuat lancang dihadapan ku! Apa keluarga Carenza sudah cukup bosan hidup dengan memancing kemarahanku!”  Kedua tangan Aletta mendorong dad4 Raziel, namun perbedaan kekuatannya tidak berpengaruh sedikitpun pada penguasa Kerajaan Regnand itu. Aletta pun semakin di buat gelisah. Dia tidak menyangka bahwa Raziel akan semarah ini demi Gladys.  Sial! Padahal aku hanya berniat mengujinya, tapi mengapa malah jadi gini! Apakah aku salah prediksi? Sejak kapan Raziel memperhatikan wanita selain Roshalia? Apakah dia tidak sadar sikapnya menunjukkan bahwa dia peduli pada Gladys? Sekarang, apa yang harus kulakukan? Ayo, berpikirlah! Kedua bola mata Aletta membola, ia kaget tiba-tiba saja Raziel mendekatkan wajahnya. Ia memang jatuh cinta pada Raziel, tapi kalau diperlakukan seperti ini bukankah menakutkan? Aletta berusaha mengalihkan pandangannya, namun Raziel mengapit ujung rahangnya dengan kedua jarinya dan memaksanya agar mereka bersitatap. “Ziel, bi—bisakah kau mendengarkan penjelasan ku dulu?” keringat dingin sudah mengucur deras dari kedua pelipisnya. Tekanan mend0minasi dari Raziel mampu melenyapkan nyalinya yang sama-sama dari klan vampir. Lagi-lagi Aletta menelan salivanya. Napas Raziel terdengar berat, ia sebisa mungkin menahan emosinya. Dengan kasar Raziel menghempaskan wajah Aletta hingga tubuhnya terhuyung kebelakang. “Ukhuk… ukhuk …” Aletta sampai tertunduk untuk menyeimbangkan pernapasannya. Ia balik menatap tajam Raziel. ‘Dasar brengsk! Bisa-bisanya dia berniat membunuhku! Apa dia lupa jasa dari keluarga bangsawan Carenza yang membantunya suksesi tahta!’ geram, namun Aletta tidak dapat protes, setidaknya untuk saat ini. “Katakan! Apa alasanmu melakukan itu di depan Gladys!” tanya Raziel dengan tegas, dia tidak melonggarkan sedikitpun tekanannya pada Aletta. Terdengar hembusan napas kasar, Aletta memperbaiki posisi duduknya, “Maafkan aku, Ziel. Aku tidak bermaksud membuat wanita itu salah paham begini. Sebenarnya aku melakukan itu untuk menguji kalian—” “... mengujiku! Lancang sekali kau melakukan itu!” emosi dengan penjelasan konyol Aletta, Raziel menaikkan nada suaranya. “Tenang sebentar bisa tidak sih! Dengar, Ziel. Apa kamu lupa tujuanmu yang sebenarnya?” “Apa maksudmu,” kedua ujung kening Raziel mengernyit. “Kamu tidak jatuh cinta pada Gladys dan melupakan tujuanmu yang sebenarnya, kan? Ingatlah, Ziel. Apa yang kamu lakukan kali ini bisa berdampak di masa mendatang.” Refleks Raziel langsung membuang muka, ia menyedekap kedua tangannya di depan d**a dan berujar, “Tujuanku tidak ada hubungannya denganmu. Berhenti ikut campur!” “Ziel, kamu tahu dengan pasti bahwa aku menyukaimu dari dulu. Tapi bukan berarti aku ingin memilikimu, karena aku tahu perasaanmu takkan pernah bisa kugapai. Hanya saja—” Aletta menggantungkan perkataannya. Ia menundukkan wajahnya sejenak untuk menenangkan perasaannya dan mengangkat wajahnya kembali. “Ziel, kamu tidak bisa terus begini. Cepat atau lambat kamu harus memilih salah satu di antara mereka berdua. Harusnya kau paling tahu akan hal ini. Tapi mengapa … kau justru menempatkan wanita itu di dalam hatimu? Apakah karena mereka memiliki jiwa yang sama?” “Tidak! Aku tidak mungkin menempatkan wanita yang akan jadi cangkang kosong dalam hatiku. Letta, ku kira kamu sudah terlalu jauh ikut campur dalam masalah ini.” Aletta menggelengkan kepala, ia mendekat dan meraih tangan Raziel lantas menggenggamnya. “Aku berhak ikut campur Ziel! Kamu adalah orang yang kucintai, tidak mungkin aku bisa menerima jika suatu saat kamu harus menelan kepahitan yang sama untuk kedua kalinya. Aku sudah ada disisimu lebih dari 100 tahun lamanya dan melihat bagaimana kamu putus asa atas kematian ‘nya’. Jika kamu saat ini menaruh hatimu pada Gladys, bukankah perasaanmu akan kembali terluka? Aku tidak bisa melihat itu.” Raziel menghembuskan napas perlahan. Dia melepaskan genggaman Aletta dan memandangnya dengan tatapan melunak. Tidak ada lagi tatapan tajam yang menusuk. “Aku tahu kamu mengkhawatirkan ku. Tapi aku katakan sekali lagi, aku tidak menaruh hati pada wanita yang akan menjadi cangkang kosong.” Raziel mengabaikan Aletta dengan membalikkan badan, dia menggenggam kedua tangannya erat. “Lalu, jika memang aku seputus asa itu, hal pertama yang akan aku lakukan adalah mengembalikan hidupnya. Itulah sumpahku di depan tahta berdarah.” tatapan Raziel menatap kosong ke depan.  ‘Inilah ganjaran yang harus kubayar atas kepergian Roshalia dan tahta berdarah. Hidup dalam kesendirian dan keputusasaan. Tidak ada gunanya untukmu mencintaiku, Aletta.’ “Walau kamu akan merasakan putus asa sekali lagi karena harus mengorbankan salah satunya? Tidak, Ziel. Mengapa kamu selalu mengambil jalan yang menyakitkan?” Di belakang punggung lebar Raziel, Aletta menitikkan air mata. Tapi dia tidak bisa menangis di depan pria yang bahkan lebih menyedihkan darinya. Raziel menadahkan wajahnya ke atas. Ia menahan semua luka dan lara seorang diri tanpa ada yang tahu seberapa beratnya beban yang dipikulnya. “Karena ini bagian dari hal yang harus kubayar atas keputusan yang kuambil. Mungkin ini takdir yang harus kujalani,” genggaman Raziel melonggar. Ia menegakkan kembali kepalanya. “Karena sudah begini, terserah kamu akan menjelaskan atau tidak pada Gladys. Mungkin ini juga baik untuk semuanya. Pergilah! Aku ingin sendiri untuk sementara waktu.” Tanpa kata, ALetta berbalik arah dan pergi dengan menghapus kedua sudut matanya. Di antara semua orang, mungkin Aletta lah yang mampu terang-terangan mengatakan tentang betapa terpuruknya seorang Raziel. Karena semua orang termasuk Allard selalu pura-pura tidak mengetahuinya dan memilih diam. Di depan meja, kedua tangan Raziel bertumpu. Ia menundukkan kepalanya dengan perasaan rumit, ‘S!aL! Mengapa kau mengatakan itu dan membuatku menyadari perasaanku, Letta! Tadinya aku ingin mengabaikannya dan beranggapan bahwa ini mungkin karena mereka memiliki jiwa yang sama. Tapi jika begini— apa aku benar-benar rela mengorbankannya?’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD