Evano datang dan menghampiri Tami, menggendong Tami untuk turun dari kursi roda dan membawanya ke ranjang, Evano hendak mencumbunya, namun Tami memalingkan wajah dan airmatanya luruh. Dia memang menjadi cengeng karena rasa takut yang menguasainya. Evano berusaha bersikap baik, tapi Tami selalu membuatnya kesal. “Sayang, ada apa?” tanya Evano. “Aku sangat merindukanmu.” “Aku—” “Kamu takut?” Tami tersenyum dan menggeleng kuat. “Aku tidak takut. Aku tidak pernah takut,” jawab Tami gugup. “Lalu kenapa kamu memalingkan wajah seolah tidak mau aku cumbu? Aku sudah tidak tahan lagi, sebentar saja,” kata Evano membuka celananya dan memaksa membuka celana Tami, memperlihatkan tubuh bawah Tami terekspos didepan matanya. Evano tak bisa menghindari itu karena Tami sangat cantik dan tubuhnya indah