Bab 1. Cinta Satu Malam?
Berawal dari tatap-tatapan di sebuah party teman, berakhir disebuah kamar hotel.
Apakah ini cinta pada pandangan pertama? Sepertinya tidak. Karena pria dan wanita dewasa memang sering sekali berakhir dengan indah.
“Wahh sepertinya aku suka, sempit sekali,” seru pria yang kini berada dibawah pemandangan indah seorang wanita cantik dengan rambut panjang dan body yang ramping. Mahakarya Tuhan yang Indah.
“Aku memang belum pernah melakukannya, Bod*h!” umpat wanita itu.
“Lalu? Kamu menyukainya, Sayang?” tanya pria itu. “Seperti ini? Atau begini?” Leonel memegang pinggang Tami dan membantu Tami bergoyang diatasnya.
Suara ponsel pria itu terdengar, pria itu hendak meraih ponselnya, namun tangannya ditepis oleh wanita yang menindihnya. Wanita itu liar dan memiliki hasrat yang benar-benar full power.
“Jangan berani-berani fokus pada sesuatu selain aku,” kata wanita penuh gairah tersebut. “Selesaikan setelah itu berpisah. Ouhhh. Shit."
Pria yang berada dibawah tindihannya hanya bisa menurutinya. Melanjutkan permainan mereka, melanjutkan apa yang sempat tertunda karena suara ponsel yang mengganggu.
Sang wanita bernama Nur Utami, biasa dipanggil Tami dan sang pria bernama Leonel George biasa dipanggil Leon, mereka tak saling mengenal sebelumnya, hanya saja mereka dipertemukan saat mereka berada di sebuah party, hanya karena ketertarikan diawal berakhir seperti ini. Keindahan memang tidak bisa dipungkiri, indahnya wajah dan penampilan menjadi hal utama dalam sebuah penilaian.
Kala itu Tami terlihat sangat seksi dengan lekukan tubuh yang indah di balut dengan dress ketat berwarna hitam blink-blink, membuat Leonel membulatkan mata, seolah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Mereka saat ini di London, karena acara pernikahan teman mereka diadakan di sini, dan party nya malam ini juga, Tami berteman dengan mempelai wanita, sementara Leonel berteman dengan mempelai pria.
Sesaat kemudian, keduanya akhirnya selesai.
Kantuk akhirnya menjemput mereka, mengabaikan notif yang datang dari ponsel mereka, teman-teman sedang mencari keberadaan keduanya yang menghilang tiba-tiba ditengah party.
Leonel memeluk tubuh Tami, keduanya berpeluh dan tak lagi menutupi diri mereka. Leonel menyunggingkan senyum. Ini lah yang dinamakan m***m ketemu m***m, sehingga berakhir seperti ini dan mengabaikan perkenalan.
“Aku membutuhkanmu lagi,” bisik Leonel. “Dia sudah berdiri.”
“Aku juga,” lirih Tami. "Mau?"
“Kamu tak masalah tidur denganku?”
“Tidak masalah. Aku tadinya tidur, tapi sekarang sudah bersiap lagi. Bersiap bertempur dengan kamu dan siapa yang kalah?"
“Mau melakukannya lagi?”
Tami mengangguk lembut, seharusnya mereka di jemput oleh rasa kantuk, tapi karena sentuhan yang berangsur-angsur mereka rasakan, membuat keduanya bangun dan ingin melakukannya lagi.
Jiwa kewanitaan Tami gemerlap, sementara jiwa kelaki-lakian Leonel bangkit seketika. Leonel baru putus dari pacarnya karena perbedaan yang sulit untuk disatukan, Tami adalah real wanita lajang yang beberapa bulan lalu diputuskan karena miskin.
Leonel jatuh cinta pada pandangan pertama. Leonel tersenyum simpul di sela permainan mereka, gadis ini begitu hebat, gadis ini benar-benar mampu membuatnya melayang.
Leonel tersenyum merasa akan bahagia setelah ini. Malam yang indah ini tidak akan ia biarkan pergi begitu saja.
***
“APA?” teriak Tiara—sahabatnya—yang beberapa hari yang lalu melangsungkan pernikahan dengan sang kekasih, bernama Petro. “Kamu melakukannya dengan Leonel? Kamu serius?”
“Iya. Aku serius. Dia menyenangkan,” jawab Tami dengan kepercayaan diri yang tinggi.
“Kamu benar-benar sudah gila. Baru bertemu tapi sudah main ke hotel,” geleng Tiara.
“Aku itu wanita yang kesepian. Ya anggap saja begitu, aku sudah melakukan beberapa pencarian, tapi tak ada yang menarik, namun pada Leonel, aku sangat tertarik.” Tami tersenyum dan menyesap kopi yang ada didepannya. Saat ini mereka berada di butiknya. Tami memiliki banyak pekerjaan.
“Sebenarnya kamu dan Leonel itu cocok, sama-sama sudah dewasa. Tapi haruskah langsung bermain di hotel? Kamu sampai tak memikirkan dirimu sendiri,” geleng Tiara lagi.
“Aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah dewasa dan aku sudah memiliki usia yang cukup,” bisik Tami membuat Tiara tertawa kecil dan mengangguk.
“Benar juga katamu. Kamu udah dewasa, tapi kamu yakin sama Leonel? Soalnya Leonel terkenal bad, jadi kamu jangan sampai berurusan dengannya, apalagi langsung jatuh cinta seperti ini, tubuhmu adalah hal yang paling berharga, jangan sia-siakan hal seperti ini.” Tiara melanjutkan.
“Tidak masalah,” jawab Tami. “Lagian aku dan dia belum tentu bareng.”
“Maksudnya?”
“Ya aku sama Leonel memang melakukan itu. Tapi aku tak tahu, apakah aku suka atau nggak padanya,” jawab Tami. “Aku menganggap Leonel sebagai teman ranjangku di London, aku membutuhkannya dan dia membutuhkanku, kami saling membutuhkan.”
Tiara membulatkan mata dan mulutnya menganga. Mendengar perkataan Tami barusan. Tiara tak menyangka dengan perkataan enteng dari sahabatnya itu. Tami terdengar nakal, Tami mengatakan bahwa ia tak tahu hubungannya dengan Leonel, namun kedengarannya ia tak berharap, Tami seperti membutuhkan teman main saja yang bisa mengusir rasa sepinya.
“Kamu itu 22 tahun loh. Harusnya kamu nggak bermain aja.”
“Usia 22 tahun adalah usia dimana aku harus bersenang-senang, dan tidak memikirkan hidup.”
“Harusnya cari suami juga. Kalau Leonel kamu anggap sebagai teman main, artinya kamu nggak serius sama dia, dia bakal nganggap kamu nggak serius juga.” Tiara menggelengkan kepala, wanita cantik didepannya memang sudah banyak berubah.
Sesaat kemudian lift terbuka, Tami dan Tiara menoleh melihat Leonel dan Petro datang bersamaan. Mereka terlihat seperti akan datang menjemput istri mereka.
“Nah kan orangnya datang,” bisik Tiara.
“Jadi, kamu dan Tiara berteman?” tanya Leonel pada Tami lalu duduk disebelah gadis itu.
“Ya,” jawab Tami. “Apa kamu mengira aku hanya bergurau?”
“Tentu saja aku takutnya begitu,” kekeh Leonel.
“Kamu sama Petro dari mana? Kenapa datang secara bersamaan?” tanya Tiara.
“Kamu lupa kalau Petro adalah temanku? Jadi, aku pasti akan datang bersamanya. Petro berkata bahwa kalian akan sarapan, ya aku ikut saja.” Leonel menjelaskan. “Tapi aku tidak menyangka ternyata kamu dan Tami berteman.”
Tami mengangguk.
***
Setelah mereka selesai sarapan, Tami dan Leonel jalan-jalan disekitaran resort, tempat teman mereka itu berbulan madu, anggap saja mereka seperti seorang pengawal yang menjaga teman mereka dari bahaya tapi romancenya tetap ada. Tami sesaat melihat Leonel, pria itu tampan, tapi ia tidak ingin mengetahui tentang Leonel lebih dalam lagi.
“Kamu mau mampir ke kamarku?” tanya Leonel menoleh sesaat melihat Tami yang duduk di dekatnya.
“Memangnya kamarmu dimana?”
“Tak jauh dari sini,” jawab Leonel.
“Boleh.”
Setelah Tami setuju, mereka lalu menuju kamar resort. Kamar Leonel sangat berantakan, pakaian dalamnya dimana-mana. Leonel langsung mengambil satu persatu pakaiannya yang berhamburan.
Leonel menatap wajah Tami, Tami terlihat cantik sekali, pakaiannya modis, tubuhnya wangi dan seksi. Entah keberanian apa yang Leonel miliki, ia langsung memeluk Tami dan memagut bibir gadis itu.
Leonel mengira, Tami akan menolaknya, ternyata Tami menjatuhkan tasnya dan mengalungkan kedua tangannya di leher Leonel.
Leonel tersenyum dan ciuman mereka makin liar.
Mereka sampai bertukar saliva, makin liar dan tangan Leonel berkeringat. Ia gugup dan hatinya berdebar. Tanpa Tami sadari, pakaiannya sudah berserakan di lantai, tubuhnya bagian atas sudah terekspos. Tami memiliki b*******a yang begitu indah dan masih sangat padat. Leonel tersenyum disela pagutannya.
Pagutannya turun ke leher jenjang milik gadis yang saat ini sedang ia cumbu, menandai tanda kissmark disekitaran lehernya, seolah memberikan label bahwa Tami adalah miliknya.
Tami mendorong tubuh Leonel diatas ranjang, lalu ia menindih Leonel dan bertukar mencumbunya. Leonel memelas menikmati.
Karena tak tahan lagi dan membutuhkan pertumpahan hasrat dan gairah, Leonel membaringkan Tami disampingnya, dan bertukar tempat. Kali ini, Leonel makin liar, ia membuka balutan dibawah Tami dan membuat Tami terekspos tak tahu malu didepannya. Namun, Leonel menyukainya.
Leonel melempar pakaiannya kesembarangan tempat. Leonel segera menikmati pemandangan indah yang terhampar dihadapannya dan yang menggelitik tak tahan.
"Ah ...." Tami mendesah hebat ketika akhirnya mencapai puncaknya.
Tubuh Tami terekspos didepan Leonel, membiarkan tirai terbuka lebar dan memperlihatkan dirinya diluar sana. Hanya ada gedung pencakar langit yang menjadi saksi kehebatan mereka.
Tami mencakar bahu Leonel, membuat Leonel mengerang.