Kebun Teh Masa Lalu

1517 Words
Serigala berkaki dua tampak terkejut dengan kotak pusaka di depannya yang mengeluarkan cahaya redup, padahal malam ini bukanlah mal purnama. Serigala berkaki dua itu segera bersimpuh, "Paduka, ada apa?" tanya serigala tersebut. "Aku mau keluar! Aku harus segera keluar!" Kotak pusaka itu mengeluarkan suara menggelegar, membuat segerombolan kelelawar terbang keluar dari goa tempat mereka tinggal. "Tapi, Paduka belum bisa keluar sekarang!" sahut serigala itu dengan suara gemetar. "Groaaa!! Aku mencium aroma darah dari orang yang paling kubenci di dunia ini! Orang itu, adalah b******n yang membuatku bernasib seperti sekarang! Aku harus keluar, aku harus membalas dendam! Groaaa!!" Auman keras yang berasal dari kotak pusaka kembali terdengar hingga ke luar hutan, membuat Tuan Johannes yang sedang terlelap terkejut hingga terbangun. "Suara serigala itu lagi! Ini udah kedua kalinya, aku yakin, aku gak salah denger!" gerutu Tuan Johannes sambil bangkit dari ranjang empuknya. Tuan Johannes segera bersiap, mengenakan pakaian lengkap dan mengambil perlengkapan berburu yang ada di dalam gudang. Selanjutnya, Tuan Johannes keluar dan pergi ke pos kamling, meninggalkan Luna yang sedang terlelap sendirian di dalam rumah besar miliknya. Banyaknya lampu rumah warga yang sudah mati, membuat Tuan Johannes harus membawa lampu senter. Sambil berjalan menuju ke pos kamling, ia terus menyorot senter di tangannya ke kanan dan kiri, menyorot ke sela-sela jalan yang tidak disinari cahaya lampu, memastikan tidak ada hal aneh yang ia lihat malam ini. "Skak!" seru Slamet sambil menggerakkan ratu, menutup jalan raja dari pihak lawan untuk bergerak. "Oh, gak iso! Aku ke sini!" sahut Aji sambil menggerakkan benteng menutupi jalur ratu milik Slamet, melindungi raja miliknya. Slamet dan Aji malam ini sedang bergiliran jaga keamanan desa di pos kamling. Ancaman keamanan desa ini sebenarnya bukanlah pencuri, melainkan hewan-hewan buas dari hutan yang bisa sewaktu-waktu merusak dan menjarah pemukiman. Belum lagi, kejadian hilangnya mayat warga tahun lalu di mana pelaku pencurian mayatnya masih belum ditemukan, masih menjadi trauma yang membekas bagi sebagian besar warga, membuat jadwal jaga keamanan selalu diberlakukan sejak saat itu. "Met, Ji!" sapa Tuan Johannes yang tiba-tiba muncul di antara mereka. "Eh, Tuan," sahut Slamet dan Aji bersamaan sambil menundukkan kepala. "Ada apa Tuan malem-malem keluar?" tanya Aji sambil menyeruput kopi hitam yang telah dingin karena hawa pegunungan yang membuat minuman panas hanya bertahan dalam waktu singkat. "Kalian santai banget di sini? Gak denger suara barusan?" Tuan Johannes menyorot lampu senternya ke sekeliling. "Suara apa ya, Tuan? Kita gak denger apa-apa tuh. Iya kan, Ji?" jawab Slamet sambil mengernyitkan dahi. "Iya, Tuan!" Aji kembali menyeruput kopi miliknya. "Kita dari tadi di sini main catur biar gak tidur. Tapi gak ada apa-apa tuh, Tuah," lanjut Aji. "Kok aneh, ya? Saya tadi denger ada suara lolongan serigala, kenceng banget dari rumah." Tuan Johannes ikut duduk di pos kamling bersama Aji dan Slamet. "Serigala ya? Mungkin itu dari hutan, Tuan, soalnya kan rumah Tuan deket banget dari hutan toh?" sahut Slamet. "Iya sih ya? Tapi, Ji, Met, hutan kita kan gak ada serigalanya?" tanya Tuan Johannes. "Iya juga ya, Tuan? Hiii, kalau dibayangin kok jadi ngeri ya?" sahut Slamet sambil memeluk dirinya sendiri. "Hush! Jangan ngawur kamu, Met, malem-malem nih! Entar penghuni hutan beneran ada yang nyamperin, bisa mampus kita!" protes Aji sambil memukul bagian belakang kepala Slamet pelan. "Mungkin aja itu anjing hutan, Tuan! Sebenernya saya juga takut sih, tapi kalau semua takut, ntar gak ada yang mau jaga kamling lagi!" lanjut Aji. "Iya juga sih, ya?" Tuan Johannes menghela nafas panjang. "Ya udah lah, malam ini saya ikut jaga sama kalian, ayo lanjutin main catur, saya jadi wasitnya!" Tuan Johannes pun ikut memperhatikan permainan catur Aji dan Slamet. "Wah siap, Tuan, pokoknya kita begadang sampai janda kembang jatuh ke pelukan kita!" seru Aji antusias. "Ssst, Ji!" protes Slamet sambil memberikan isyarat kepada Aji untuk menghentikan kalimatnya. Aji terbelalak, menyadari jika ia telah mengeluarkan kalimat yang tidak seharusnya diucapkan. Bagaimanapun, Aji dan Slamet sudah mendengar gosip yang beredar di masyarakat tentang kedekatan Tuan Johannes dan Jeanne. Membicarakan perkara janda langsung di depan orang yang bersangkutan, sangat-sangat tidak sopan. Suasana canggung pun sempat tercipta setelah Aji melontarkan candaan yang sedikit menyinggung tersebut. Namun Tuam Johannes yang ramah, mampu mencairkan kembali suasana dalam waktu yang singkat. Sebenarnya juga, telinga Tuan Johannes terbuka lebar saat Aji dan Slamet melontarkan kalimat candaan tersebut. Tapi bagi Tuan Johannes, jika hubungannya dan Jeanne terbongkar sekarang, maka tidak akan ada masalah, karena status Tuan Johannes yang duda dan Jeanne yang janda, tidak akan menciptakan gosip negatif yang berkepanjangan. Kisah tentang Tuan Johannes dan Jeanne sebenarnya bukanlah cerita baru. Hanya saja, kisah tentang mereka berdua memang tertutup rapat dari semua orang. Cerita bermula ketika Johannes muda sedang menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di salah satu universitas ternama di Surabaya. Saat itu, ia kenal dengan seorang perempuan cantik yang berasal dari fakultas yang sama dengannya. Perkenalan berlanjut semakin akrab ketika dua orang itu tergabung ke dalam organisasi yang sama. Sayangnya, kedekatan mereka hanya sampai di sana karena Johannes muda jatuh hati pada perempuan lain yang akhirnya diperistri ketika Johannes muda sudah menyelesaikan pendidikan. Bertahun-tahun berselang, tepatnya sekitar enam tahun lalu, Johannes yang kala itu sudah menikah dan memiliki anak perempuan berusia remaja, mendatangi pabrik teh legendaris yang ada di Lumajang guna studi banding, dengan tujuan untuk semakin memajukan produksi teh di desa. Di pabrik teh yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda tersebut, Tuan Johannes bertemu lagi dengan perempuan cantik yang ia kenal di waktu kuliah, yaitu Jeanne. Mereka pun akhirnya janjian untuk makan siang bersama di hari itu juga, sekaligus sebagai reuni karena sudah sangat lama mereka tidak berjumpa. Perbincangan mereka mengantarkan Tuan Johannes mengenal Jeanne sedikit lebih jauh. Kala itu, Jeanne sudah menyandang status sebagai janda, setelah berpisah dengan suaminya. Dua orang mantan mahasiswa yang sempat akrab di dalam organisasi yang sama, membuat obrolan mereka mengalir ke sana kemari. Johannes berkata kepada Jeanne bahwa ia memiliki impian untuk bisa memajukan sebuah daerah terpencil menjadi berdikari. Bahkan saat itu, program pengembangan desa yang Tuan Johannes canangkan, sudah berjalan dengan cukup baik. Hanya saja, Tuan Johannes berkata jika ia masih butuh banyak belajar, agar perekonomian warga desa semakin tumbuh pesat. Jeanne yang saat itu benar-benar takjub dengan gagasan yang dimiliki oleh Tuan Johannes, berkata jika ia ingin bergabung dengan proyek pengembangan desa tersebut. "Aku punya banyak kenalan pabrik-pabrik teh wilayah Jawa Timur. Kalau aku boleh gabung, aku yakin kita bisa mengembangkan desa itu menjadi lebih baik lagi," tawar Jeanne. "Tapi, Jeanne, kamu kan udah kerja di sini. Nanti kerjaanmu gimana?" Tuan Johannes merasa tidak enak hati jika harus meminang pekerja dari tempat lain. "Nanti biar aku yang ngomong ke atasan. Aku gak akan keluar dari tempat kerja yang sekarang, tapi aku bakal ngembangin perkebunan lain yang berpotensi menjadi stokis besar buat pabrik ini. Kita harus pastikan petani dapat harga layak dan pabrik dapat harga murah. Nanti aku akan ajukan pendanaan dari pabrik ini untuk pengembangan di sana. Kalau ini berhasil, desa tempatmu tinggal bakal dapat suntikan dana gede buat meningkatkan kualitas hasil perkebunan, gimana?" terang Jeanne dengan wajah yang sangat yakin. "Kamu yakin bisa?" Tuan Johannes terlihat ragu. "Antara yakin dan gak yakin sebenarnya sih, tapi aku rasa ini patut buat dicoba. Soalnya kan kita mau bikin ini jadi simbiosis mutualisme. Pabrik di Lumajang ini bisa dapet perkebunan luas tanpa harus mengeluarkan dana besar buat pembebasan lahan dan penanaman dari awal, sedangkan desa kamu dapat jaminan kalau teh yang mereka panen bisa langsung dilempar ke pabrik dengan harga bersaing. Aku rasa, gak ada yang dirugikan di sini." Jeanne mengulurkan tangan, menunggu sambutan dari Tuan Johannes untuk menyetujui perjanjian kerja sama di antara mereka. Melihat betapa yakinnya Jeanne dengan ucapannya, membuat Tuan Johannes pun tidak ragu untuk menyambut uluran tangan dari Jeanne. Di situlah awal mula mereka semakin dekat satu sama lain, karena tidak lama setelah pertemuan itu, Jeanne menghubungi Tuan Johannes bahwa ia akan segera mengurus kepindahan. Mendengar kabar itu, Tuan Johannes tersenyum lebar. Akhirnya, niatnya untuk mengembangkan desa, semakin disorot oleh orang lain, membuat desa yang dikembangkan pun akan menjadi lebih maju dari sebelumnya. Kepindahan Jeanne ke desa, tidak melulu berbuah baik. Nyonya Johannes sejak awal sudah mencium ada sesuatu yang tidak beres dari Jeanne dan Tuan Johannes. Namun saat pertama kali Jeanne pindah, memang tidak ada hubungan istimewa di antara suaminya dan Jeanne. Hanya saja, Tuan Johannes dan Jeanne sepakat untuk tidak membicarakan pertemuan mereka sebelumnya dan menyembunyikan identitas Jeanne sebagai orang yang mengenal Tuan Johannes di belakang. Sejujurnya, hal itu sebenarnya sudah salah. Jika memang tidak ada niat tersembunyi dari Tuan Johannes dan Jeanne, perkenalan mereka tidak seharusnya disembunyikan. Sejak Jeanne pindah ke desa, ada kemajuan pesat di sektor perkebunan. Dana yang didapatkan dari pabrik teh di Lumajang, dialokasikan untuk pembelian pestisida, pupuk, dan juga beberapa truk untuk memudahkan pengiriman. Selain itu, pelatihan mengemudi juga diberikan kepada warga desa, guna memberdayakan warga lokal semaksimal mungkin. Tuan Johannes pun turun langsung ke lapangan, demi memastikan semuanya berjalan lancar. Para warga dan ketua RT pun berterima kasih kepada Jeanne, karena berkatnya, kondisi desa semakin maju. Kesibukan membuat Tuan Johannes dan Jeanne justru semakin dekat satu sama lain. Aktivitas di luar rumah yang padat, membuat Tuan Johannes lebih sering bertemu dengan Jeanne daripada istrinya sendiri yang hanya menjadi ibu rumah tangga. Hingga akhirnya …

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD