29. Minum wine bersama

1108 Words
1 jam lamanya Raziel berada di ruang rahasia dan berbagi keluh kesahnya dengan tubuh tanpa nyawa kekasihnya. Selama 1 jam ini Raziel menikmati waktunya dan beban di dalam hatinya sedikit berkurang. Ia sekali lagi mengecup kening Roshalia lalu mengembalikan tubuh pucat itu kembali ke peti mati dengan amat sangat pelan agar tubuh itu tidak membentur peti. “Beristirahatlah Roshalia. Terima kasih sudah menjadi tempatku berbagi. Aku pasti akan kembali lagi untuk menemuimu.”  Raziel berdiri dan mundur beberapa langkah dari peti mati itu. Dengan perasaan berat Raziel  merapalkan beberapa bait mantra dan dengan sendirinya peti itu tertutup serta tersegel.  “Selamat tinggal wahai kekasih abadiku, Roshalia. Aku akan segera kembali untukmu.” Setelah mengatakan itu, Raziel berbalik arah dan meninggalkan altar rahasia dengan bebannya yang berkurang. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.50 siang. Setelah Raziel keluar dari altar rahasia, dia mendapati Roland sedang menunggu di ruang pribadinya dengan dokumen di tangannya.  Saat itu Roland sedang duduk di sofa. Melihat Raziel datang, dia pun berdiri memberi hormat. “Yang Mulia, anda sudah kembali?”  “Hm. Ada urusan apa kamu kemari?” Raziel menuju ke meja kerjanya dan mendudukkan pantatnya disana. “Saya kemari untuk memberitahu anda, bahwa sudah waktunya anda makan siang. Menu apa yang anda inginkan, Yang Mulia?” Raziel mengangkat tangannya sebagai isyarat penolakan. “Aku tidak sedang ingin makan apapun. Lagi pula sekarang aku tidak sedang berada di dunia manusia. Tapi, kau bisa menyiapkan ku red wine. Kau temanilah aku minum.”  “Baik Tuan. Akan saya ambilkan red wine terbaik.” Roland pun meninggalkan setumpuk dokumen di sofa menuju pantry yang letaknya di sisi kanan ruangan tersebut. Ya, di ruang pribadi Raziel yang cukup luas terdapat beberapa bagian di dalamnya. Ada ruang kerja, ruang istirahat dengan single bed, ruang tengah dengan sofa melingkar dan pantry sederhana dengan lemari berisi berbagai macam wine dan glass wine yang tertata rapi disana. Beberapa saat kemudian, Roland datang membawakan sebotol red wine dan dua gelas kosong lalu meletakkannya di meja ruang utama. Dia duduk di salah satu sudut sofa. Raziel pun beralih dari meja kerjanya menuju ke sofa dan duduk disana.  “Wine jenis apa yang kau bawa?” Tanya Raziel sembari mengamati Roland membuka wine itu. “Saya mengambil wine Domaine de la Romance Conti dengan jenis anggur pinot noir hadiah salah satu bangsawan yang pernah berkunjung ke Kerajaan. Dari yang saya dengar, wine ini di impor langsung dari Perancis.” jawab Roland secara terperinci. Roland menuangkan wine itu ke dua gelas yang dibawanya. Salah satunya dia berikan pada Raziel, “Silahkan Yang Mulia,” Raziel menerima wine itu dan memperhatikannya dengan senyum seringai. “Hebat juga bangsawan yang memberikan wine seharga $30.000 pada Kerajaan. Apa dia ada maksud tertentu dengan memberikan ini padaku?” Raziel melirik ke arah Roland dengan senyum seringai.  “Bukankah itu selalu menjadi tujuan para bangsawan memberikan hadiah yang tidak biasa. Inilah kekuatan dari Bangsawan Allbyon yang menguasai sebagian besar wilayah perdagangan. Pada waktu itu Tetua Sergio menitipkan ini pada saya dengan pesannya agar memberikan kelonggaran di wilayah perbatasan.” Raziel menggoyang-goyangkan gelasnya sebelum menyesap winenya secara perlahan. “Oh … jadi dia meminta akses khusus padaku agar mempermudah melakukan perdagangan ilegal?! Lumayan juga cara merayu nya. Sayang saja aku tidak mudah disogok hanya dengan sebotol wine. Tapi, lumayan juga rasanya untuk wine mahal yang dia berikan. Sepertinya aku perlu bertemu Tetua Sergio untuk memberinya sedikit peluang,” “Yang Mulia, anda tidak bermaksud untuk memberikan kesempatan pada kakek tua bangka itu, ‘kan?” Roland sedikit menekan perkataannya. Jujur saja dia tidak suka dengan Tetua Sergio yang semena-mena dan akhirnya menambah pekerjaannya. “Mana mungkin. Dimana aku mengatakan seperti itu. Aku hanya ingin memberinya peluang, bukan menyetujui. Mempermainkan para kakek tua, sepertinya menyenangkan.” “Yang Mulia, anda jangan lupa. Umur anda pun sudah menginjak 300 tahun.” Ledek Roland. “Roland, kau sengaja mengejek ku?” Tatapan Raziel berubah menajam. Dia sangat sensitif jika dibilang sudah tua, apalagi diingatkan dengan umurnya yang sudah 3 abad. Raziel mengambil botol wine dan menuangkannya ke gelas yang sedang ada di tangan kirinya. Kini dia meminumnya dengan sekali tandas. “Mana berani saya melakukan itu. Saya hanya mengatakan kenyataan. Beruntung wajah anda tetap tampan, setidaknya para gadis muda masih menganggap umur anda 30 tahunan.” “Bicara soal umur, mengapa kau dan Allard belum juga menikah? Umur kalian pun sudah tidak muda lagi. Sebagian pria dari klan dengan umur mendekati 3 abad pasti sudah memiliki cucu segudang.” Mungkin efek dari alkohol dengan kadar tinggi, pertanyaan Raziel pun mulai ngelantur.  “Bukankah anda tahu Yang Mulia, saya maupun Allard sudah bersumpah setia akan melayani anda selamanya. Bicara soal menikah, selagi tujuan anda belum tercapai, apalagi anda juga masih lajang, bagaimana mungkin kami menikah lebih dulu dari pada Yang Mulia yang kami layani?!” Raziel kembali mengambil wine di botol dan menuangkannya di gelas. Ia meminumnya dengan tenggak dan menaruh gelas itu di meja. Matanya yang mulai memerah melirik ke arah Roland. “Ke depannya, jangan lakukan apapun lagi untukku. Ada kalanya kalian memikirkan tujuan hidup yang kalian inginkan. Menikahlah jika ada wanita yang ingin kalian miliki. Masalah ku, bukankah sudah selesai saat aku menggapai tahta ini?!”  Kesadaran Raziel mulai berkurang, dia menyandarkan punggungnya di sofa dan mendongakkan wajahnya ke langit. Hal yang ia lihat hanya ornamen dan lampu kristal yang berkilauan. Inilah Istana yang selalu membuatnya bermimpi buruk. Jika flashback ke kejadian 300 tahun lalu. Tempat ini menjadi saksi bisu pertempuran antar keluarga bangsawan dan keluarga kerajaan. Tentu saja, kepatihan akan kematian Roshalia. Ini juga yang menjadi alasan mengapa Istana ini dinamakan Kastil Night of Eternity atau sering disebut sebagai kastil Malam keabadian. Malam dimana semua makhluk dari klan vampir mengalami tidur dalam keabadian, atau bagi manusia ini disebut mati. Inilah yang disebut kematian bagi makhluk sejenis vampir. Mereka mungkin tidak mati hanya karena kehilangan darah dan sebagainya. Tapi, mereka akan mengalami tidur dalam keabadian. Lama dalam keheningan dan tanpa mengatakan apapun, Raziel membuat Roland tidak tahan untuk mengatakan sesuatu, karena dia benci keheningan. “Yang Mulia, sepertinya anda mengingat kejadian masa lalu,” ucapnya sembari menoleh ke arah Rajanya. “Mungkin. Apa kau tahu, setiap aku memejamkan mata di Istana ini, tidak pernah sekalipun aku tidur nyenyak. Kejadian di masa lalu selalu menjadi mimpi buruk yang selalu menghantuiku,” Raziel menoleh balik pada lawan bicaranya. “Apa menurutmu aku belum siap memimpin Kerajaan ini?” Terdapat makna di dalam perkataannya. Roland yang tidak suka memikirkan sesuatu terlalu dalam pun menjawab, “Yang Mulia, siap atau tidaknya anda dalam memimpin Kerajaan Regnand, itu tidak menjadikan mimpi buruk sebagai alasan. Bukankah ini adalah keputusan yang anda ambil. Maka tanggung jawablah dengan keputusan itu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD