Bab 6. Wanita Pendosa

1032 Words
"Saya tidak salah kirim, Mbak. Di sini tertera alamatnya dengan jelas dan nama penerimanya adalah mbak Novariyanti. Itu benar nama Anda, 'kan?" jawab petugas pengantar barang tersebut. "Memang benar, Pak. Nama saya Novariyanti, tapi--" "Ya sudah, Anda tinggal tandatangani aja surat penerimaan ini biar kami bisa menurunkan barang-barang pesanan Anda." Petugas tersebut memberikan beberapa lembar dokumen yang harus ditandatangani lengkap dengan ballpoint-nya agar ia dan rekan lainnya bisa menyelesaikan tugas mereka. Dengan perasaan ragu, akhirnya Nova menuruti apa yang diperintahkan oleh orang tersebut. Ia membubuhkan tanda tangannya lalu mengembalikan dokumen tersebut. "Terima kasih, Mbak. Kami akan menurunkan barang-barang Anda sekarang." Nova menganggukkan kepala lalu berbalik dan memasuki kediamannya. Wanita itu meraih ponsel miliknya lalu menghubungi William saat itu juga. Ia dibuat gelisah karena pria itu sama sekali tidak mengangkat sambungan telpon darinya. "Astaga, kenapa telponnya gak diangkat? Apa dia lagi sama istrinya, ya?" gumam Nova seraya menggenggam ponsel miliknya lalu menatap sofa butut yang masih bertengger di ruang tamu. "Kalau kursi ini diganti sama yang baru, ini kursinya mau dikemanain?" *** Satu jam kemudian, Nova berbaring di sofa baru yang sudah bertengger di ruang tamu. Sementara satu set perlengkapan kamar yang terdiri dari, ranjang berukuran besar yang belum dirakit, meja rias dan lemari pakaian nampak berada di ruangan yang sama bahkan hampir memenuhi ruangan sempit itu. Nova menatap layar ponsel kembali berselancar di dunia maya dengan perasaan gelisah. Bahkan setelah satu jam berlalu pun, William masih belum menghubungi dirinya. Apa yang akan ia lakukan dengan barang-barang tersebut? Sampai akhirnya, ponsel miliknya tiba-tiba saja berdering mengejutkan. Wanita itu segera mengangkat sambungan telpon. "Halo, Tuan William," sapa Nova meletakan ponsel tersebut di telinga. "Halo, Nov. Tadi kamu nelpon saya, ya? Maaf, tadi saya lagi meeting penting makannya saya gak sempat angkat telpon kamu," samar-samar terdengar suara William. "Gimana, barang yang saya pesan udah nyampe? Saya gak tau selera kamu seperti apa, semoga kamu suka, ya." "Justru itu, Tuan. Aku nelpon Anda mau nanyain hal itu," jawab Nova seraya berdiri tegak. "Maksud Anda apa beliin aku barang-barang mewah ini? Anda tau sendiri kalau rumahku ini kecil, Tuan. Itu ranjangnya aja terlalu gede lho, gak bakalan cukup di kamar aku." "Apa kamu mau saya beliin rumah yang lebih besar?" "Hah? Ng-ngak usah, Tuan. Itu terlalu berlebihan. Aku gak mau." "Mulai sekarang, saya bakalan sering ke rumah kamu, Nov. b****g saya bisa kapalan kalau duduk di sofa butut kamu itu, makannya saya beliin kamu sofa baru." Nova menghela napas panjang seraya berjalan mondar-mandir di ruangan sempit itu. Ia tidak ingin terlalu terikat oleh pria yang sudah memiliki istri, dirinya akan semakin sulit melepaskan jika hatinya sudah benar-benar diikat kuat oleh semua pemberian Wiliam. Ia sadar betul, dirinya hanya wanita pendosa yang tidak pantas bahagia apalagi menerima perhatian dan kasih sayang berlebihan dari seorang laki-laki. Selain itu, William pasti akan meninggalkannya suatu saat jika istri sahnya sampai mengetahui bahwa suaminya berselingkuh. "Kenapa kamu diem aja, Nov? Saya cariin rumah buat kamu, ya?" suara William kembali terdengar membuyarkan lamunan panjang seorang Nova. "Gak usah, Tuan. Saya gak mau nerima apapun lagi dari Anda, kalau perlu Anda ambil lagi aja barang-barang ini. Aku gak butuh, Tuan. Aku udah punya ranjang, meja rias dan lemari pakaian pun aku punya. Barang punyaku mau dikemanain kalau semuanya diganti sama yang baru?" tanya Nova kembali duduk di sofa. "Ya dibuang dong, ranjang itu spesial saya pesan buat kita bercinta." Nova memejamkan kedua matanya sejenak seraya menghela napas panjang. "Tapi, Tuan--" "Gak ada tapi-tapi, Sayang. Pokoknya kamu gak boleh nolak semua pemberian saya, oke?" "Tapi ini ranjangnya masih ada di ruang tamu. Aku cewek, Tuan. Aku gak bisa masukin semua barang-barang ini sendiri ke kamar." William seketika tertawa nyaring. "Astaga, emangnya gak langsung di masukin sama petugas yang nganterinya?" "Nggak." "Hmm ... ya udah, nanti saya kirim orang ke sana buat bantu kamu. Saya lagi agak sibuk, mungkin nanti malam saya mampir ke rumah kamu." "Baiklah, selamat bekerja dan terima kasih atas semua pemberian Anda, Tuan." Ucapan terakhir Nova sebelum wanita itu menutup sambungan telpon. *** Malam hari tepatnya pukul 21.00 WIB, Nova sudah berpakaian rapi. Rambut panjangnya nampak digerai hampir memenuhi punggung. Wajahnya pun hanya dipoles make up tipis, dress seksi berwarna pink yang memperlihatkan belahan d**a berbentuk hati sudah membalut tubuh langsing wanita bernama lengkap Novariyanti itu. Penampilan spesialnya bukan untuk menerima tamu dan melayaninya seperti apa yang selalu ia lakukan setiap malam, tapi Nova spesial berdandan natural untuk menyambut kedatangan pria bernama William. "Tuan William ke mana sih? Katanya mau dateng ke sini," gumamnya duduk dengan perasaan gelisah. "Padahal aku udah bela-belain dandan spesial buat dia." Jarum jam berputar pada porosnya, suara detiknya terdengar beraturan mendominasi keheningan malam. Waktu pun bergulir tanpa terasa, beberapa jam berlalu dengan perasaan hampa karena orang yang ditunggu tak kunjung tiba. Nova benar-benar merasa kecewa, sepertinya ia terlalu berharap lebih kepada William. Tanpa sadar hatinya pun mulai merasa terluka dan rasanya sakit luar biasa. Wanita pendosa seperti dirinya memang tidak pantas bahagia. Batin Nova mulai putus asa, buliran bening pun seketika bergulir tanpa terasa. "Seharusnya aku tak berharap sama Anda, Tuan. Aku tetaplah w************n yang tak pantas mengharapkan cinta dari Anda apalagi berharap di nomor satukan sama Anda," gumam Nova seraya mengusap kedua matanya yang berair. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.00, sudah lebih dari empat jam ia menunggu. Nova akhirnya memutuskan untuk mengubur harapannya dalam-dalam. Wanita itu pun bangkit lalu berjalan ke arah kamar kemudian meraih tas miliknya. Malam ini ia akan mencari kesenangannya sendiri untuk mengobati sakitnya patah hati. "Dari pada aku menunggu sesuatu yang gak pasti, mendingan aku bersenang-senang sendiri," gumamnya seraya berjalan ke arah pintu lalu membukanya dengan perasaan kesal. Akan tetapi, Nova dibuat terkejut saat melihat William tengah berdiri di depan pintu dengan kepalan tangan di udara seperti hendak mengetuk pintu. Wanita itu seketika mendengus kesal seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. "Buat apa Anda datang ke sini?" tanyanya sinis sudah terlanjur kecewa. Bukannya menanggapi pertanyaan sang kupu-kupu malam, yang dilakukan oleh William adalah memeluk tubuh wanita itu erat, bahkan sangat erat membuat Nova seketika merasa sesak. "Anda kenapa, Tuan? Lepasin aku!" pinta Nova berusaha untuk mengurai pelukan. "Tunggu, Nov. Izinkan saya memeluk kamu sebentar aja, saya benar-benar lelah menjalani hidup seperti ini," pinta William lemah membuat Nova seketika bergeming. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD