Keharmonisan

1345 Words
"Gak adik, gak suami, semuanya sama saja, sama-sama ngeselin. Syukur alhamdulillah ya Allah, Engkau memberikan hamba sebuah keluarga yang penuh kasih sayang. Cintanya tulus tanpa drama. Hamba bersyukur sekali memiliki mereka berdua," ujar Dira bermonolog. Setelah keberangkatan Reyhan dan Aliana, Dira bergegas membereskan sisa sarapan tadi. Dira memang sengaja tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga karena dirasa ia mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Selesai membereskan semuanya, Dira bersiap untuk pergi ke klinik. ia membuka sebentar HP-nya. Sudah banyak pesan masuk dari pasien-pasien yang sudah menunggu jasa Dira, seperti tarik benang, operasi lemak di wajah dan lain sebagainya. Nona Feliece [Dok, saya sudah di klinik. Apa Dokter sudah sampai? ] Nyonya Martha [Dokter Dira, nanti saya ke klinik jam 9. Dokter bisa tanganin saya, 'kan? ] Itulah beberapa isi pesan yang masuk. Dira hanya melihat pesan itu dari notifikasi. Kalau ia membalas satu per satu pesan itu, takutnya waktu Dira akan terbuang sia-sia. Dira melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. 20 menit kemudian, ia sampai di klinik kecantikan tempatnya bekerja. Banyak pasien yang mengantri untuk segera ditangani. Mereka tidak mau ditangani dokter lain. Katanya, kalau ditangani dokter lain, saat ditusuk jarum sakitnya minta ampun, padahal 'kan sama-sama ditusuk jarum. Mungkin, dokter yang lain kurang sabar kali ya? Eh ... tidak boleh berpikir negatif! 08.00. Di sisi lain, Reyhan melajukan mobilnya menuju kampus Aliana. Kebetulan, hari ini Reyhan bertugas membongkar sindikat pengedar barang haram terbesar di Surabaya. Reyhan sengaja tidak memakai seragam polisinya agar tidak dicurigai oleh bandar itu. Reyhan hanya memakai kaos putih dan jaket kulit hitam. "Mas Reyhan, Mas gak takut kalau ada tugas menangkap sindikat-sindikat besar seperti itu? Mereka pasti sudah bersiap dengan senjata-senjata tajam dan penjagaan yang ketat." Aliana terlihat begitu penasaran. Selain memiliki ketertarikan dengan dunia kesehatan, Aliana juga suka dengan kasus-kasus penyelidikan seperti itu. Reyhan melirik Aliana sekilas, dan ia tersenyum tipis. "Ya enggak lah, Al. Ngapain takut, coba? 'kan itu juga sudah menjadi tugas Mas Reyhan untuk menjaga dan melindungi kemanan negara ini. Bukan cuman negara, tapi mengayomi masyarakat juga kewajiban Mas Reyhan." "Tapi 'kan, Mas–" Aliana belum selesai berbicara, tapi Reyhan menyela ucapannya. "Al. Setiap pekerjaan pasti ada resikonya. Apa pun profesinya, pasti ada bahaya yang mengintai di dalamnya. Tugas kita hanya melaksanakan tanggung jawab yang sudah diberikan dengan ketulusan dan keikhlasan. Apa pun pekerjaan itu, cintailah dengan sepenuh hati. Meskipun, resikonya sangat tinggi. Mas percaya, sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk kita, pasti akan terjadi pada kita. Sekeras apa pun kita menghindar, yang terjadi pasti akan terjadi. Yang Mas bisa lakukan hanya berserah kepada Allah. Apa pun yang terjadi, Mas Reyhan siap. Hidup di dunia 'kan tidak abadi, Al. Jadi, kita harus siap apabila sewaktu-waktu nyawa kita diambil. Maka dari itu, kita di dunia ini harus sudah mempersiapkan bekal untuk di akhirat nanti." Reyhan sudah menjelaskan panjang lebar, tapi hebatnya, Aliana hanya ber-oh-ria. "Oh, gitu?" Reyhan dibuat gemas dengan jawaban Aliana. Aliana memang unik. Ia selalu memasang tampang dinginnya kepada laki-laki asing yang belum dikenalnya. Mungkin, itu sebabnya banyak laki-laki yang ingin mendekatinya karena rasa penasaran. Ya, mungkin lebih baik begitu. Daripada cinta datang hanya karena rasa penasaran. Reyhan sangat mendukung keputusan Aliana. Banyak yang mendekati Aliana. Tak sedikit pula yang mengajaknya berpacaran. Namun, pada akhirnya hanya penolakan yang mereka dapatkan. Aliana benar-benar menjaga kesuciannya. Ia tidak mau terjebak pada cinta yang belum halal. Toh, tidak ada manfaatnya juga. Selain mendapatkan dosa juga bisa membuat sakit dan patah hati. Jadi, lebih baik begini saja. Mungkin, mencintai atau menunggu jodoh dalam diam adalah keputusan yang sangat tepat. Tak terasa, mereka sudah sampai di depan Universitas Airlangga. Kampus di mana Aliana menimba ilmu lebih dalam lagi. Aliana pun melepas sabuk pengamannya dan segera turun dari mobil. "Mas Reyhan. Aliana masuk dulu ya, Mas? Mas Reyhan hati-hati di jalan. Assalamualaikum," ujar Aliana berpamitan. "Wa'alaikumussalam," balas Reyhan. Setelahnya, Aliana berjalan menuju pintu masuk kampusnya. Reyhan pun melajukan mobilnya menuju tempat yang sudah di curigai sebagai tempat beroperasinya barang-barang terlarang. Di sana, sudah ada teman Reyhan yaitu Briptu Affandy yang sudah mengawasi gerak-gerik mereka. Setengah jam kemudian, Reyhan sampai di tempat tujuan. Sesampainya di sana, Reyhan beserta anak buahnya yang sudah ditugaskan, mengepung dari segala arah. Reyhan dan Briptu Affandy bersiap mendobrak pintu. "Bruak" Bunyi pintu terdobrak. "Jangan bergerak," ucap Reyhan lantang. "Angkat tangan! Kalian sudah kami kepung." Perintah salah seorang anggota kepolisan. Benar dugaan. Para bandar sedang melakukan aksinya. Di tempat ini mereka beroperasi. Ditemukan puluhan kilogram barang-barang haram di sana. Terlihat, ada yang berusaha melarikan diri. Namun, Reyhan langsung mengarahkan pistol ke arah kaki orang tersebut. Dengan sangat terpaksa, Reyhan harus melumpuhkan kakinya dengan timah panas. Seketika itu juga darah mengalir deras. Dengan cekatan, Reyhan beserta anak buahnya meringkuk dan menggiring mereka semua menuju mobil untuk dibawa ke rumah tahanan yang sudah siap menampung mereka. Sesampainya di rumah tahanan itu, Reyhan memberi instruksi untuk melakukan interogasi terhadap para pelaku. Mereka semua digiring ke dalam ruang interogasi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Terdapat 7 tersangka yang sudah ditetapkan sebagai produsen dan pengedar barang haram. Sisanya, masih ada 4 tersangka yang masih dalam proses pencarian. "Sudah berapa lama kalian memproduksi dan mengedarkan barang-barang terlarang itu?" tanya Briptu Affandy dengan suara yang lantang. Semuanya terdiam. Tidak ada satu pun diantara mereka yang berani membuka mulut. "Jawab!" bentak Reyhan tegas. "Ki–kita sudah menjalankan bisnis ini sekitar 3 tahun," jawab salah satu dari mereka dengan terbata-bata. Rasa ketakutan sangat terlihat dengan jelas dari wajahnya yang memucat. "Di mana saja koneksi kalian?" desak Reyhan dengan ekspresi garang. "Banyak. Kita menyebarluaskan di berbagai kota-kota besar di Indonesia. Seperti; Jakarta, Malang, Surabaya, Medan, Makassar, Semarang dan masih banyak lagi. Namun, sasaran utama kami adalah Jakarta dan Surabaya." jawab pelaku lain dengan wajah ketakutan. Tetesan keringat membanjiri peluh mereka. "Siapa saja sasaran pembeli yang kalian tuju?" gertak Briptu Affandy dengan tampang sangarnya. "Sasaran kami adalah para publik figur, orang-orang berduit dan yang paling mudah dipengaruhi adalah para remaja. Karena anak-anak muda cenderung lebih labil dan ingin coba-coba. Rasa penasaran mereka tinggi. Kami membuat strategi dengan menawarkan barang itu secara cuma-cuma. Sebagai permulaan, rugi sedikit bagi kamu tidaklah masalah. Toh, mereka pasti akan ketagihan dan ingin membeli barang itu terus-menerus. Dengan begitu bisa untung besar." Ini adalah pengakuan dari tersangka sendiri. Sungguh sangat miris. Reyhan hanya bisa memegang pelipisnya setelah mendengar semua penjelasan itu. Ia tidak habis pikir, Jika anak-anak muda sudah disesatkan seperti itu, lalu bagaimana nasib negara ini? Mungkin, memang benar. Sekarang bukan peperangan lagi yang menjadi ancaman, tapi rusaknya moral generasi muda yang menjadi ancaman paling berbahaya. Sungguh sangat memprihatinkan. Remaja memang sangat rentan terpengaruhi. Selain pola pikir yang masih labil, banyak sekali anak-anak yang menjadi korban keegoisan orang tua. Menjadi korban broken home, memang bukanlah keinginan mereka, tapi apalah daya, mereka hanyalah korban dari keegoisan dan ketidak pedulian orang tuanya. Sebenarnya, bukan masalah perceraian. Mereka bisa bercerai kalau memang dirasa sudah tidak ada kecocokan dan sudah tidak ada yang bisa dipertahankan. Namun, yang menjadi masalah adalah saat mereka sudah memiliki keluarga masing-masing, dan berusaha untuk menjatuhkan satu sama lain. Berlomba-lomba untuk terlihat bahagia dengan keluarga barunya. Membuat anak seolah tidak mendapatkan kasih sayang sedikit pun. Si anak merasa tidak diperhatikan lagi, tidak diinginkan kehadirannya dan yang lebih parah, si anak hanya dianggap sampah yang tak berguna. Menjadi beban dalam kedua keluarga yang sudah terlihat bahagia itu. Inilah salah satu alasan kenapa anak broken home ingin bebas. tidak mau dikekang apalagi diatur. karena mereka ingin mencari kebahagiaan sendiri di luar sana. Jangan salahkan anaknya jika sudah seperti itu. Seharusnya, orang tua juga bisa introspeksi diri, bukan cuman bisa menghakimi. Harusnya, orang tua bisa memperhatikan apa yang diinginkan sang anak. Anak tidak butuh harta berlimpah, uang jajan yang banyak, mobil mewah ataupun rumah bergedung. Tidak banyak kok yang anak mau. Cukup beri dia perhatian dan kasih sayang yang utuh layaknya keluarga sweet home. Apa susahnya? Kenapa sulit sekali memberikan perhatian kecil itu? Banyak anak broken home yang menjadi urak dan liar. Mereka mudah terpengaruh. Mereka masih labil. Tolong! Jangan biarkan mereka menjadi semakin hancur. Beri mereka kasih sayang yang utuh. Jangan biarkan anak-anak itu menghancurkan masa depan mereka sendiri. Tolong, sadarlah! berpikirlah! jangan egois teruntuk para orang tua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD