Tami baru bangun, namun sudah tidak melihat suaminya ada disampingnya, ia meraih ponselnya dan melihat pesan dari Evano bahwa ia sudah berangkat ke kantor, dan ia disuruh bersantai di rumah.
Setelah mandi dan selesai berpakaian, Tami masuk ke lift dan turun ke lantai bawah untuk sarapan, namun ia malu untuk melangkahkan kakinya ketika melihat ibu mertuanya itu sedang duduk sendirian.
Tami tak punya pilihan lain selain menghampiri ibu mertuanya.
“Tante,” ucap Tami.
Paula menoleh dan mendongak melihat Tami berdiri disampingnya.
“Siapa suruh kamu panggil Tante?” tanya Paula.
“Ya?”
“Panggil ‘Mommy’, itu sudah cukup,” kata Paula.
Tami mengangguk.
Paula menoleh dan berkata, “Kamu baru bangun, ‘kan?”
“Iya,” jawab Tami.
“Pergi lah sarapan, setelah itu temani Mommy ke mall.”
Tami mengangguk. “Baik.”
Tami lalu melangkah menuju ruang makan, napas Tami seperti akan putus jika dekat dengan ibu mertuanya. Paula orang yang cukup tegas dan mengesankan. Jadi, Tami menyegani ibu mertuanya itu.
“Mom.”
“Leon? Kamu pulang? Tidak ke kantor?”
“Hehe, aku mau mengambil sesuatu,” kata Leonel.
“Oke. Ambillah,” angguk Paula.
Leonel melangkah hendak masuk ke lift, namun langkahnya terhenti ketika melihat Tami sedang sarapan dengan roti tawar gandum. Leonel langsung menghampiri Tami dan duduk disalah satu kursi kosong.
“Tuan Muda? Tuan Muda butuh sesuatu?” tanya salah satu ART di rumah pribadi Massimo.
“Kopi saja,” jawab Leonel.
“Baik saya buatkan.”
Tami menoleh kanan kiri melihat situasi lalu menatap Leonel yang saat ini tersenyum dan berbagi makanan dengannya.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Tami.
“Karena ini rumahku,” jawab Leonel meraih satu roti dari piring Tami.
“Apa sih, jangan ganggu aku, aku tidak mau seseorang salah paham jika melihatnya. Apalagi ibumu ada di ruang tengah.”
“Mommy tidak di sini, jadi tidak masalah.” Leonel benar-benar memancing kemarahannya.
“Bisa tidak, kita berpura-pura tidak saling mengenal?”
“Bagaimana bisa aku bisa melakukannya, dua malam bersamamu indah sekali,” jawab Leonel.
Tami membulatkan mata dan hendak menutup mulut Leonel dengan tangannya, namun dengan cepat Leonel menggenggamnya dan mengecup punggung tangan Tami.
Tami menarik tangannya, ia tidak paham dengan sikap Leonel yang selalu melakukan semaunya. Tami jadi tidak enak dan harus berhati-hati sebelum ada yang menyadari sikap mereka.
“Kamu dan Evano sudah melakukannya?” tanya Leonel.
“Apa maksudmu? Melakukan apa?”
“Tidak perlu membahasnya, aku hanya bercanda.” Leonel juga tidak siap untuk mendengarnya.
Tami melanjutkan sarapannya, berusaha mengalihkan pandangan. Ia tidak akan siap jika seseorang mengetahui hubungannya dengan Leonel, ia tidak siap keluar dari keluarga ini. Hidup berkecukupan memang sudah impiannya sejak dulu.
Salah satu ART membawa kopi dan cemilan untuk Leonel, mereka sarapan berdua dimeja makan. Tanpa suara dan tanpa kata, ketika Leonel hendak mengatakan sesuatu, Tami bangkit dari duduknya dan melangkah pergi. Leonel memukul meja begitu kuat.
Tami kembali menghampiri ibu mertuanya.
“Sudah sarapannya?” tanya Paula.
“Iya.”
“Ya sudah. Kita ke mall.” Paula bangkit dari duduknya dan mereka pergi menuju mobil yang sudah disiapkan.
Supir pribadi bernama Anto membuka pintu mobil Alphard berwarna putih, dan mempersilahkan sang empunya masuk, setelah itu segera lah mobil melaju meninggalkan tempat.
Leonel yang melihatnya hanya membuang napas.
Tami sejak tadi diam saja, ia tidak tahu bagaimana caranya berbincang dan memulai obrolan dengan ibu mertuanya, karena wanita berparas indah yang menolak tua itu hanya diam saja.
“Mulai besok, bekerja lah di perusahaan,” kata Paula.
Tami menoleh melihat ibu mertuanya.
“Aku tak mau seseorang mengatakan bahwa kamu pengangguran dan tidak berguna, jadi mulai lah bekerja di perusahaan.” Paula melanjutkan.
“Apakah boleh saya bekerja di perusahaan?”
“Boleh lah. Siapa yang bilang tidak boleh? Pekerjaan seperti itu memang sudah seharusnya dikerjakan oleh keluarga Massimo. Dan, kamu sudah menjadi bagian dari keluarga Massimo.” Paula menjelaskan membuat Tami terdiam.
Tami tidak bisa lagi terbebas dari pekerjaan, ia mengira akan menerima uang yang banyak dan hidup senang, tapi nyatanya ia juga harus bekerja di perusahaan.
Tami duduk diam dan tidak mengatakan apa pun.
“Kenapa diam saja?” tanya Paula.
“Saya mengikuti apa pun yang sudah diputuskan,” jawab Tami.
***
Malam menunjukkan pukul 9, Tami baru saja keluar dari kamar mandi, namun ia terkejut ketika melihat Leonel sudah duduk di tepi ranjang dengan jubah mandi.
Tami membulatkan mata, melihat bulu halus yang tumbuh disekitar d**a Leonel, itu jelas terlihat didepan matanya. Tami mengalihkan pandangan, ia be
Apa yang Leonel lakukan di sini?
“Sayang, ada apa? Sayang!”
Tami kembali melihat ke arah pria yang duduk di tepi ranjang. Tami mengedipkan matanya dan melihat Evano. Lalu mengapa bayangan wajah Leonel yang ia lihat?
Tami mengelus leher belakangnya dan berkata, “Sayang, siapa temanmu?”
“Teman? Teman siapa?”
“Tadi siapa yang duduk di situ?” tanya Tami.
“Aku. Aku sendirian di sini.”
Tami sudah hampir gila karena gangguan dari Leonel membuatnya salah melihat Evano. Ia mengira Evano adalah Leonel, hampir saja ketahuan.
“Kenapa kamu membuang muka dan melihatku seperti itu?” tanya Evano.
“Tidak ada apa-apa,” jawab Tami.
“Aku harus bekerja.”
“Bekerja? Malam begini?”
“Iya. Aku dan Daddy akan mengerjakan satu proyek di ruang kerja.”
“Baiklah.” Tami mengangguk.
Evano bangkit dari duduknya dan menghampiri istrinya yang saat ini hanya mengenakan jubah mandi. Evano mengecup bibir Tami.
“Aku akan kembali secepatnya,” kata Evano.
“Kamu seperti akan kemana saja.”
“Masalahnya Daddy kalau sudah kerja pasti melupakan waktu.”
Tami tersenyum. “Aku akan menunggumu.”
“Tapi bagaimana kalau kamu tertidur?”
“Jangan salahkan aku.”
Evano tertawa kecil. “Ah Daddy memang tidak mengerti, tapi kata Daddy, aku harus menyelesaikan proyek ini, setelah itu kita bisa honeymoon.”
“Oke. Aku tidak masalah harus menunggu,” kata Tami.
“Aku pergi dulu,” kata Evano lalu melangkah pergi meninggalkan Tami.
Tami masuk ke ruang ganti, menutup pintu dan matanya kembali membulat ketika melihat Leonel ada didepan matanya. Leonel duduk di kursi meja rias.
“Leon?”
“Hai.”
Kenapa Leonel selalu datang disaat kepalanya berkecamuk dengan perasaannya, kenapa Leonel selalu melakukan hal yang membuat Tami berdebar? Leonel juga terlalu berani masuk ke kamar adiknya dan menerobos masuk untuk melihat adik iparnya.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Tami.
“Aku merindukanmu,” jawab Leonel.
“Apa yang kamu lakukan? Tolong jangan ganggu aku,” kata Tami.
Leonel mendekat, lalu memeluk Tami, dan berkata, “Aku sangat merindukanmu.”
“Jangan lakukan ini, aku mohon,” kata Tami.
“Tapi kamu menyukainya juga, ‘kan?” Leonel terus mencium pipi Tami secara paksa, memegang lehernya, membuat Tami merinding.
Tami berbalik dan menampar Leonel. Membuat Leonel membulatkan mata, tak percaya dengan apa yang dilakukan Tami.