CHAPTER 11 ~ COWOK ANEH

1112 Words
Aruna hanya mengedikkan bahu seolah-olah tidak peduli. Dia kemudian masuk dan melakukan ritual membersihkan diri. Menurutnya, sekarang adalah waktu yang tepat disaat Lingga belum pulang. Selang beberapa menit, Aruna telah selesai dengan kegiatannya. Dia keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk berwarna putih yang hanya menutup sebagian tubuhnya. Tampaknya dia begitu senang lantaran memiliki cukup kebebasan untuk hari ini. "Seger banget udah mandi," ucapnya dilanjut dengan menyanyikan lagu Dengan santai ia berjalan menghampiri lemari, tanpa rasa takut dan khawatir akan ada yang melihat penampilannya sekarang. Tangannya terangkat membuka pintu lemari. Di waktu bersamaan, suara derit pintu berhasil mengalihkan perhatiannya. Seketika ia membeliakkan mata, begitu mendapati Lingga yang tengah tertegun menatapnya sambil memegang handle pintu. "Arrgh!!!" Aruna menjerit sekuat tenaga sambil refleks memegang handuknya. Mendengar teriakan itu, Lingga terkesiap dan menjadi salah tingkah. Namun, beruntung dia sigap dan langsung menutup kembali pintunya. "Astaga, cewek itu!" umpat Lingga seraya memegang dadanya dengan napas yang sedikit tersengal-sengal seperti baru saja selesai lari marathon. "Huh!" Lingga menghela napas berat. Namun, ia masih belum beranjak dari tempat itu seolah-olah menunggu Aruna keluar. Sementara itu, Aruna tengah mengumpat dirinya sendiri di dalam kamar sambil berganti pakaian. Tidak habis pikir bagaimana bisa dirinya begitu ceroboh, sehingga tertangkap basah oleh Lingga tanpa mengenakan busana lain selain handuk. Bukankah itu sangat memalukan? "Kenapa lu bodoh banget, Aruna?" tanyanya mulai bermonolog, lalu mengikat rambutnya asal. Wanita itu berniat untuk segera keluar dari kamar. Namun, seketika langkah kaki jenjang itu terhenti saat keraguan tiba-tiba menginvasinya. "Ah, malu banget ketemu dia. Apa lebih baik gue di sini aja? Tapi—" "Aruna! Mau sampai kapan kamu di kamarku?" Belum sempat Aruna menyelesaikan ucapannya, Lingga telah lebih dulu berteriak memanggil. Tidak ada pilihan lain. Mau tidak mau, ia harus secepatnya keluar dari kamar itu. Terpaksa Aruna melanjutkan kembali langkahnya dan membuka pintu kamar secara perlahan. Lagi-lagi ia dikagetkan dengan keberadaan Lingga. Meski sudah menduga, tetapi mendapati pria itu yang berdiri tepat di depannya membuat ia seolah-olah terkesima dalam waktu sekejap. Akan tetapi, Aruna berhasil menguasai dirinya. Secepat kilat ia menunduk seolah-olah menyadari bahwa pipinya tampak bersemu merah. Tentu saja ia malu sekali berhadapan dengan Lingga setelah kejadian tadi. "Ngapain aja dari tadi?" bentak Lingga yang sontak membuat Aruna mengerjap kaget. "Hah?" Wanita itu melirik Lingga sejenak dan secepat kilat menundukkan kembali kepalanya, sebelum menjawab pertanyaan pria itu. "A-aku—" "Hah heh hoh, hah heh hoh." Mendengar tanggapan Lingga yang seolah-olah mengejek, Aruna pun terpaksa mendongak. Ia menatap tajam wajah Lingga yang tengah menatapnya tidak suka. "Nggak usah kegeeran, aku nggak tertarik sama tubuh kamu!" celetuk Lingga sambil mendelik tajam, lagi-lagi berhasil membuat Aruna terkejut. Hal itu sontak membuat Aruna semakin geram. Bahkan, ia belum mengatakan apa pun, tetapi Lingga telah menanggapinya demikian. Padahal yang menjadi masalah baginya bukanlah itu. Ia hanya merasa malu karena kejadian tadi, terlepas Lingga akan tertarik atau tidak. Jelas itu bukan urusannya. Lagi pula, ia juga tidak mengharapkan Lingga akan tertarik padanya. Namun, Lingga seolah-olah menganggap sebaliknya. Pria itu kemudian masuk ke kamar, sebelum Aruna berhasil menanggapi ucapannya. "Lagian siapa juga yang mikir gitu. Dasar cowok aneh! Dia pikir semua cewek bakalan berusaha banget gitu buat menarik perhatiannya? Sinting kali!" kesal Aruna pelan, sesaat sebelum beranjak dari tempat itu. "Apa kamu bilang? Kamu ngatain aku aneh?" Aruna terdiam. Kakinya baru saja terangkat dan hendak beranjak, tetapi terpaksa ia urungkan lantaran suara Lingga kembali terngiang di telinganya. Dia kemudian membalikkan badan, lalu mendapati Lingga yang tengah menatapnya nanar. Ternyata telingga Lingga tajam juga, pikirnya. "Lalu menurut kamu apa kalau bukan aneh?" sarkas Aruna tanpa rasa takut. Ah, sepertinya ia sudah benar-benar kehilangan respect pada pria itu. "Nggak usah kegeeran juga! Aku nggak mungkin segila itu buat narik perhatian cowok kayak kamu!" ucap Aruna lagi yang berhasil membuat Lingga tercengang. Lingga hanya membisu seolah-olah telah kehabisan kata-kata untuk membalas Aruna. Ah, ini sedikit membuatnya jengkel. Bagaimana bisa wanita itu membalasnya tanpa rasa takut sama sekali? Baru kali ini ia menemukan wanita yang berani menatapnya setajam itu. 'Sial, berani banget dia bilang gitu ke gue?' umpat Lingga dalam hati. 'Emangnya dia pikir gue tuh cowok macam apa?' Lingga tampak bingung harus menjawab apa. Ia baru menyadari bahwa Aruna cukup berbahaya. Isi kepalanya pun mulai berperang. Tentunya ia tidak bisa merangkai kata sembarangan. Bagaimana jika wanita itu bisa membalasnya dengan lebih sarkas darinya? Tentu itu akan menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang pria. "Sorry, aku pakai kamar kamu tanpa izin. Itu juga karena terpaksa. Kalau kamu nggak mau terganggu, segera beli rumah baru yang memiliki kamar lebih dari satu!" celetuk Aruna seraya beranjak dari tempat itu, tanpa memberi Lingga kesempatan untuk menanggapinya. "Ck!" Lingga berdecak kesal, lalu masuk ke kamar. Ia sedikit membanting pintu kamar itu saat menutupnya, seolah-olah ingin menunjukkan rasa kesalnya pada Aruna. Aruna yang mendengar suara gebrakan pintu pun sedikit terkejut, tetapi ia tetap bersikap santai. Senyum smirk seketika terbit di wajahnya. Melihat sikap Lingga membuatnya merasa telah memenangkan perdebatan itu. Setidaknya, ia bisa menunjukkan bahwa tidak ada satu pun pria yang bisa merendahkan harga dirinya, termasuk suaminya sendiri. Tangannya bergerak meraih ponsel di atas nakas, lalu ia mendaratkan tubuhnya di atas sofa. "Kalau mau seenaknya, minimal jangan sama gue lah. Dia pikir, dia akan semudah itu jatuhin mental gue? Nggak!" gerutu Aruna sambil menggelengkan kepala. Tidak habis pikir dengan sikap Lingga. "Ini cuma pernikahan terpaksa, kan? Nggak masalah kali kalau gue ngebantah sedikit sama suami gue." Aruna terkekeh seolah-olah ada yang lucu. Ya, tentu saja ekspresi Lingga tadi membuatnya berusaha keras menahan tawa. Ah, ia tidak bisa membayangkan bagaimana jengkelnya pria itu sekarang. "Pasti dia lagi marah-marah sekarang, haha." Aruna sedikit terbahak. "Biarin aja. Salah sendiri nyari perkara sama gue!" imbuhnya tidak peduli. Wanita itu tampak memainkan ponselnya, setelah merasa puas dengan apa yang sudah ia lakukan pada Lingga malam ini. "Ah, kayaknya gue harus pesan makanan, deh. Siapa tau dia belum makan, kan? Ogah banget kalau disuruh masak lagi kayak kemarin," ucap Aruna seraya menatap serius layar ponselnya. Jemari lentiknya tampak bergerak menggulir layar ponsel, sibuk memilih menu makanan pada sebuah aplikasi. Beberapa menit kemudian, Lingga keluar dari kamar tepat lima menit setelah Aruna menerima pesanan yang diantar oleh seorang sopir ojek online. "Aku udah pesan makanan. Kamu belum makan, kan?" Aruna menoleh ke arah Lingga yang tengah berjalan menghampiri mini bar yang tidak jauh dari ruang tamu. Pria itu hanya diam. Mungkin karena masih kesal pada Aruna. Ia kemudian menuangkan air minum ke dalam gelas yang diambilnya dari rak gantung. "Ayo kita makan bareng!" ajak Aruna seolah-olah tidak peduli dengan sikap dingin yang ditunjukkan oleh Lingga. Lingga yang tengah meneguk air minumnya seketika menghentikan kegiatannya. Dia tertegun beberapa saat seolah-olah tengah memikirkan sesuatu. 'Tadi judes banget, sekarang sok baik. Maunya apa sih tuh cewek?' gumam Lingga dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD