Kepergian pangeran Kedua sudah begitu lama, dia pergi secara diam - diam hingga membuat Pangeran mahkota menyuruh banyak prajurit untuk menemukannya. Mereka berfikir jika pangeran telah hilang atau diculik tapi siapa yang menyangka bahwa pangeran yang mereka cari sebenarnya sedang bersenda gurau dengan seorang gadis.
Baru saja Nicholas melangkahkan kakinya memasuki gerbang Istana. Ribuan pertanyaan langsung dilontarkan oleh para penjaga yang ada digerbang Istana atas kepergiannya yang menurut mereka sudah begitu lama. Bagaimana pun juga hilangnya Nicholas sudah membuat mereka susah.
“Pangeran apa anda baik – baik saja?”
“Kalian lihat aku baik - baik saja kan.” Nicholas merasa heran dengan sikap para penjaga yang menurutnya terlalu berlebihan kepadanya.
“Maaf pangeran, tapi sejak tadi Yangmulia Pangeran Mahkota telah mencari anda.”
Mendengar hal itu hanya bisa membuat Nicholas tertawa miris dalam hati, sepertinya dia ada dalam masalah karena menghilang begitu saja tanpa memberitahu Harry, baru saja ia melenggangkan kakinya memasuki gerbang istana, sosok Pria dengan kedua tangan yang disilangkan defensif didepan tubuhnya sudah ada dihadapan Nicholas.
“Darimana saja kamu?” Tanya seorang Harry dengan tatapan intimidasi.
Nicholas tersenyum getir, dia paling takut menghadapi Harry yang sedang kesal, “Ka, aku bisa jelaskan.”
“Baiklah, aku mendengarkan.”
“Aku hanya merasa bosan ada di Istana, tidak ada yang bisa kukerjakan dan pelajaran hanya akan membuatku mati bosan. Jadi, aku hanya ingin berjalan – jalan di luar istana sebentar. Aku tidak memberitahumu, karena kufikir kamu pasti tidak akan mengizinkan.” Jelas Nicholas berbohong, karena tidak mungkin dia bilang kalau dia menghabiskan waktu dengan Alice, hanya berdua Bersama seorang gadis tak dikenal akan dianggap telah melanggar norma kesopanan Kerajaan.
“Kamu berjalan – jalan hingga hampir seharian? Nicholas, bukankah kita sudah membicarakan hal ini, kapan kamu bisa menjadi lebih bertanggung jawab.”
“Ka, ayolah. Aku hanya pergi, bukan diculik atau dibunuh. Aku pasti akan Kembali.”
“Nicholas! Perhatikan cara bicaramu.”
Nicholas tersentak atas bentakan Harry, Harry sangat jarang memarahinya. Dia tahu dengan pasti kalau dia telah melakukan kesalahan. Harry paling tidak suka bila dia bercanda tentang kematian, baginya itu adalah hal yang tabu.
Nicholas tidak ingin menuangkan minyak kedalam api, pada akhirnya dia harus menundukan kepala dihadapan Harry atas kesalahan yang dia perbuat agar tidak membuat sang pangeran mahkota semakin marah, “Maaf, maafkan aku. Aku telah berbuat kesalahan.”
Harry langsung tersadar dengan nada suaranya yang tinggi sehingga membuatnya merasa bersalah karena telah membentak. Dia hanya merasa khawatir dengan kelakuan adiknya yang selalu melakukan hal semaunya, Harry takut bila dia meninggalkan adiknya sendirian. Nicholas akan menjadi pribadi yang tidak bertanggung jawab dan tidak mandiri.
“Nicholas, Aku. Maafkan aku. Aku tidak sengaja membentakmu.”
Nicholas tersenyum canggung, “Tidak perlu minta maaf, ini memang salahku. Apa kaka akan menghukumku?”
“Tidak. Aku memaafkanmu hari ini. Lagipula Ayah dan Ibu juga tidak sedang di Istana. Tapi kumohon, setidaknya kabari aku jika kamu akan pergi, Aku sangat menghawatirkanmu.” kata harry dengan suara yang selembut sutra
Membentak adiknya sebenarnya sama saja seperti membuat luka sayatan dihatinya rasa cinta yang dia berikan kepada nicholas sebagai saudara sedarah tentu saja sangat besar. Dialah orang pertama yang akan maju jika adiknya disakiti dia jugalah yang akan semalaman menunggui nicholas jika seandainya nicholas sedang sakit. Bagi harry nicholas yang sudah berumur 19 tahun masih seperti adik kecilnya yang masih berumur 7 tahun apapun akan dia lakukan untuk melindunginya meskipun harus mengorbankan nyawanya.
“Istirahatlah, kamu pasti lelah.” Ujar Harry seraya menepuk kecil kepala Nicholas.
Nicholas mengangguk, “Baiklah, aku akan pergi kekamar. Sekali lagi aku minta maaf.”
Setelah adiknya pergi, Harry kembali masuk kedalam kamarnya, kamar yang tertata dengan rapih. Tentu sangat jauh berbeda jika harus dibandingkan dengan kamar Nicholas yang sudah seperti habis terserang badai setiap harinya. Dia langkahkan kakinya ke arah sebuah potret wajah seorang gadis dengan figura paling besar diantara semua figura yang ada dikamar ini seorang gadis yang sudah begitu lama tidak dijumpainya.
wajahnya begitu manis dan rupawan, kulitnya berwarna putih pucat sama seperti kulit para malaikat hitam yang tidak pernah terkena matahari, matanya yang berwarna biru tua mampu membuat seorang harry bertekuk lutut dihadapannya. Diatas kepalanya terdapat sebuah mahkota bunga yang menghiasi rambutnya yang berwarna coklat bergelombang.
“Ratusan surat sudah kukirim kepadamu, tapi tak ada satupun balasan darimu, apa yang sebenarnya terjadi kepadamu?” Ucap harry kepada potret yang ada didepannya.
Dari Hari ke hari, lalu bulan berganti tahun. Harry terus menunggu kedatangan wanita itu Kembali. Namun, tak pernah ada jejak kepergian atau kepulangannya. Wanita itu bagai menghilang ditelan oleh langit. Harry bukanlah orang yang bisa dengan mudah melupakan sosok yang pernah menjadi bagian di hidupnya, membuat mereka merasakan arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya. Mereka melakukan banyak hal Bersama, dan saling menguatkan satu sama lain.
“Dia akan baik baik saja, aku yakin.” Harry menoleh kesamping untuk melihat pemilik suara itu meski dia sudah begitu hapal dengan suaranya.
“Ketuklah pintu terlebih dahulu sebelum masuk. Lagipula bukankah kamu bilang mau istirahat.” Ucap harry dengan jengkel sedangkan orang yang ada disampingnya hanya tersenyum tanpa merasa bersalah.
“Bagaimana ya, adikmu tersayang ini masih merasa bersalah dan ingin memperbaiki hubungan dengan kakanya. Tapi ternyata sang kaka sedang bersedih karena mengingat wanita yang sudah lama meninggalkannya.” Ujar Nicholas mendramatisir keadaan.
“Bukankah kamu malah membuatku lebih kesal?”
Nicholas tertawa, lalu menatap figura seorang wanita yang tersenyum secerah Mentari dihadapan mereka. “Aku serius, dia pasti baik – baik saja. Karena, aku tahu. Giselle adalah wanita yang kuat.”
Harry tertawa getir, “Ya, aku tahu. Aku hanya sedikit merindukannya.”
“Sedikit?”
“Baiklah, aku akui aku sangat merindukannya. Dan bisakah kamu ceritakan dengan detail kemana kamu pergi seharian ini, Pangeran Nicholas?” Tanya Harry mengalihkan pembicaraan.
Ucapan harry mampu membuat nicholas menelan ludah, apakah harus dia secepat ini memperkenalkan Alice kepada keluarganya. Sepertinya sekarang bukan saat yang tepat untuk membicarakan Alice, Nicholas saja bahkan belum tahu asal – usul jelas Alice. Dan dia pun juga tidak bisa berkata kalau dia habis bermain Bersama seorang wanita cantik, sedangkan kakanya sedang begitu bersedih menantikan gadisnya.
Harry sepertinya menyadari keterdiaman Nicholas, adiknya bukanlah tipe orang yang pendiam. Bila Nicholas diam seperti ini, maka Harry tahu kalau Nicholas sedang menyembunyikkan sesuatu, “Jika memang kamu tidak ingin bercerita tidak masalah. Ceritakan saja ketika kamu sudah siap.”
“Aku tidak merahasiakan apapun.”
Harry tertawa, “Aku sudah lama mengenalmu Nicholas, aku tahu kamu sedang menyembunyikkan sesuatu. Aku hargai rahasiamu, kamu sudah dewasa dan wajar untuk memiliki rahasia.”
“Baiklah, aku akan ceritakan memang sudah saatnya.”
Harry menepuk kepala Nicholas, “Aku menantikan.”
“Ka, mau makan Bersama? Aku bertaruh kamu pasti belum makan.”
“ya, kau benar. Ayo kita makan bersama” Nicholas tersenyum karena ternyata tebakannya itu tepat
Sebenarnya Nicholas tidak merasa lapar, karena sudah menyantap banyak makanan serta cemilan ketika Bersama Alice sebelumnya. Dia hanya merasa sudah begitu lama mereka tidak makan Bersama, tugas yang selalu menumpuk membuat Harry jadi sering melupakan jam makan. Jadi, bila ada kesempatan Nicholas ingin menghabiskan waktu lebih banyak Bersama Harry.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah duduk di ruang makan, dihadapan mereka sudah terpampang banyak makanan yang disiapkan oleh pelayan. Harry merasa sudah sangat lama sekali tidak makan di ruang makan. ia selalu makan cepat di kantor atau dikamarnya, Ayah dan Ibunya pun juga sering meninggalkan istana untuk mengadakan pertemuan Bersama Raja Penyihir, Hanya Nicholas yang biasanya makan disini sendirian tanpa ada yang menemani karena hanya dialah satu - satunya keluarga kerajaan yang tidak terbebani akan tugas negara.
***
Harry’s PoV
Aku tak pernah menyangka hanya dengan makan Bersama Nicholas saja sudah bisa membuat dia begitu senang, Aku tahu dia begitu kesepian selama ini, Ayah, Ibu dan aku selalu sibuk dengan urusan kami masing masing hingga kami sampai melupakan Nicholas. Aku sangat meindukan adik kecil dan manjaku ini, ingin rasanya mengambil libur selama satu minggu hanya untuk menghabiskan waktuku untuk Nicholas, dan akan kuberikan kasih sayang seperti saat kita masih kecil.
Kebahagiaan memang selalu terpancar diwajahnya tapi aku tahu didalam hatinya dia begitu hancur, hancur karena harus seperti orang asing di istana sendiri. Aku juga tahu kenakalan yang dia buat selama ini juga hanya semata mata untuk menarik perhatian kami kepadanya, meskipun dengan konsekuensi dihukum.
Sebenarnya apa yang dia lakukan diluar tadi hingga seharian keluar dari istana aku tahu dia tidak sedang mencari perhatian karena baru beberapa hari yang lalu dia menyelesaikan masa hukumannya. tingkahnya juga begitu aneh dia pasti akan selalu gugup setiap kali aku bertanya kemana dia pergi, suatu saat nanti aku juga pasti tahu apa yang sebenarnya dilakukan Nicholas
“Kenapa melamun? apa kaka masih memikirkan dia.” Ucap nicholas yang berhasil membuat ku tersadar.
Pertanyaan Nicholas barusan membuatku kembali mengingatnya, gadis itu sudah lebih dari dua tahun dia tidak kunjung datang. Terakhir kali dia pergi, dia hanya bilang kalau dia sedang ada sebuah Misi Penting. entahlah aku tidak mengetahuinya karena dia juga merahasiakan hal itu dariku.
“Mungkin aku sangat merindukannya.” Bisikku sekecil mungkin.
“Aku yakin dia juga akan merindukanmu.” Tidakkah kemampuannya sangat menyebalkan, dia selalu menguping hal yang harusnya tidak dia dengar.
“Bisakah kau berhenti menguping?”
“Bisakah kaka menutup kupingku?”
“Berhentilah bicara, tidak baik makan sambil bicara.”
“Tapi kita tidak sedang belajar tata krama kan.”
Aku mendengus lelah, “Terserah kamu saja, Nicholas.”
Adu mulut sudah menjadi hal biasa yang dilakukan aku dan nicholas tapi dialah yang selalu menang banyak. Karena aku terlalu baik kepadanya hingga harus terus mengalah lagipula aku tidak suka melihatnya jika wajahnya cemberut karena kalah dariku.
Dentingan sendok dan garpu terdengar memecah keheningan diantara aku dan Nicholas sekarang dia malah menjadi malaikat yang bisa diam dalam sekejab kulihat dari raut mukanya dia seperti sedang memikirkan sesuatu atau dia terkena penyakit diam dadakan.
“Ka.” yukurlah ternyata dia masih sehat
“Hn. Ada apa?” Tanyaku
“Bagaimana rasanya jatuh cinta?”
“Uhuukk..Uhukkk" Mendengar pertanyaan Nicholas membuatku tersedak, ada apa dengannya biasanya dia paling anti berbicara soal cinta apa dia memang sedang sakit, Kuarahkan tanganku ke keningnya suhunya normal.
“Cinta? Apa yang terjadi denganmu Nicholas apa saat kamu keluar kepalamu terbentur sesuatu? atau kamu terjatuh kedalam jurang? atau tiba tiba terserang monster hutan atau kam-“
“Ka, bisakah kamu tidak berlebihan, aku hanya bertanya. Jawab saja.” Sela Nicholas
Harry, “Cinta. Entahlah, bagiku Cinta tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan jika kamu bertanya bagaimana rasanya, Kamu akan tahu kalau kamu sedang jatuh cinta ketika kamu merasa senang ketika melihat orang itu. Bahagia ketika dia tertawa, merasa sedih jika dia terluka dan jantungmu akan berdetak keras jika kamu menatap matanya dalam. Tapi aku tidak yakin adik kecilku ini bisa jatuh cinta.” aku menekankan kata terakhirku dan menatapnya sepertinya dia marah dengan ucapan terakhirku
“Siapa yang kamu bilang adik kecil? aku sudah 19 tahun dan aku pasti bisa mencari cintaku. Dasar Tua!” Ternyata dia memang marah.
***
Author’s PoV
Angin dingin membelai lembut helaian rambut coklat milik seorang gadis yang sedang berjalan di pinggir danau sambil memikirkan penderitaan hidupnya yang tiada akhir, terbuang dari keluarganya, menjadi seorang b***k, hingga harus tidak menemui pria yang sangat dia cintai selama dua tahun. Hanya karena sebuah derita yang harus dia tanggung untuk menyelesaikan sebuah misi yang diberikan oleh Tuan nya. Dia tidak ingin kalau lelaki yang dia cintai harus melihatnya dengan luka yang telah mengukir tubuhnya, dia bahkan juga mengasingkan diri disebuah desa terpencil karena melarikan diri dari Tuannya.
“Disini angin bertiup begitu dingin sebaiknya kamu kembali kerumah.” Ucap wanita muda yang baru saja datang.
“Aku bingung apa yang harus aku lakukan setelah ini, jika aku kembali kepada Tuanku, pasti dia akan melakukan hal yang pasti bisa membuat perang kembali, seandainya kamu tidak datang untuk menolongku dan menceritakan apa yang akan dilakukan tuanku jika aku memberitahu dia bahwa sesuatu yang dia cari selama ini sudah ditemukan olehku. Aku pasti akan melakukan hal bodoh.” Ucap wanita berambut coklat itu
Seandainya wanita yang ada dihapannya sekarang dulu tidak menolongnya dan mengobatinya, dia pasti sudah mati sekarang.
“Arista mungkin sudah saatnya aku menemui pria yang aku cintai sekarang, dan mengucapkan selamat tinggal kepadamu.” Wanita yang bernama Arista itu menampakkan ekspresi sedih dimatanya karena gadis yang sudah dia anggap adik sendiri harus pergi.
“Jika itu keputusanmu maka aku tidak bisa menahanmu. Tetaplah berusaha menghindar dari tuanmu Gisell, meskipun akhirnya kamu bertemu dengannya bilang saja kamu gagal menjalankan misi jahanamnya itu. Aku percaya padamu.” Arista dan Gisell pun berpelukan untuk melepaskan rasa sedih merek. Gisell sudah tidak bisa lagi menahan perasaan rindu kepada pangeran yang bisa membuat hati gisell berbunga bunga.
“Meski nanti kita tidak bertemu lagi. Tapi aku akan tetap melindungimu dari jauh.”
“Terima kasih Arista. Selama ini kamu telah banyak membantuku.”
Sayap hitam yang bertengger cantik dibelakang punggung nya kini sudah melebar dengan sempurna, Giselle makin terlihat anggun dengan sayap besar hitamnya. Untuk yang terakhir kalinya dia menatap arista dan memberikan senyuman termanis untuk arista, Gisell mengepakan sayapnya hitamnya dan pergi keluar dari desa terpencil yang untuk sementara dia tinggali Hatinya sudah tidak sabar untuk bertemu kekasihnya itu.
***
Alice’s PoV
Setelah Nicholas pergi, aku ingin ke perpustakaan yang terletak di lantai 3 aku masih penasaran dengan Ferdha aku masih ingin mengetahui lebih jauh tentangnya wajahnya terlihat familiar bagiku kutelusuri semua rak buku yang ada diperpustakaan ini. Aku sangat ingin menemukan album foto milik ferdha mungkin saja didalam album itu ada malaikat yang aku kenali.
Setelah 2 jam aku mencari, tapi tetap saja tidak membuahkan hasil hanya ada buku buku sejarah, dongeng, alam, pengobatan dan lain lain tidak ada buku yang mencangkup tentang kehidupannya padahal aku berharap mungkin saja Ferdha menaruh buku tentangnya diperpustakaan. Kemudian, Aku melihat sebuah rak buku paling besar diruangan ini menempel dengan dinding. Kurasa itu satu - satunya rak buku yang belum aku sentuh. Aku berjalan menuju rak buku itu. Saat aku mendekat ternyata tanpa disadari kakiku menginjak sebuah ubin yang membuat rak buku itu berputar kesamping hingga membuat jalan menuju ruangan yang ada dibaliknya.
Ruangan itu cukup besar, dan tidak ada cahaya sama sekali. Beruntung, karena kekuatan dari kalungku ini, aku bisa melihat dalam gelap, seperti malaikat hitam pada umumnya. Aku menelusuri ruangan itu, hanya terdapat sofa yang disusun senyaman mungkin, tungku perapian, dan meja. Namun, ada satu hal yang membuatku terkejut, diatas tungku perapian, aku melihat sebuah lukisan dengan figura besar. Didalam lukisan tersebut, terdapat sebuah lukisan keluarga.
Itu merupakan lukisan keluarga Ferdha, Namun yang membuatku terkejut bukanlah lukisan itu, namun fakta bahwa keluarga yang terlukis didalamnya merupakan lukisan keluarga Barclay, keluargaku. Disana ada nenek ku Nerfa Barclay yang masih terlihat muda sedang duduk disebuah kursi, dibelakang kursi itu adalah kakekku Codi Barclay, disampingng kanan dan kirinya ada 2 orang remaja perempuan. Aku yakin yang disebelah kiri adalah ibuku Esline Barclay tapi yang disebelah kanan, dia adalah kaka perempuan ibuku yang mereka bilang sudah meninggal yang kutahu namanya adalah Emely Barclay. Aku tidak mengerti kenapa lukisan keluargaku ada didalam rumah Ferdha dan tersembunyi. Apakah penyihir ini sedang melakukan rencana untuk membunuh keluarga kerajaan, seketika ada rasa merinding yang menyapaku.
Sebuah buku dengan sampul berwarna hijau muda tergeletak diatas tungku perapian di sampul tersebut tertuliskan ‘My Diary’, mungkinkah ini adalah buku yang bisa membuat rasa keingin tahuan yang selama terus menghantui perasaanku terbayarkan. Kubuka lembar pertama buku itu.
Halaman 1
Inilah kisah tentang hidupku kisah tentang keluargaku, kekasihku, dan siapa sebenarnya diriku ada rasa senang dan sedih di setiap bait dalam untaian kata yang aku tulis dibuku ini sejak aku berumur delapan tahun. Buku yang menjadi saksi bisu atas perjalanan hidupku kupakaikan mantra dibuku ini sehingga tidak ada yang bisa membuka buku ini kecuali aku, putriku dan seorang keponakan perempuanku yang akan lahir dari rahim adikku Esline.
Oleh : Emely Barclay
Bukk!
Tanpa sengaja aku menjatuhkan buku yang kupegang. Aku tidak mengerti maksud dari tulisan ini. Mengapa ada nama Bibiku, Emely didalam sana. Ini merupakan buku milik Ferdha, tapi disana tertulis bahwa yang bisa membuka diary ini hanyalah dia, putrinya dan keponakan yang akan lahir dari rahim adiknya Esline
Kualihkan pandanganku ke arah lukisan keluarga itu, Emely adalah Ferdha. Yang berarti, aku adalah keponakan dari Ferdha. Seseorang yang selama ini kupikir telah mati, ternyata menjadi seorang penyihir di Asdante.
“Emely, apa yang terjadi kepadamu?” Kupungut buku yang tadi terjatuh di lantai dan bergegas turun kembali kekamar yang ada dilantai satu.