SCENE 8 GEMPAR!

1085 Words
Aku tak mau kembali ke dunia. Apalagi di dunia yang ada orang bernama Irgi Purnama Putra. Aku tak mau. Lebih baik aku menghilang di kutub Utara biar bertemu sama pinguin sekalian. Atau di gurun Sahara dan di selamatkan oleh pangeran tampan. Daripada harus menanggung malu. Pria menyebalkan itu sudah mencoreng namaku. Bagaimana bisa si Bulan cantik ini. Yang selama ini menyandang nama baik, mahasiswi paling cantik, cerdas dan gadis baik-baik kini tercoreng oleh si duda cekereme itu. Dia udah membuat duniaku terbalik. Bukan, ini bukan judul sinetron. Tapi memang duniaku sudah ternoda. Setelah dia mengatakan ucapan yang dengan lantang itu. Aku langsung menendang kakinya, dan berlari pergi secepat kilat meninggalkan Irgi yang tak menampakkan wajah bersalahnya itu. Dan seharian kemarin aku berhasil bersembunyi di balik kamar kost ku yang nyaman. Tapi tentu saja pagi ini aku harus berangkat ke kampus. Enggak pagi sih, karena aku ada kuliah statistik nanti jam satu. Dan sekarang aku sedang duduk di depan televisi yang ada di dalam kamarku. Masih menyisir rambutku, dan menunggu BBM dari Meita. Si bawel itu dari pagi sudah berteriak-teriak kalau di kampus semua heboh. Aku benar-benar tak menyangka kalau kemarin Irgi sudah membuat semuanya menjadi kacau. Itu BBM Meita tadi pagi saat aku baru saja bangun dan menguap. Tapi saat aku menelepon Meita kemudian. Si bawel itu malah marah-marah gak jelas. Yang katanya aku kok sampai melebihi batas kayak gitu. Duh senangnya batas apa? Dan Meita mengatakan akan menjemput ku untuk ke kampus siang ini. Dia akan menjelaskan semuanya. Tapi tentu saja firasstku tetap benar. Semua ini ada hubungannya dengan ucapan Irgi yang ngawur itu kemarin. "Buuuuul." Suara cempreng Meita langsung membuatku terlonjak dan menoleh ke arah pintu kamar kost. Dan di sana, Meita sudah melangkah berderap ke arahku. "Lo ceritain yang jelas Mei. Ada apa?" Aku berbalik dan kini menghadap ke arah Meita yang mulai menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Cewek itu mengibas-kibaskan tangannya. "Gerah gue." Meita tampak mengambil tisu dari dalam tasnya dan mengusap wajahnya yang memang sudah merah padam karena kepanasan. Aku masih menunggu Meita untuk menceritakan semuanya. "Lo kenapa gak bilang kalau udah jadian sama si Irgi. Dan astaga bul. Kenapa Lo nekat nyerahin keperawanan Lo sama Irgi. Istighfar bul." Tentu saja aku melotot mendengar ucapan Meita. Langsung saja aku beranjak dari kursi dan melangkah mendekati Meita. "Mulut loeperlu di cabein deh Mei. Emang gue cewek apaan coba?" "Emang apaan?" Meita mengangkat alisnya dan tentu saja aku langsung menimpuk wajahnya dengan bantal. Membuat Meita langsung bersungut-sungut. "Buull beneran loe udah enggak perawan?" Tuh mulut emang beneran minta di beliin cabe satu kilo. Aku memutar mataku dan kini bersedekap di depan Meita. "Lo denger dari siapa?" Dan Meita langsung berdecak sebal dan menoyor kepalaku. "Lo itu. Ya kemarin itu. Pernyataan Irgi di taman, buat seluruh isi kampus geger Bul. Kucingnya Pak Somat aja ikutan heboh tadi pagi." Tuh kan ini anak bercandanya kebangeten. Tapi aku mengangguk dan menghela nafas. Merasa frustasi saat ini. "Emang separah itu ya?" Dan Meita langsung menganggukkan kepalanya. Menatapku dengan prihatin "Seluruh fakultas tahu tuh. Katanya loe sok jual mahal selama ini. Eh ujung-ujungnya Ama duda langsung nyerah gitu. Terus ada yang bilang loe maunya sama dudalah, apalah. Dan yang makin heboh tuh, deretan fans loe tuh. Kayaknya lagi patah hati bareng-bareng. Mereka mau bunuh diri di pohon toge." Kali ini aku yang menjitak kepala Meita. Dia ini kalau ngomong suka kagak masuk akal. Tapi Meita kali ini menatapku dan mengerjapkan matanya. "Emang Irgi seenak itu ya?" "Hah?" Dan Meita langsung tergelak melihat wajahku yang pastinya cengo. "Huahhahaahhaha biasa saja lo Bul. Tapi ni ya kalau lo sama Irgi gak ngapa-ngapain. Kenapa dia kemarin ngomong kayak gitu?" Pertanyaan Meita membuat pipiku terasa panas. Dan Meita masih menunggu jawabanku. Tapi aku lelah. Membaringkan diri di atas kasur empuk ini. Bagaimana kalau papa sampai tahu skandal ini? Pasti papa akan menyeretku pulang ke Jakarta. "Gue itu emang gak melakukan hal yang terlarang sama Irgi. Tapi mulut sepupu loe tuh. Minta di tampar pake kipasnya dewi kipas deh. Dia itu entahlah...gue itu cuma bilang kalau dia sudah mengambil ciuman pertamaku dan dia..." "Astagaaaa lo Ama Irgi ciumaaaaaaaaann" Tuh kan, si bawel heboh lagi. Kali ini Meita bahkan sudah memelototkan matanya kepadaku. Dan hal itu membuat aku terkekeh. Wajahnya Meita jadi persis kayak bakpao. "Bul, ada yang nyari." Tiba-tiba Asih, tetangga kamar kost melongokkan kepala. Dan memberitahu kalau aku punya tamu. Aku mengangguk mengiyakan. Beranjak dari atas kasur dan mau melangkah saat suara Meita membuatku menoleh. "Ikut, gue." ***** "Kamu apa?" Aku menatap Irgi yang kini tengah duduk di sofa di ruang tamu kost. Dia masih menatapku lekat. Dan Meita terus menyenggol- nyenggol lenganku. "Sudah aku bilang kita harus menikah." Tentu saja mataku membulat. Pria di depanku ini benar-benar sudah gila. Dia datang, dan langsung mengatakan kalau dia akan menikahiku. "Lo sadar akan Gi? Gak mabok?" Itu pertanyaan Meita. Yang memang aku iyain. Soalnya aku juga mau menanyakan hal itu. Tapi Irgi kini menyugar rambutnya. Dan menggelengkan kepalanya. "Aku sadar. 100%. Karena ucapan aku kemarin buat Bulan jadi tercemar. Jadi yah..aku ingin menikahi Bulan." Tentu saja aku menghela nafas. Sedangkan Meita tampaknya masih shock dengan ucapan Irgi. "Gue gak mau." "Harus mau!" Dan kami saling melotot. Irgi gila. Aku menoleh ke arah Meita, tapi cewek itu sepertinya mengalihkan tatapannya ke arah kuku-kukunya. Tak mau menatapku. "Buat apa kita menikah coba?" Dan kali ini Irgi menghela nafasnya. Lalu menatapku lagi. "Kita kan udah pacaran. Namamu juga tercemar karena aku. Jadi yaaahh kita harus menikah. Kalau tidak, aku jamin kamu tak bisa berjalan tegak kalau ke kampus." Nah dia mengancamku atau memperingatkanku? "Terima Bul." Itu bisikan Meita, tapi langsung ku kepalkan tanganku. Dan Meita langsung tersenyum dengan manis. "Kita menikah. Aku akan melamarmu weekend ini." Duh ini gila sungguh gila. "Aku tak mau!" Tapi Irgi hanya menyipitkan matanya. "Terserah. Yang pasti aku tadi sudah menelepon papamu kalau aku sudah menodai putrinya." Astagaaaaaaaaaaa!!!! Aku langsung membelalak mendengar ucapan Irgi. "Kamu tak mungkin berani melakukan itu. Jangan papaku." Tapi Irgi hanya mengangkat bahunya. Lalu menantangku untuk menolaknya. Aku bisa apa kalau sudah sampai ke papa. Duuhhh aku harus bagaimana? Irgi mengernyitkan keningnya. Tapi kemudian menunjuk PS yang ada di sebelah ruangan itu. PS yang setiap malam aku gunakan bermain dengan anak-anak kost. "Kamu bisa maen itu kan?" Irgi menunjuk PS itu dengan dagunya. Dan aku mengangguk. "Wooii jangan Gi. Bulan mah ratunya PS." Aku tersenyum bangga ke arah Meita. "Ok. Kita tanding. Kalau kamu menang aku tak akan melamarmu. Tapi kalau kamu kalah, Sabtu ini aku ke Jakarta melamarmu. Suka atau tidak aku tetap ke sana."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD