Kriteria Jodoh Idaman

1062 Words
Aliana terbangun setelah mendengar suara azan berkumandang. Ia merapikan tempat tidurnya yang sedikit berantakan. Setelah rapi, Aliana bergegas menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, dan segera membasuh wajahnya dengan air wudu. Setelah wudu, ia memakai mukenah lalu turun ke bawah untuk salat berjama'ah bersama Dira dan Reyhan. Ternyata, mereka sudah menunggu Aliana. Mereka pun berjama'ah dengan Reyhan sebagai imamnya. Selesai berjama'ah, Aliana pamit kembali ke kamar untuk bertilawah atau membaca Al-Qur'an sebentar. Kemudian ia melanjutkan rutinitas paginya dengan mandi. Setengah jam kemudian, Aliana keluar dan segera mengganti bajunya dengan gamis dan kerudung panjang. Tak lupa, ia memoles wajahnya dengan sedikit bedak. Memang terlihat sederhana. Namun, kesederhanaanya itu yang membuat ia dikagumi banyak orang. Aliana tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin. Setelah dirasa penampilannya sudah sesuai, Aliana turun ke bawah untuk menemui Reyhan dan Dira. "Assalamu'alaikum. Selamat pagi Mas Reyhan, Mbak Dira," sapa Aliana pada mereka berdua. Terlihat, Dira masih sibuk mengoles roti yang ada di tangannya dengan selai kacang kesukaan Reyhan. Sedangkan Reyhan sendiri, masih setia memperhatikan istrinya yang menyiapkan sarapan dengan cekatan. Mereka pun membalas salam dengan kompak. "Wa'alaikumussalam." "Sini, Al. Gabung sama kita. Ayo makan bareng," ajak Reyhan sambil menyantap roti yang sudah Dira siapkan. "Gak usah Mas, nanti Aliana makan di kampus aja. Ada kuliah pagi soalnya, Al takut telat. Ini aja, Al mau langsung berangkat. Ya sudah, Aliana berangkat dulu ya Mbak, Mas?" terang Aliana. Ia nampak terburu-buru. Terlihat jelas sekali raut kekhawatiran Aliana. Ia takut telat masuk kelas kuliah pagi ini. Dengan cepat, Aliana menghampiri Dira dan mencium punggung tangannya. Setelah itu ia berganti menelungkupkan tangannya pada Reyhan, sebagai tanda kalau sudah bersalaman. Aliana memang tidak pernah berani menyentuh laki-laki yang bukan mahramnya. Reyhan juga tidak mau bersentuhan dengan perempuan diluar sana. Reyhan benar-benar menjaga kesucian cintanya. Sungguh beruntung Dira bisa mendapatkan laki-laki yang baik seperti Reyhan. Aliana berharap bisa mendapatkan sosok suami seperti Reyhan. "Dek, kamu bareng Mas Reyhan aja. Katanya sih, ada tugas menguak sindikat pengedar barang haram gitu. Jadi berangkat pagi deh," ujar Dira. "Loh, iya ta Mbak?" tanya Aliana memastikan. Reyhan mengangguk, "Iya, Al. Mas hari ini berangkat pagi, bareng Mas aja," sela Reyhan. "Wah, keren Mas Reyhan. Hati-hati ya, Mas. Siapa tahu bandar itu punya senjatà laras gitu." "Kamu tenang saja, insyaa Allah aman. Allah selalu berada di pihak yang benar." "Emmm ... ya sudah, Al nebeng ya Mas? Tapi anterin sampai kampus loh, jangan diturunin tengah jalan! Nanti Al aduin sama Mbak Dira." Aliana berkedip ke arah Dira. Dira menatap Reyhan tajam. Reyhan yang ditatap seperti itu langsung nyengir. "Tenang, Sayang. Aku anterin adikmu sampai kampus dengan aman sentosa." Ya, mana berani Reyhan menurunkan Aliana di tengah jalan, bisa habis nanti! 'Kan Aliana adik kesayangan Dira. Kalau sampai terjadi sesuatu sama Aliana, Dira tidak akan tinggal diam. Ia akan melakukan apapun untuk adiknya. Meskipun, nyawa Dira taruhannya. Dira mengangguk, "Iya, aku percaya. Lagian, Aliana juga ngaco! Mana ada orang turun di tengah jalan, mau ketabrak? Hemmm ...." "O, iya, ya, yang salah siapa?" tanya Aliana sambil mengetuk-ketukkan jari telunjuknya di atas kening, seperti orang yang sedang mikir berat. Melihat kelakuan adiknya itu, Dira menjadi semakin gemas. "Alianaaaa!!!" teriak Dira dan bersiap menghampiri adiknya dengan sendok selai yang berada di tangannya. "Hehe. Ampun, ampun. canda Bos! Damai peace." Aliana mengangkat jari tengah dan telunjuknya. Melihat kelakuan istri dan adik iparnya yang ribut, Reyhan tak tinggal diam. "Udah, dong! kalian ini ya, pagi-pagi udah bikin gemas aja. Inget umur oi, dah pada tua!" sela Reyhan berniat menengahi. Bukannya damai, mereka malah ngambek. Reyhan sih, pakai ngatain segala, 'kan ribet jadinya. Dasar Reyhan tidak peka! Harusnya, perempuan itu dipuji, bukan malah dikatain. Duh, Reyhan. "Sayang, siapa yang tua?" Dira bertanya dengan senyum liciknya. Berani sekali Reyhan mengatai dirinya tua. "Eh. Emm ... enggak, Sayang. Maksud aku dewasa, bukan tua." Reyhan gelagapan mencari alasan. Semoga, alasannya kali ini tepat sasaran. "Coba kamu ulang sekali lagi, Sayang. Siapa yang tua?!" Dira tidak ingin melepaskan Reyhan begitu saja, sebelum Reyhan mengakui kesalahannya. "Iya, Sayang. Iya. Aku kok, yang tua," ucap Reyhan pasrah. Reyhan lebih baik mengalah daripada mendapatkan amukan dari Dira. Gawat, kalau Dira sudah mengamuk. Bisa-bisa, Reyhan disuruh tidur di luar. Namun, kenyataannya memang Reyhan yang paling tua. Dira tersenyum penuh kemenangan. Kini, giliran Aliana yang memojokkan kakak iparnya. "Yang tua siapa, Mas?! Aku masih 19 loh, Mbak Dira juga masih 23. Terus, yang tua siapa ya?" ulang Aliana tak mau kalah. "Iya, Al. Mas yang tua, Mas yang salah, Mas yang minta maaf," jawab Reyhan dengan wajah masamnya, tapi memang benar sih, 'kan Reyhan yang paling tua di antara mereka. Terima kenyataan ya Mas, hehe. "Hahaha ... " Tawa Dira dan Aliana pecah. "Makanya gak usah ngatain!" tukas Dira. "Makanya jangan ngeselin!" lanjut Aliana. "Yang ngeselin itu kalian berdua!" balas Reyhan tak terima. "Gak bakalan ada asap, kalau gak ada api!" Dira tak mau kalah. Perdebatan masih tetap berlanjut. "Gak bakalan ada api, kalau gak ada korek!" debat Reyhan. "Lah, iya juga ya? Bentar deh. Kalau aku asap, kamu api, terus koreknya siapa?" tanya Dira polos. Dira, gemesin banget, sih? "Noh, si Aliana noh." Reyhan mengangkat dagu menunjuk ke arah Aliana. Aliana yang merasa terzalimi, ia pun tak terima. "Eh ... enak aja. Kok jadi Aliana yang disalahin? 'Kan Al masih polos, imut, lugu, baik hati dan tidak sombong. Terus, di mana letak kesalahan anak baik ini, coba?" ucap Aliana hiperbola. "Lebay!" tukas Dira. "Alay!" lanjut Reyhan. Aliana mengerucutkan bibirnya. "Kompak banget ngeledekin Al. Tunggu pembalasan! Ingat, pembalasan lebih kejam!" ancam Aliana. "Eittts, gak boleh jahat." Dira mengangkat dan menggoyangkan jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan, mengisyaratkan kata tidak. Kalau dilanjut, perdebatan ini tidak akan berakhir. "Udah lah, mau berangkat, sekarang! Entar telat lagi. Kamu juga Al, katanya mau kuliah pagi, tapi masih sempat-sempatnya bikin orang kesal." final Reyhan menengahi perdebatan adik dan kakak itu. Seperti sambaran petir, Aliana menepuk jidatnya setelah mendengar gerutuan Reyhan. "Astaghfirullah. iya, lupa." Aliana merutuki sifat pelupanya. "Ayo, Mas, berangkat!" ajaknya buru-buru. "Dasar ceroboh!" ucap Reyhan dan Dira kompak. Reyhan berjalan menghampiri Dira. Dira kemudian meraih tangan Reyhan dan menciumnya penuh ketulusan. Reyhan pun mengecup kening Dira penuh sayang. "Udah, gih. Kalian berangkat, biar gak telat," ujar Dira. " Iya, Mbak. Kita berangkat dulu," balas Aliana sembari mencium tangan Dira. "Iya, kalian hati-hati." "Siap, Sayang. Selagi ada Komandan, adikmu aman." Kini, giliran Reyhan yang menimpali. Reyhan dan Aliana melangkah keluar menuju mobil, setelah mereka mengucap salam kompak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD