bab 16

2177 Words
Anjar Anjar masuk kedalam kelas dengan tatapan tak sadar jadi pusat perhatian. Bukannya dia tak sadar, dia sangat sadar hingga membuatnya muak dan terpikir untuk mengenakan topeng monyet saja agar wajahnya tak dipandang penuh kagum oleh segerombolan cewek – cewek, yang dimatanya seperti Hyena betina mengincar singa jantan sebagai sarapan pagi. Keningnya berkerut ketika satu kursi di samping Ine Maharani yang berada di sudut kanan dekat jendela yang berhubungan langsung dengan kantin kosong melompong. Seharusnya Fio sudah tiba karna papah mengantar ke sekolah. Tapi dimana dia sekarang? Dia menghela napas jengkel. Sudah dibikin rusuh hingga nyaris telat karena kembarannya terlalu lama dandan, dan dia sekarang harus pusing karna Fio belum datang. Oh Tuhan... Mungkin dia harus memikirkan ajakan Fio untuk ke rumah sakit sekedar test DNA. Siapa tau Fio bukan kembarannya. “Ine...” Dia tau suaranya yang nge – bass agak serak akan membuat para cewek seperti mendengar desahan lalu menatapnya penuh nafsu. Tebakannya terbukti ketika teman sebangku Fio terkejut dan menatapnya terpesona. Oh... Not again, please. “Mungkin gue harus pertimbangin bawa buku gambar super gede kemana – mana beserta spidol hitam ntuk menulis apa yang gue omongin, deh. Gue gak mau dijadiin khayalan sinting mereka tentang suara s****n gue.” Batinnya jengkel. Anjar memutar bola matanya. “Fio mana?” “Hah?” Ine melongo b**o. 3 tahun sebangku dengan kembaran Fio yang tampannya hingga ia nyaris gila itu, baru kali ini mereka berbincang. Anjar memutar bola mata jengkel dan mendekatkan memegang kursi di tangan kiri, dan meja di tangan kanan sebagai penopang tubuhnya yang mendekat ke arah gadis itu. “Fio mana?” “Gue boleh mati gak? Ya Tuhann... Ini malaikat apa manusia?!!” Ine menjerit dalam hati ketika tatapan mata hitam kelam itu mengunci gerakannya dengan alis tebal melengkung tegas. Dia terhipnotis dengan apa yang didepannya. Wajah blasteran entah apa namanya-dia tak peduli, bibir tipis kemerahan yang membuat ia- dan beberapa temannya lupa bagaimana bernapas ketika cowok itu tersenyum. Walau sinis, rambut hitam pekat seperti Fio, tubuh tinggi menjulang dan aroma tubuh begitu maskulin, dia melihat di balik baju seragam yang membalut tubuh tegapnya, tersimpan d**a bidang yang mungkin enak ntuk dipeluk. Hal ini membuatnya rela nyawanya dicabut malaikat Izrail tepat dihadapan Anjar. His too perfect to being human! Ine menelan ludah. Dia benar – benar akan mati kalau begini caranya. Mati dalam kubangan pesona. “Fio belum datang, Ric. Biasanya ‘kan dia bareng lo?” Anjar mundur dan mengetuk meja Fio dengan jarinya. Dan Ine memperhatikan betapa panjang dan besar jari – jari diatas meja teman sebangkunya sekarang. “Oh gitu.” Tanpa pamit apalagi mengucapkan terima kasih, dia berbalik pergi keluar kelas. Seandainya yang melengos pergi tanpa tau sopan santun itu adalah cowok lain, dengan senang hati dia akan menggaplok kepala cowok itu dengan gulungan buku apa saja. Tapi karna ini Anjar, pujaan hati selama 3 tahun yang menemani mimpi – mimpi indahnya, dia hanya bisa tersenyum malu dan melanjutkan pekerjaannya. Menyalin PR. ♥ ♥ Anjar melirik jam Ripcurl yang melingkar gagah di tangannya. Dia mencemaskan Fio. Walaupun gadis itu mempunyai sejuta pikiran ngaco bin khayal ala negeri dongeng hingga dia terkadang gatal ingin membenamkan kepala Fio di bak mandi yang sudah terkontaminasi dengan detergen agar otaknya bersih dari segala noda pikiran ngawur. Namun tetap saja Fio kembarannya. Selesai! Dia tak bisa berdiri di depan pintu sekolah sebagai penghias tembok kusam dan membiarkan dirinya dipandang, atau diajak ngobrol basa – basi oleh para cewek yang mencoba mencari perhatian. Hal paling membuat ia gatal – gatal saking antinya. Dia harus melakukan sesuatu. Ia melirik jam tangan dan mendesah. “I’ll be kill you, Fiorenca Mellody Hayman!” Desisnya dan berlari ke parkiran lalu masuk dalam mobil kemudian tancap gas meninggalkan sekolah. Tanpa menyadari efek membawa mobil Jaguar berwarna biru malam secepat dan kasar itu membuat para cewek menjerit tertahan penuh pesona. ♥ ♥ Fiorenca Mellody Hayman Fio menggarukkan kepala tak gatal sambil melirik cemas disekelilingnya. Seingat dia, ini adalah jalan pintas sekolah yang dilarang Anjar ntuk ia tinggalkan jejak kaki karna merupakan tempat berkumpulnya para preman, pemabuk, pembolos, raja tawuran disini. Basecamp setan. Begitu Anjar memberi stempel tempat ini. Saking kesalnya pada Anjar, dia tak sadar kalau kakinya melenceng dari diperkirakan dan malah melenglang masuk ke daerah terkutuk ini. Dia mencoba mundur ketika di kejauhan melihat cowok berandalan melihatnya, namun terhenti karena merasakan rangkulan kasar di pundaknya dari belakang. “Halo manis. Kok pergi sih? Temanin kita – kita deh bentar.”Dia hampir saja muntah ketika mencium bau alkohol menyeruak menyerang hidungnya. Dia berbalik ke arah suara itu dan menendang tulang kering lalu menonjok hidungnya. Melihat cowok itu tersungkur tepat di depannya, dia memutuskan lari. Namun terlambat, beberapa cowok mulai bermunculan seperti dementor yang tau ada korban lezat. Mereka membuat lingkaran dan mengelilinginya seperti pusaran air dan ia berada ditengah. Bingung harus berbuat apa sampai salah satu dari mereka mendekat dan menarik kasar lengannya lalu membalik tubuh ia dengan kasar dan meletakkan pisau tepat di urat lehernya. Semua terlalu cepat hingga dia tak bisa berteriak. Kakinya mencoba menendang cowok s****n di belakangnya itu, tapi pisau di leher ia semakin tajam saja rasanya. Saking tajamnya membuat ia takut tergores mengingat ia anti melihat darah. “L-lo m-mau n-ngapain?” Cowok s****n itu bukannya menjawab, malah memilin rambut pendeknya dengan jemari berkuku panjang dan luar biasa kotor itu. Membuatnya bergidik ngeri membayangkan ribuan kuman yang bersarang di kuku itu ‘hijrah’ menjajah rambut indahnya. “Menurut lo gue mau ngapain, cantik?” Adududuh... mama, Papah, kak Anjar atau siapa aja deh, bantuin Fio! Seseorang mendekat dan mengangkat dagunya kasar hingga ia mendongkak. Tatapan mereka bersirobok. “mata yang unik, bibir seksi, wajah cantik, hmm.. bagus banget ‘sarapan’ kita pagi ini, guys.” Ucapnya kejam sambil menjelajah jari panjangnya ke leher Fio berulang kali. Membuat ia merinding karna sentuhannya. “Lepasin gue atau...” “Atau apa cantik?” Ucap cowok itu mengelus tengkuknya, kemudian meremas rambutnya dan menarik kebelakang hingga ia mendongkak kesakitan saking kuatnya. “Jawab gue!” Ia menarik napas sambil menutup mata dan menggigit bibir bawahnya ketika cowok itu melecehkan dengan menghembuskan napas di lehernya, dia mengangkat kaki kirinya bersiap – siap menyerang, “Satu.. dua... ti...” Brak! Sebelum tendangannya melayang, tau – tau ada seseorang menarik cowok di belakangnya dan menyerang membabi buta. Sadar ada yang menolong entah siapa orang itu, dia menendang “adek” cowok itu dengan keras dan tanpa babibu langsung jatuh tersungkur. Melihat ke belakang, beberapa orang yang mengelilinginya tau – tau jatuh tersungkur dihajar penolongnya yang berdiri jauh membelakangi. Dia mendekat untuk mengucapkan terima kasih sambil mencolek punggung tegap itu, cowok itu menoleh dan menatapnya tajam. “Lo melanggar perintah gue, Fio.” Nada dingin sebagai kata pembuka itu membuatnya jengkel. Dia lebih berharap sekali saja kakaknya akan berkata ‘lo gak papa, Fio? Apa ada yang terluka? Lo kuat, kan? Blablabla..’ bukannya nada penuh tuduhan! Kak Anjar sayang, lo beneran kembaran gue gak sih? “Maaf.” Jawabnya singkat sambil menundukkan wajah. Tak berani menatap Anjar. “Yaudah.” Jawabnya sambil berjalan ke depan menuju mobilnya yang terparkir di luar g**g. Membuat Fio mendengus jengkel dan mengikuti kakaknya di belakang tanpa ada niat untuk berjalan disamping. ♥ ♥ Anjar membawa mobil menuju sekolah dengan tenang. Seolah tak khawatir jam di dashbord mobilnya menunjukkan pukul 08.15. sudah sangat telat ntuk kembali ke sekolah. Tapi dia sudah minta ijin dengan petugas piket karna urusan penting yang menyangkut Fio. Membuat petugas itu mempercayainya dan membiarkan ia keluar dengan mudah. Beda dengan Anjar yang tenang, Fio berkali – kali melirik jam dengan cemas menggulung – gulung hatinya hingga mulas. Dia seumur hidup tak pernah terlambat dan sekali melakukannya tak tanggung – tanggung. Hatinya semakin jengkel ketika Anjar berhenti di lampu merah ketika mobil ini masih bisa menerobosnya! Demi Tuhan! Sejak kapan cowok disampingnya ini peduli dengan lampu merah?! Anjar bersinandung sambil mengetuk tangan stir mobil dan bersiul sesekali. Dalam keadaan normal, Fio akan mengagumi suara Anjar yang serak ketika bernyanyi hingga sangat seksi. Tapi dalam keadaan SIAGA 4 ini, tak ada saatnya dia berdecak kagum! “Kak..” “Hmm..” Gumamnya sambil menjalankan mobil tanpa menoleh. “Kita telat loh.” “Gue tau kok. Kan yang bikin telat ini lo. Bukan gue.” Jawabnya tenang namun telak menuduh membuat darahnya naik hingga ambang puncak. Namun ia mencoba menarik napas perlahan – lahan agar tensi darah turun dan tak membuatnya kena stroke usia muda. Sabar Fio... sabar. Orang cantik disayang Tuhan. Orang Cuek macam kakak lo disayang setan dan sebangsanya, “Kok gue?” “Gak sadar?” Anjar menoleh ke arahnya lalu tersenyum sinis dan berbelok ke kompleks sekolahnya. “Seandainya lo ikut papah tadi pagi, pasti ga akan telat. Tapi karna kepintaran lo yang bikin gue kagum itu, lo malah jalan kaki sejauh ini! Nyasar pula! Fioo... Fioo... kita tiga tahun sekolah disini, di kelas yang sama, bukan 5 menit yang lalu.” “Siapa suruh lo tinggalin gue! Gue kan Cuma telat 5 menit doang, kak! Masa ga ada toleransinya sih?! Gue saudara kembar lo!” “Gue bukan orang yang mudah memberikan toleransi semudah lo khilaf ketika lihat coklat, Fio. Lo kembaran gue kek, istri gue kek, salah ya salah. Ngapain ada toleransi? Bikin lo jadi manja, Tau!” Tanpa dosa dia menjentikkan jarinya ke dahi Fio hingga meninggalkan bekas. ARRGHHH!!! “Gue benci, benci sama lo, kak!” “Gue udah ratusan ribu kali mendengarnya ampe bosan. Gak ada kata – kata variasi lain, gitu?” Anjar menghentikan mobilnya di tempat ia parkir tadi dan menatap Fio yang memerah saking emosi. “Turun.” Ucapnya pelan. Namun Fio malah bersandar sambil melipat tangannya di d**a dan mencebik kesal. Matanya melirik sinis ke arah Anjar. Dia terlalu takut masuk kelas karna terlambat sehingga tak ingin turun. “Gak.” Anjar menatapnya lalu membuka pintu mobil dan mencabut kunci. “Yaudah.” Dia menyerahkan selembar kertas dan meletakkan di atas dashbord beserta kunci mobil. “Ini kunci mobil ama surat ijin lo masuk kelas. Udah gue ijinin. Mau pulang kerumah dan bolos silahkan, mau masuk kelas juga terserah. Gue gak peduli apa yang lo lakuin.” Ucapnya cuek dan membanting pintu pelan lalu berjalan santai sambil menyampirkan tas ke pundak dan berjalan ke arah meja pengawas sambil menyerahkan surat ijinnya dan naik ke lantai atas tanpa menoleh ke belakang. Sekedar check apakah Fio mengikutinya atau tidak. Fio melongo dibuatnya. Tanpa perlu berpikir ribuan bahkan ratusan kali, dia mengambil kunci mobil dan surat ijin di atas dashbord dan bergegas keluar sambil berlari untuk mengejar kakaknya. ♥ ♥ Serangan Pertama. Kimberly Vexia Raveno. “Perkenalkan, nama saya Kimberly Vexia Raveno. Pindahan dari Jerman karna pekerjaan orang tua. Salam kenal.” Fio sukses melongo didepan pintu kelas dengan napas ngos – ngosan karna mengejar Anjar yang entah tuli, atau benar – benar tuli karna tak mendengar panggilannya dan malah terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Kim entah sejak kapan, entah apa tujuannya, sekarang berdiri di depan kelas dengan wajah seksinya yang luar biasa cantik, tatapan biru laut seperti berlian, Persis seperti mata Om Steven yang baik hati, bibir penuh merekah merah menggoda siapa saja yang melihat, rambut tebail ikal hitamnya bergelung seksi, kakinya yang jenjang terpampang sangat jelas walau rok 10 cm dibawah rok menutup sebagian keindahan itu, membuat siapa saja yang melihat pesona kecantikan sepupunya yang satu itu, takkan pernah bisa berpaling dan memilih menatapnya saja walau gadis itu berubah seketika menjadi Medusa. Hanya satu yang bisa berpaling. Bahkan mengacuhkan. Anjar menatap Kimberly dengan kening berkerut. Lalu memutuskan mengetuk pintu. “Permisi, Bu. Maaf saya terlambat.” “Kami telat bu.” Fio mencubit pinggang Anjar dan mendorongnya kesamping agar ia bisa berdiri di depan. Sembari melirik Kim yang menatap Fio dengan senyum manis dan Edri dengan tatapan menggoda. Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Namun cowok itu mengabaikan. Ibu Anna berkerut kening melihat sepasang anak kembar, mirip rupa namun beda kepribadian itu di depan pintu. Lalu menghela napas. “Bisa ibu liat surat ijin telat kalian?” Mereka masuk kelas dan melewati Kim yang berdiri dengan senyum manis. Berusaha menebarkan pesonanya kepada semua cowok di kelas ini. Dan menyodorkan surat ijinnya untuk dibaca. “Baik, Kim. Silahkan duduk dengan...” Dia melirik dua buah kursi kosong. “Dengan Anjar. Kamu gak papa, kan Anjar?” “Silahkan saja, Bu.” Jawabnya cuek sambil minta ijin duduk di kursinya dan tak melirik Kim sama sekali. Fio melirik Kim dan melempar senyum ketika mereka bersisian. “Welcome home, Raveno.” Kim terkikik dan berjalan disamping Fio. Tak menghiraukan tatapan teman sekelas yang meliriknya curiga. “Senang bisa menginjakkan kaki disini, Hayman’s girl.” Dalam tradisi aneh keluarga, terkadang mereka menunjukkan keakraban lebih dengan masing – masing saudara dengan memanggil nama belakang ayah mereka. “Kalian sudah saling kenal, Fio? Kimberly?” Tanya Ibu Anna ketika melihat keakraban dua gadis blasteran itu. Kimberly menjawab sambil melirik Anjar yang tak sengaja menatapnya. “Kami masih berhubungan keluarga, Bu.” Ibu Anna mengangguk lalu menyuruh mereka membuka buku pelajaran. Dan Fio sesekali melirik ke samping sekedar memperhatikan apakah Kim tahan berhadapan dengan saudaranya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD