Selamat Jalan

1502 Words
“Saya gak mau menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, pokoknya dua orang ini harus diproses secara hukum!” seru Tuan Johannes kepada penyidik di Polsek Kalibaru. Mediasi yang dilakukan oleh petugas keamanan di Rumah Sakit Bhakti Husada kepada Tuan Johannes dan dua remaja yang menyebabkan Nyonya Johannes celaka, tidak membuahkan kesepakatan. Tuan Johannes bersikukuh tidak ingin memaafkan kedua pelaku. Petugas keamanan rumah sakit sudah melakukan segala cara, namun tidak juga berhasil mendamaikan kedua belah pihak, sehingga satu-satunya jalan adalah menyelesaikan masalah ini di kantor polisi. Sebelum beranjak ke Polsek Kalibaru, Tuan Johannes terlebih dahulu menyelesaikan proses administrasi rumah sakit. Tuan Johannes juga meminta rumah sakit untuk menyimpan Jasad Nyonya Johannes di ruang jenazah sementara ia menyelesaikan urusan di kantor polisi. Kemungkinan, prosedur otopsi akan dilakukan untuk mencari bukti yang menjadi penyebab meninggalnya Nyonya Johannes di Air Terjun Tirto Kemanten. Setelah menyelesaikan urusan administrasi, Tuan Johannes kembali ke pos keamanan bersama dengan mobilnya. Kali ini, ia kembali meminta kepada penjaga Air Terjun Tirto Kemanten untuk ikut ke kantor polisi guna menjadi saksi atas meninggalnya Nyonya Johannes. Karena bagaimanapun, lokasi wisata itu berada di bawah tanggung jawabnya. Penjaga air terjun itu menyanggupi dan lima orang kunci meninggalnya Nyonya Johannes pun segera meluncur menuju ke kantor polisi. Setibanya di sana, Tuan Johannes langsung bergegas ke unit reskrim, hendak membuat laporan tentang kematian Nyonya Johannes. Dari sana, Tuan Johannes langsung menuntut kedua remaja itu dengan pasal pembunuhan, sebelum menceritakan rinci kejadian yang terjadi di sana. “Pokoknya gak bisa, Pak, saya gak mau damai. Mau dikasih uang berapapun saya gak mau damai! Ini nyawa istri saya! Nyawa harus dibayar dengan nyawa! Bahkan kalau bisa, saya pengen mereka ini dihukum mati!” seru Tuan Johannes sambil menunjuk-nunjuk dengan kasar dua remaja yang duduk di belakangnya. “Pak … jangan, Pak … kami gak sengaja!” sahut dua remaja itu yang seketika langsung berlutut di hadapan Tuan Johannes. “Kami masih ingin hidup, Pak, tolong ….” Remaja laki-laki yang menjadi pelaku utama atas meninggalnya Nyonya Johannes mencoba membujuk Tuan Johannes agar membukakan pintu maaf. “Pak, Bapak dari tadi marah-marah terus. Tenangkan diri dulu, Pak, tenang …,” bujuk petugas polisi yang duduk di depan Tuan Johannes. “Pak, mana bisa saya tenang di saat seperti ini? Bayangin kalau yang meninggal itu istri Bapak, gimana?!” Tuan Johannes justru semakin menaikkan nada bicara ketika diminta untuk tenang. “Iya, Pak … iya, saya tahu, ini berat untuk Bapak. Tapi Bapak jangan mengambil keputusan buru-buru gini dong. Kita coba mediasi dulu ya, Pak,” sahut petugas polisi menenangkan. “Enggak! Saya pengen dua bocah ini mati!” jawab Tuan Johannes dengan mata yang merah padam. Keributan yang terjadi di ruang penyidik, membuat seorang petugas polisi lain datang menghampiri. Ia hanya berniat mengintip, ingin tahu apa yang sedang terjadi. Tapi melihat situasi yang tidak terkendali, membuat petugas itu akhirnya terpaksa ikut bergabung demi meredam ketegangan. "Pak … Pak … bawa keluar dulu aja, saya mau nulis BAP dua anak ini," ucap penyidik kepada petugas polisi yang baru masuk. "Lepaskan!" bentak Tuan Johannes ketika petugas polisi itu baru saja menyentuh pundaknya. "Saya di sini korban ya, kalian jangan semena-mena sama saya. Kalian gak tahu saya ini siapa?!" ancam Tuan Johannes sambil menunjuk-nunjuk dua polisi di depannya. "Bapak bisa kooperatif gak?! Kita di sini polisi juga punya prosedur! Kita tahu Bapak orang penting di desa, tapi kita di sini juga punya tata tertib sendiri!" Akhirnya Penyidik yang dari tadi menahan amarah, meledakkan emosi tepat di hadapan muka Tuan Johannes, membuat pria yang baru saja kehilangan istri tercinta itu gemetar. Ia tahu, dirinya saat ini sedang kalut. Tapi Tuan Johannes tidak menyangka bahwa dirinya sampai kehilangan akal sehat. Tuan Johannes pun akhirnya duduk diam di tempatnya. Pandangannya tampak kosong. Satu detik kemudian, air mata Tuan Johannes kembali menetes. Ia kembali teringat tentang kenangan-kenangan bersama istri tercinta. Tidak rela rasanya jika harus kehilangan secepat dan semendadak ini. Padahal Tuan Johannes memiliki mimpi untuk bersama-sama istrinya hingga hari tua. "Bapak duduk dulu di belakang, saya mau tulis BAP tersangka," ucap petugas polisi sambil memberikan isyarat tangan agar Tuan Johannes duduk di kursi yang ada di luar ruangan bersama Luna. Tuan Johannes seperti tidak memiliki semangat hidup lagi. Pandangan matanya tidak memiliki jiwa, kosong tak terarah. Ia terus saja melamun sambil memegang tangan Luna yang duduk di sampingnya. Satu sisi, Tuan Johannes sadar jika ini adalah sebuah kecelakaan. Tapi sisi lain, ia sangat tidak rela jika kecerobohan seseorang menyebabkan istrinya celaka. Tuan Johannes bahkan tidak sanggup mengemudikan mobilnya. Ketika pulang dari kantor polisi, Luna meminta tolong kepada salah satu petugas polisi untuk mengantarnya dan Tuan Johannes pulang. Akhirnya petugas polisi meminta dua orang untuk mengawal Tuan Johannes. Satu petugas membantu Tuan Johannes menyetir mobil, satu petugas lain mengikuti mereka menggunakan motor. Suasana pulang dari Polsek Kalibaru terasa hening dan pekat, awan kelabu menyelimuti hati Tuan Johannes dan Luna. Hari-hari yang mengiringi keluarga Tuan Johannes tidak lagi berwarna seperti biasa. Semua hanya ada hitam dan putih, seakan seluruh warna telah luntur seiring kepergian Nyonya Johannes. Langit pun seakan mendukung kesedihan keluarga Johannes. Pemakaman seorang wanita tangguh yang rela ikut suaminya untuk mengembangkan salah satu wilayah terpencil di Banyuwangi tersebut. Awan kelabu berkumpul di desa, hujan gerimis yang turun saat pemakaman seperti ikut menangisi kematian Nyonya Johannes. Tiga hari setelahnya, Nyonya Johannes pun dikebumikan di kompleks pemakaman desa. Di tengah isak tangis yang mengalir di acara pemakaman, ada orang-orang yang tampak lebih peduli kepada dirinya sendiri. Satu persatu warga yang bertopeng, berpura-pura suka terhadap keluarga Johannes padahal tidak suka, perlahan mulai memperlihatkan wajah asli mereka di belakang Tuan Johannes yang masih bersimpuh di samping makam bersama Luna. Tampak di belakang kerumunan warga yang mengantar jenazah Nyonya Johannes ke peristirahatan terakhir, dua orang warga sedang berbisik. Slamet dan Aji, dua orang yang ketika di depan Tuan Johannes tampak setia, namun ketika di belakang, mereka bergosip tentang Tuan Johannes dan keluarga. Saat ini, dua orang tersebut sedang mengkhawatirkan hal lain, di tengah suasana berkabung. "Met .…" "Iya, Ji …." "Desa kita ini baru aja ada kejadian menggemparkan. Mayat dari temen kita yang ikut masuk ke dalam Hutan Agnisaga, hilang. Sekarang, Nyonya Johannes tiba-tiba meninggal. Kayaknya ada yang gak beres ini, Met," ucap Aji berbisik. "Aku juga menduga gitu, Met, aku takut, setelah ini ada rangkaian kematian lain. Aku khawatir kita yang jadi korban selanjutnya," sahut Slamet. "Huss, jangan ngawur kamu, Ji! Gak mau lah aku jadi korban selanjutnya! Gila aja!" protes Slamet. "Ssst! Kalian ini malah berisik sendiri! Udah tua juga!" Seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan Slamet dan Aji menyeletuk, samar-samar ia mendengar apa yang Aji dan Slamet bicarakan, namun wanita itu memilih diam karena tidak ingin membangun prasangka lebih dalam lagi. Aji dan Slamet yang menerima protes itu tidak serta merta diam, mereka hanya menurunkan suara agar pembicaraan mereka semakin tidak terdengar oleh orang lain. "Aku aslinya khawatir, Met, nanti jenazah Nyonya Johannes bernasib sama kayak temen kita," ucap Aji sambil sedikit memiringkan bibir, membuat prasangka yang ia bangun terasa lebih dramatis. "Huss, jangan ngawur kamu, Ji!" "Tapi kamu juga khawatir kan, Met? Kejadian itu baru banget loh!" Aji berusaha menekan Slamet, agar teman seperjuangannya itu bisa berdiri di sisi yang sama dengannya. "Tapi mbok ya kamu jangan ngomong gitu, nanti jadi doa." Ucapan Slamet membuat Aji tidak bisa berkata-kata lagi. Ia tahu, kalimatnya yang terlalu khawatir justru bisa menjadi kenyataan. Aji hanya melirik sinis ke arah Slamet, lalu kembali memperhatikan prosesi pemakaman yang berlangsung. Waktu setelah kepergian Nyonya Johannes, terasa seperti neraka bagi keluarga yang ditinggalkan. Selain itu, keluarga Johannes yang memang tinggal terpisah jauh dari para saudara lain, menyisakan luka tersendiri bagi Tuan Johannes. Tidak ada keluarga lain atau saudara yang menjenguk dan mengikuti prosesi pemakaman istrinya. Sebenarnya, seluruh keluarga telah diberitahu tentang berita duka ini. Hanya saja, semua keluarga hanya mengucapkan belasungkawa melalui pesan singkat atau sambungan telepon. Mereka semua beralasan sibuk. Tragis memang, seorang Tuan Johannes yang dikenal memiliki kebaikan setinggi gunung emas, harus menelan pil pahit saat kematian istri tercinta. Satu sisi, ia memang merasa sangat kehilangan. Tapi sisi lain, Tuan Johannes berpikir, apa salah keluarga Johannes selama ini? Kenapa tidak ada keluarga yang mau menyempatkan diri untuk datang mengikuti prosesi pemakaman? Saat ini keluarga Johannes sedang membutuhkan dukungan untuk meringankan beban di kepala. Hari-hari yang berlangsung setelahnya, terasa semakin hambar dan kelabu. Tuan Johannes dan Luna memilih untuk mengasingkan diri dari warga sekitar. Tidak ada semangat hidup yang terpancar dari keduanya. Beruntung, Tuan Johannes memiliki orang-orang yang bisa dipercaya, seperti Jeanne dan Pak Agus, sehingga meski Tuan Johannes sedang terpuruk, urusan pekerjaan dan kebun teh masih bisa teratasi dengan baik. Tiga hari berselang, di suatu pagi, Pak Agus ingin mengornfirmasi pengiriman teh ke pabrik kepada Jeanne. "Pak Agus, nanti setelah sampean koordinasi sama sopir-sopir, sampean ke sini dulu, ya? Saya mau ngobrol penting," ucap Jeanne ketika Pak Agus hendak meninggalkan ruangannya. "Ada apa ya, Bu Jeanne?" tanya Pak Agus penasaran. "Habis ini dah saya ngomong. Sampean koordinasiin sopir dulu aja," sahut Jeanne yang disambut dengan anggukan kecil dari Pak Agus, sebelum kemudian Pak Agus undur diri dari ruangan Jeanne.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD