Bab 21. Cariin Aku Ayah

1072 Words
"Kenapa Ibu diem aja? Ayah William beneran Ayahku, 'kan?" tanya Novia kembali mengurai pelukan. "Tidak, Sayang. Dia itu bukan Ayah kamu. Jadi, jangan pernah panggil dia dengan sebutan Ayah lagi," jawab Nova seraya menggelengkan kepalanya. "Dia itu orang asing, Via. Ibu juga baru ketemu sama beliau, mana mungkin dia Ayah kamu?" Novia seketika menundukkan kepalanya dengan bibir yang dikerucutkan sedemikan rupa. Bola matanya nampak memerah menahan rasa kecewa. Apa ia harus mengubur harapannya untuk memiliki seorang ayah? Apa ia tidak akan pernah bertemu kembali dengan pria bernama William yang sejak pertama kali bertemu sudah merasakan ikatan yang membuat hati seorang Novia merasa nyaman seolah pria itu benar-benar ayah kandungnya? "Maafin Ibu, Nak. Maaf karena ibu udah nyakitin perasaan kamu. Ibu gak mau kamu kecewa, ibu gak mau hatimu patah. Cukup ibu aja yang pernah merasakan sakitnya kehilangan," batin Nova merasa getir. "Kamu kecewa karena Ibu melarangmu memanggil pria itu ayah?" Novia menganggukkan kepala dengan wajah muram. "Sayang, ibu pernah bilang sama kamu kalau kamu itu gak punya ayah, Nak. Ibu adalah ayah sekaligus ibu kamu." Novia seketika mengangkat kepala lalu menatap sayu wajah sang ibu. "Tapi, bagaimana mungkin aku gak punya Ayah, Bu? Aku suka liat anak-anak lain jalan-jalan sama Ayah dan Ibunya. Tetangga kontrakan kita juga punya Ayah dan Ibu, kenapa aku nggak? Padahal aku pengen kayak mereka." Nova seketika bergeming tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh putrinya. Sepertinya, Novia mulai merindukan kasih sayang seorang ayah dan mulai mendambakan kehidupan normal di mana dalam sebuah rumah terdapat seorang ayah dan ibu yang akan selalu menemani hari-harinya. Sayangnya, ia sendiri tidak tahu siapa ayah dari buah hatinya. Tidak mungkin juga jika dirinya menuntut pertanggungjawaban dari pria yang pernah tidur dengannya. Meskipun kemungkinan besar William adalah ayah biologis dari sang putri, tapi hal tersebut masih membuatnya ragu mengingat bukan hanya pria itu saja yang pernah tidur dengannya di masa lalu. "Nah 'kan Ibu diem lagi," decak Novia seraya menghela nafas panjang. "Aku pengen punya Ayah. Ibu cariin aku Ayah, kek!" "Hah?" Novia seketika tersenyum lebar. "Cari ayah kemana, Via? Seorang Ayah itu bukan sesuatu yang bisa dicari ketika kita ingin, kita juga gak bisa memanggil Ayah sama sembarangan orang." "Tapi aku pengen punya Ayah, Ibu. Aku pengen punya Ayah, titik!" Novia mulai merajuk dan merengek. Anak itu bersikukuh minta dicarikan seorang ayah seolah gelar ayah bisa disematkan kepada siapapun. Nova tentu saja tidak dapat mengabulkan permintaan putrinya karena hal itu sangat-sangat mustahil dan tidak masuk akal. "Huaaaa! Aku pengen punya Ayah!" teriak Novia seraya menangis sesenggukan. "Ibu buruan cariin aku Ayah. Pokoknya aku mau punya Ayah!" "Astaga, Via," decak Nova segera menggendong tubuh sang putri. "Cup, cup, cup, udah ya jangan nangis terus." "Nggak mau!" teriak Novia mulai tantrum membuat Nova merasa kewalahan. *** Keesokan harinya tepatnya pukul 11.00 WIB, matahari tengah teriak-teriaknya menyinari alam semesta. Nova bekerja seperti biasa dengan membawa serta Novia karena tidak ada yang menjaga anak itu. Seragam berwarna orange nampak membalut tubuhnya berikut topi dan masker yang ia gunakan guna melindungi wajahnya dari teriknya sinar matahari. Sapu lidi yang ia gunakan untuk menyapu pun mulai membersihkan dedaunan kering yang berserakan di jalan, beberapa pekerja lain nampak melakukan hal yang sama. "Eh, kalian tau nggak hari ini ada pembukaan Mall baru lho?" tanya pekerja lain seraya menyapu jalan. "O ya? Hmm! Sayangnya belum gajian. Coba kalau udah gajian, aku pasti ke sana," ujar pekerja lainnya. Nova hanya terdiam seraya mendengarkan juga nampak fokus membersihkan sampah yang berserakan. Sementara Novia sang putri hanya duduk di bawah pohon besar seraya memainkan boneka miliknya yang sudah usang. "Nova, apa lo tau apa nama Mall yang baru dibuka itu?" tanya pekerja tersebut membuat Nova sontak menoleh lalu membuka masker yang ia kenakan. "Emangnya nama Mall itu apa?" tanyanya sembari menghentikan pekerjaannya sejenak. "Supernova Mall!" "Hah?" Nova mengerutkan kening lalu tertawa nyaring. "Jangan bercanda, Mbak Desi. Masa iya nama Mall-nya Supernova Mall?" "Ikh, kagak percaya dia. Beneran Supernova Mall namanya. Kalau lo gak percaya, nanti balik gawe ke kita ke sana, ya!" "Mangga Mbak Des aja yang ke sana, aku lelah. Aku mau istirahat, lagian percuma juga ke sana kalau kita gak bawa duit," tolak Nova kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. Desi seketika menghela nafas kasar. "Akh, bener juga. Percuma juga kita ke sana kalo gak bawa duit." Nova hanya tersenyum lebar seraya menyapu jalan. Tidak lama kemudian, sebuah mobil Pajero berwarna hitam berhenti tepat di depan Nova membuat wanita itu sontak memundurkan langkahnya ke belakang dengan perasaan kesal. "Astaga, gak liat apa di sini ada orang? Main markir mobil sembarangan, dasar horang kaya!" decaknya kesal. Pintu mobil pun dibuka, Tommy berlari ke arah samping lalu membukakan mobil untuk sang majikan. William dengan mengenakan kaca mata berwarna hitam lengkap dengan jas dengan warna yang sama mulai melangkah keluar dari dalam mobil. Semua pekerja di sana seketika membulatkan bola matanya pun dengan mulutnya yang seketika dibuka lebar merasa terpesona dengan ketambahan William yang sudah memangkas habis kumis berikut jambang tipisnya. "Waaah! Siapa tuh, cakep banget?" decak Desi juga satu pekerja lainnya. "Ayah!" teriak Novia segera berlari menghampiri William. "Ayah?" seru Desi kedua matanya semakin membulat merasa terkejut. "Astaga, mau ngapain lagi Mas William datang ke sini?" batin Nova seraya memejamkan kedua matanya juga memalingkan wajah ke arah lain. William merentangkan kedua tangannya saat tubuh mungil Novia berlari menghampiri dengan wajah ceria. Ia segera meraih lalu menggendong tubuh mungilnya seraya tersenyum lebar merasa bahagia seolah tengah menggendong darah dagingnya sendiri. "Novia, Sayang," seru William dengan wajah ceria. "Kamu lagi ngapain panas-panasan di sini?" "Aku lagi nemenin Ibu kerja, Yah. Gak panas ko, aku duduk di bawah pohon gede itu," jawab Novia dengan wajah ceria. "Hmm! Dari pada kamu nemenin Ibu kamu kerja, mendingan jalan-jalan sama saya Ayah, mau?" tanya William. "Kebetulan Ayah baru aja meresmikan Mall baru Ayah dideket sini." "What! Ayahnya Novia pemilik Mall baru itu? Mall Supernova?" decak Desi seraya menatap wajah Nova lalu mengalihkan pandangan matanya kepada William. Wanita berusia 35-tahunan itu berjalan mendekati Nova yang masih bergeming ditempatnya. "Nov, ko lo gak bilang kalau Ayahnya Via orang kaya? Jadi, nama Supernova itu diambil dari nama lo, ya?" Nova mendengus kesal lalu berbisik di telinga Desi. "Dia bukan Ayah anakku, Mbak Desi." William yang mendengar bisikan Nova seketika melangkah mendekati kedua wanita itu bersama Novia di dalam gendongannya. William tiba-tiba saja mengulurkan telapak tangannya ke arah Desi seraya memperkenalkan diri. "Perkenalkan, nama saya William Brawijaya, Ayah kandung Novia," ujarnya membuat kedua mata Nova seketika membulat merasa terkejut. Bersambung

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD