11. Anak?

1271 Words
"Kamu nggak suka?" Oh, suara bisikannya. Tepat saat pintu kamar yang ditempati ibu Barat kembali tertutup selepas tadi sempat terbuka lagi, terciduk Nirwana, yang mana detik itu juga dia meraih tengkuk Barat, rahangnya, lalu bibir itu Nirwana seruduk mesra dengan bibir ini. Meski jika harus jujur, untuk ciuman di bibir, itu yang pertama bagi Nirwana terlepas dulu sempat mengecup pipi Topan semasa berseragam putih biru. Namun, itu sudah lama sekali. Pun, hanya di pipi. Kalau bibir ... Nirwana akui, Barat pelabuhan pertamanya dan itu terjadi dini hari ini. Terpaksa. Walau Nirwana menginginkan Barat, menyukai tubuh dan rupanya, tetapi sebetulnya tak ada sedikit pun dalam benak untuknya memulai sebuah ciuman bibir lebih dulu. Ah, ini genting! Nirwana geram oleh ibu-ibu satu itu dan dia jadi, ya ... seperti ini. Menunjukkan bahwa dirinyalah yang lebih Barat inginkan ketimbang Ayumi Ayumi sialan! Nirwana tidak suka mendengarnya. So, lihat! Pergokilah sendiri bagaimana dari arah sana terlihat kepala Barat yang bergerak-gerak, saat Nirwana pejamkan mata setelah lama merasakan tubuh Barat yang menegang dalam diam, sampai akhirnya ... berbalas. Ya, itu. Ciuman pertama mereka. Sampai terdengar suara pintu kamar yang ditutup, baru Nirwana hendak melepas, tetapi lebih dulu dilepas oleh Barat yang mendorong dua bahu Nirwana, tetapi sampai detik ini bahunya tetap dicekal oleh lelaki itu, ditatap agak tajam bola mata Nirwana, tetapi rumit dan tak bisa dia terjemahkan sorotan mata Barat di depannya. Sekali lagi, Nirwana berbisik tanya, "Kamu nggak suka, hm?" Kiss-nya. Super lirih dan rendah intonasi Nirwana, seraya dia lepaskan cekalan tangan Barat di dua bahunya, lalu melenggang melewati Barat yang masih diam di tempat. Andai mangkuk mi di meja makan sana punya mata, pasti sudah bergulir ke sana-kemari melirik Barat dan Nirwana. Yang kali itu aroma mereka--mi instan--tak ada menarik-menariknya lagi di penciuman Barat dan Nirwana. Ya, satu demi satu, Barat mengambil langkahnya. Berbalik ke arah di mana Nirwana pijaki lebih dulu. Sampai pada handel pintu kamar yang serba pink itu Barat genggam, lalu dia tekan dan didorongnya ke dalam, menyusul Nirwana yang sudah bersiap rebah di ranjang. Barat tutup rapat pintu itu, yang suara kuncinya terdengar nyaring di telinga Nirwana, bahkan langkah kaki Barat seolah bergema, menggemuruhkan detak jantungnya. Tatapan mereka pun bersua, bahkan sejak Barat selesai mengunci rapat pintu kamar Nirwana, hingga kini dia berdiri tepat di depan tubuh putri semata wayangnya Alam Semesta. "Apanya yang nggak suka?" Oh, Barat bertanya. Sebab Nirwana hanya sebatas bahu, jadilah dia mendongak dan Barat agak menunduk, mereka berdiri dengan jarak amat dekat. Bayangkan! Di depan mata Nirwana, dia salah fokus dengan memandang jakun Barat yang tampak naik dan turun. Bolehkah dia usap? "Kelakuan aku ... tadi," sahut Nirwana, pelan dan tegas. Sebagaimana sorotan matanya. Dagu itu, Barat raih dengan hari telunjuk, lalu dia apit dengan ibu jarinya. Ya, dagu Nirwana, kian mendongaklah dia. "Emang kamu melakukan apa?" Tadi. Barat malah balik bertanya. Well, dua lensa mereka saling bersinggungan benang tatapnya, seperti sama-sama sedang menunjukkan, siapa yang sesungguhnya jadi dominan. "Kiss." Tidak malu-malu, bahkan sepertinya mangkuk mi lebih malu-malu menyaksikan bibir Nirwana yang menghajar bibir Barat lebih dulu di ruang makan itu. Ya, Nirwana mengaku. "Aku cium kamu tadi." Kan? Sambil Nirwana lepaskan cekalan Barat dari dagunya, lalu melirik jam dinding. Oh ... sudah mau pukul dua. Sekarang kantuknya malah pergi entah ke mana. Namun, Nirwana tidak mau berlama-lama begini dengan Barat. So, dia putuskan berbalik, hendak menaiki kasur, tetapi urung dan Nirwana justru terpekik. Pinggang ramping itu, Barat rengkuh saat ini. Erat. Menahannya. "Mau tidur?" Hell .... Jantung Nirwana detakannya edun sekali, habisnya baru kali ini dia merasa ... apa, ya? Seperti ada kepribadian Barat yang lain di sini. Namun, dia tertantang. "Kenapa?" Yang Nirwana julurkan tangan, dia elus rahang Barat. "Kamu pengin aku kiss lagi?" Barat bergeming. Satu detik. Seterusnya .... Nirwana lantas kembali mendongak setelah sebelumnya menunduk melihat lilitan tangan Barat. Berurat ternyata. Ya, memang begitu. Nirwana tahu. Hanya saja di pagi buta ini ... rasanya tampak lebih alot tangan itu. Yang sedang Nirwana coba lepaskan. Ehm. "Barat, apa nggak sebaiknya kamu meluk aku sambil rebahan aja?" Sulit, Sis! Terlalu liat. Pinggang Nirwana terperangkap, sepertinya kali ini Barat pakai tenaga. Di mana jari-jemari Nirwana yang kiri masih bertengger di lengan alot itu, dia usap-usap, terasa betul ketegangan Barat akibatnya. Tuh, lihat! Rahang Barat sampai mengeras, tatapannya juga tajam, membuat Nirwana lebarkan senyuman. Jangan-jangan ... lho, eh? Nirwana tersentak. "Barat!" Demi Tuhan ... terngiang-ngiang sampai pagi menjelang, ibu Barat menatap sinis sosok pemilik jeritan suara itu semalam. Atau pagi, ya? Jam dua soalnya. Di mana kini waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, waktu sarapan bersama, Bi Sum sudah menyiapkan hidangannya, ibu Barat pun bangun lebih awal daripada sosok Barat dan .... "Anggap aja rumah sendiri, ya, Bu. Maaf, kemarin lupa belum bilang ini." Nirwana bersikap seolah tidak ada yang terjadi di pukul satu hingga dua dini hari itu. Ibu Barat melengos. Yang Barar tatap. Pertama, dia menatap Nirwana. Perempuan yang rambutnya basah pagi ini sedang memgulas senyum hangat, tetapi Barat tahu itu palsu, kepada ibu. Kedua, ibu Barat. Barat menatap beliau yang kelihatan terang-terangan tidak menyukai Nirwana. Ah, ibu bahkan sepertinya sengaja ingin Barat bercerai dengan gadis ini. Salah satu tujuan ibu ada di sini. "Oh, ya ... hari ini aku berangkat sendiri aja, Mas." Teruntuk Barat, menoleh lagi dia. Mas, ya? Eum .... "Yakin, sendiri?" Tumben sekali, biasanya Barat akan tegas menolak dan tetap memaksa mengantar Nirwana. Namun, kali ini jawabannya beda. Nirwana senyum. "Iya." "Bisa jalannya?" Jalan dalam artian mengendarai mobilnya, Barat cuma refleks walau itu memang salah satu bentuk perhatian untuk Nirwana darinya. Yang seketika ditafsirkan lain oleh ibu Barat tanpa sepengetahuan mereka. Pertama, peraduan bibir di ruang makan. Kedua, pekikan di pukul dua dini hari selepas berpagutan. Ketiga, rambut Nirwana basah, mungkin keramasan? Dan, terakhir ... Barat tadi bilang apa? "Bu, Wana pamit. Berangkat kerja dulu." Ibu Barat terkesiap, lalu ditatapnya juluran tangan itu. Mau tak mau, dia sambut di setelah tak sengaja mendapati sorotan mata Barat penuh permohonan padanya. Nirwana pun mencium punggung tangan ibu Barat dengan takzim, baru kemudian alih kepada Barat di sisinya, yang mana tak lantas dilepaskan cekalan tangan Nirwana sehabis salim ala suami-istri tadi, Barat justru menuntunnya, mengantar Nirwana sampai ke depan dan barulah bersuara. "Mana kunci mobilnya?" Eh? "Mana sini, biar saya antar saja." Sambil menengadahkan tangan kanan. "Sekalian ada hal yang ingin saya bahas berdua sama kamu, secepatnya. Ayo, sini kunci mobilnya. Kita ngobrol sambil jalan." Ya, seperti itu. "Bu, Barat anterin Nirwana dulu." Mencium tangan ibu, sedang Nirwana sudah duduk manis di dalam mobil setelah Barat izin mau pamit kepada ibunya. Yang mana sepeninggal mereka, ibu Barat mengembuskan napas berat. Seiring dengan suara mobil melaju. Pada akhirnya, Barar tidak membiarkan Nirwana pergi sendiri. "Mau ngobrol apa?" Oh, ya, langsung saja. Itu Nirwana. Barat menoleh. "Soal semalam." Dia bahkan jauh lebih to the point. Bilang, "Maaf udah bikin kamu takut." Sampai sini ... paham? Ah, tidak! Nirwana berdeham. Jantungnya berdegup kencang. Teringat kejadian semalam atau katakanlah pagi buta di pukul dua, dia memekik sebab .... "Siapa juga yang takut?" Dengan pipi merah padam, Nirwana melengoskan wajah ke sisi jendela. Lagi-lagi Barat meliriknya. "Aku cuma kaget ...," imbuh Nirwana, "kancing piama sampe hampir lepas semua." Ditarik oleh Barat dua sisi baju tidur Nirwana, area kancing, meski tidak benar-benar semua yang lepas, tetapi tetap saja semalam alias pagi buta itu ... argh! Barat brutal banget! Sebab yang membuat Nirwana panik adalah ... sorotan mata itu, di pukul dua dini hari tadi, yang kini Nirwana lirik dan ternyata Barat juga sedang melirik. Oke, fix! YANG INI BARU BARAT! YANG SEMALAM ITU .... "Maaf, saya isengnya kejauhan, ya?" H-hah? "Saya pikir kamu anak yang nggak ada takutnya." A-anak? Nirwana mengerjap. Di situ ... Barat terkekeh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD