Kenyataan Pahit

1291 Words
“Sayang …,” ujar Talita, cukup heran dengan panggilan gadis modis yang sudah berdiri di depannya. “Kenapa Sayang?” Bukan sulap, bukan sihir, Aska sendiri yang berinisiatif memeluk pinggang gadis cantik yang berdiri di depan Talita. “Aku ‘kan udah bilang, jangan keluar dulu sebelum urusanku beres.” Si gadis sengaja memepetkan tubuhnya pada tubuh kekar Aska, memainkan kerah baju Aska dengan manjanya, menunjukkan kepada Talita jika pria yang berdiri di depannya hanya miliknya semata. “Habisnya … bising banget, aku nggak mau ada yang menggangu kita,” ucap si gadis. “Ha ….” Talita terkejut, di sini dia sangat shock. Pikirannya berkelana kemana-mana. “apa iya, cewek di depannya korban Aska selanjutnya,” batin Talita. Aska menyunggingkan senyumnya, menatap gadis itu dengan tatapan penuh kasih. “Tenang Sayang, nggak akan ada yang mengganggu waktu bersama kita.” Aska mengucapkannya sembari melirik ke arah Talita. “Cih! Menjijikan sekali! Ternyata lo cuman cowok ‘Bispak’. Mana mainnya sama cabe-cabean modelan gini!” ejek Talita karena dia tidak ingin terlihat lemah di depan Aska, meskipun sebenarnya hatinya sakit. Aska mengurai pelukannya pada gadis tadi, menatap tajam Talita. “Diam, lo! Veronica jauh lebih berharga dari pada lo, dia beda kelas sama lo!” Talita tersenyum ketir, inikah sifat Aska yang sebenarnya. “Jelas beda kelas sama gue, lo tipu gue, lo hamilin gue, terus lo lepas tangan, inget … karma bisa datang kapan aja menghampiri lo!” “Ha-ha-ha! Apa gue nggak salah denger? Justru karma itu yang sedang datang menghampiri lo, karma atas kebejatan orang tua lo dan temen-temennya!” Mata Aska memerah, dia terlihat benci sekali dengan Talita, bahkan dengan sangat kasarnya dia menyeret tangan Talita, sedangkan gadis yang dia sebut Veronika tersenyum sinis. “Lepasin, gue! Jangan pernah bawa-bawa orang tua gue! mereka sudah cukup hancur ngelihat anakknya ini rusak!” teriak Talita frustasi. Gadis itu meronta berusaha melepaskan cengkeraman tangan Aska. “Rusak?!” Aska semakin menggila, menguatkan cengkeramannya pada lengan Talita. “Ini nggak seberapa dengan perbuatan mereka ke Mama gue, bahkan karena kebiadapan mereka, Mama gue harus meninggal! Terus apa salahnya hari ini gue balas perbuatan mereka ke anaknya, salah gue di mana!” bentak Aska. Talita terus berontak, dia tidak akan percaya dengan tuduhan Aska ke orang tuanya, karena dia tau persis bagaimana orang tuanya. “Lepasin, gue! Sialan! Orang tua gue nggak mungkin seperti itu!” bantah Talita. “Nggak mungkin? Gue sudah memendam rasa sakit ini sejak gue masih kecil, mereka memerkosa Mama gue sampai Mama gue depresi dan mengakhiri hidupnya!” Aska sudah tidak bisa mengendalikan diri lagi, dia tridak peduli dengan Talita yang meringis kesakitan. “Nggak mungkin! Papa gue nggak seperti itu!” Talita terus membantah. “Gimana, sakit ‘kan? Itu nggak seberapa dengan apa yang dirasakan gue dan papa gue selama ini, mereka akan hancur melihat putri kesayangan mereka hancur.” Talita tiba-tiba menggigit lengan Aska hingga membuat Aska terpaksa melepaskan cengkeraman tangannya. “Ah! Sialan, lo!” umpat Aska. “Sayang, kamu nggak pa-pa?” tanya Veronica cemas. Aska menggeleng. “Aku baik-baik saja.” “Lo pikir, lo bisa menyakiti mereka lewat gue? Lo salah besar, Aska! Anggap saja kehamilan gue karena kebodohan gue sebagai cewek murahan, cewek nggak berkelas yang harus jatuh di pelukan pria b******k kayak lo!” seru Talita penuh emosi. “Lo yakin? Mereka nggak akan hancur melihat nasib lo kayak gini,” ejek Aska. “Kenapa? Lo pikir, gue butuh belas kasihan dari lo? Sama sekali ‘nggak’! Gue saat ini seorang ibu, gue nggak akan lemah hanya karena cowok b******k kayak lo, akan gue buktikan jika gue mampu mendidik anak ini, seenggaknya kelak dia akan menghargai seorang perempuan karena dia besar dengan kasih sayang ibunya,” ucap Talita. “Nggak usah bawa-bawa soal ibu, selama ini Aska sudah cukup menderita dengan perbuatan orang tua lo!” bela Veronica. “Ha-ha-ha! Lucu sekali! Bahkan setelah tau gue hamil, lo masih belain ini cowok?!” Talita menunjuk ke arah Aska dengan perasaan jijik dan muak. “Sadar, Mbak. Lo cuman diperbodoh oleh pecundang ini!” “Diperbodoh? Bahkan gue sudah tau rencana Aska dari awal buat ngedekatin lo, sampai dia bela-belain pindah dari Surabaya ke sini, itu semua demi balas dendamnya ke keluarga lo, terus sekarang yang bodoh siapa?!” Veronica balas mengejek Talita. “Lo waras nggak, Mbak? sampai segitunya mata hati kamu tertutup, bahkan lo sampai rela cowok lo meniduri cewek lain, kalian ini emang nggak waras!” ucap Talita. “Kenapa? Lo nggak terima jika kenyataannya kekasih gue Veronica tapi bukan lo?!” ejek Aska. “Cuih! Lo pikir setelah gue tau siapa lo, gue bakal respect sama lo? Salah besar! Bahkan gue merasa jijik karena gue pernah disentuh sama lo! Jika bisa, gue ingin melepas kulit ini. Kulit yang pernah lo sentuh!” ucap Talita penuh emosi. “Nggak usah banyak bacot, deh! Lo butuh tempat tinggal ‘kan? Gimana kalau lo jadi pembantu aja di tempat ini, gue bisa rekomendasikan lo ke temen-temen gue yang ada di sini.” Veronica menatap Talita dengan tatapan penuh ejekan. Talita menarik koper yang dari tadi dia bawa, menoleh ke arah Veronica. “Gue masih punya harga diri, gue wanita normal, gue juga nggak akan pernah berbagi pria dengan wanita lain. Kehamilan gue bukan akhir dari segalanya, ngerti!” Talita menoleh ke arah Aska. “Dan buat lo, semoga lo membusuk dengan balas dendam lo.” “Sialan, lo!” Veronica tiba-tiba saja menarik rambut Talita, membuat gadis malang itu terpaksa melepaskan lagi kopernya. Talita balik badan, tidak peduli dengan rasa sakit di kepalanya, dia mendorong kuat Veronica, menyebabkan gadis itu hampir saja terjengkang ke belakang, beruntung Aska dengan sigapnya langsung menangkap tubuh Veronica. “Kamu nggak pa-pa?” tanya Aska cemas. Veronica menggeleng. “Nggak, aku baik-baik saja.” Aska menatap tajam Talita. “Mau lo apa sebenarnya?! dasar sampah!” Mendengar ucapan Aska, hati Talita mendidih. “Lo buta?! Siapa dulu yang cari pekara, dia yang tiba-tiba narik rambut gue, terus gue musti diem aja? Mulai detik ini gue nggak akan diam jika seseorang menindas gue, termasuk lo!” Talita kembali meraih kopernya, dia sudah tidak peduli lagi dengan pria b******k yang sudah menghancurkan masa depannya, hati dan tekadnya sudah bulat, dia akan berjuang sendiri demi membesarkan janin yang dia kandung saat ini, biarlah semua yang dia alami saat ini menjadi sebuah pembelajaran dalam hidupnya, Talita juga tidak akan menyalahkan papanya karena dia yakin, papanya dan teman-temannya orang yang baik, mereka tidak akan pernah melakukan hal sebejat itu. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu melangkahkan kakinya tanpa keraguan lagi, meninggalkan Aska dan kekasihnya yang mungkin sedang menertawakan penderitaannya. Aska langsung masuk ke dalam apartemennya setelah Talita masuk ke dalam sebuah lift, Veronica mengikutinya dari arah belakang, dia merasa heran saja karena Aska terlihat gusar setelah kepergian Talita. “Jangan bilang kalau kamu jatuh cinta sama cewek itu,” tuduh Veronica. “Kamu nggak lihat, kalau aku jatuh cinta padanya aku nggak akan membiarkan dia pergi.” “Terus kenapa kamu jadi gusar kek gini?” Veronica terus mendesak Aska. ‘’Ver, tolong mengerti. Aku sendiri bingung dengan apa yang sudah aku lakukan, tolong jangan desak aku seperti ini, aku hanya butuh waktu untuk menenangkan diri.” Aska terlihat seperti orang bingung. “Kamu ini aneh Aska, menyentuh wanita lain kamu bisa, sedangkan aku?” Aska menghela nafas. “Ver, kamu itu beda. Aku tidak akan menyentuhmu sebelum kamu sah menjadi milikku seutuhnya, tolong kamu ngertiin ini.” “Alasan!” Tanpa berpikir kedua kali, Veronica langsung saja pergi meninggalkan Aska. “Ver!” panggil Aska. Veronica tidak peduli, walau bagaimana pun dia punya rasa sakit hati dan cemburu kepada Talita. Gadis itu melangkah keluar dari apartemen Aska. “Ah …! Dasar sampah sialan!" umpat Aska.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD