“Mas aja deh kayak pertama kali kamu manggil aku sebelum kita pacaran,” Amanda tertawa kecil. “Kenapa sayang? Nggak mau?” Amanda menggelengkan kepalanya.
“Gapapa, jadi lucu aja gitu. Udah nggak pernah lagi terus panggil kamu kayak gitu lagi, jadi aneh kayaknya deh.” Arven menganggukkan kepalanya setuju.
“Yaudah nanti aja, kalau kita udah nikah nggak usah sekarang. Pelan-pelan, belajar lagi aja. Gapapa, jangan di paksa.” Amanda menganggukkan kepalanya paham.
“Gimana tadi sama Rayhan? Jadi ikut besok?” Arven menganggukkan kepalanya mengiyakan.
“Gila itu emang anak, dia bener-bener tergila-gila sama masakan kamu.” Arven akhirnya bercerita tentang apa yang terjadi dengannya dan Rayhan di kantor.
Pada malam itu keduanya bercerita banyak hal tentang aktivitas mereka masing-masing. Tak lupa juga mereka tadi membahas mengenai keuangan mereka untuk persiapan pernikahan. Keduanya jelas terbuka tentang hal sensitive itu, bagaimanapun mereka akan menjadi sepasang suami istri harus terbuka soal keuangan agar sama-sama tahu mengaturnya bagaimana. Amanda yang memang ahli di bidang keuangan sangat detail dan tahu mengatur keuangan dengan baik.
Sehingga Arven tenang mempercayakan mengenai keuangannya dengan Amanda. Ia tidak takut kalau Amanda akan teledor dan memakai ke hal yang salah karena ia sangat percaya pada Amanda. Karena wanita itu tahu mengarahkan uang yang dia pegang kemana. Amanda hemat dan pintar mengurus keuangan. Maka itu Arven bersyukur bisa mendapatkan Amanda, karena wanita itu jelas paket komplit yang sulit di temukan di wanita lain. Belum tentu semua itu ada di perempuan lain juga.
Setelah puas menghabiskan waktu bersama dan bercerita banyak hal akhirnya Arven mengantar Amanda untuk pulang. Kalau sudah berdua, keduanya seakan lupa dengan waktu. Keinginan untuk selalu bersama sangat besar, namun keadaan membuat mereka tidak bisa melakukan hal itu. Mungkin nanti ketika mereka sudah di persatukan, keduanya tidak aakn dipisahkan seperti ini lagi.
“Kamu hati-hati pulangnya, jangan lupa besok kita berangkat. Naik mobil kamu atau Galen? Aku lupa deh.”
“Terserah aja, mobil Galen juga boleh biar barang kita pada muat. Satu mobil aja deh biar hemat bensin jugakan.” Tawa Amanda pecah.
“Yaudah itu juga bisa, yaudah aku tunggu besok. Jangan sampai telat okay? Hati-hati.”
“Iya sayang.” Sebelum Amanda turun pria itu itu mencium kening Amanda terlebih dahulu, setelah itu barulah Amanda turun. Ia masuk ke dalam dan setelah itu barulah Arven pergi dari sana.
Namun Arven memilih untuk tidak langsung pulang, ia ingin minum sedikit sebelum pulang. Maka itu Arven memutuskan untuk singgah ke salah satu club langganannya. Ia hanya punya waktu untuk minum seperti ini saja, maka itu Arven akan memanfaatkan waktu yang ada semaksimal mungkin. Begitu tiba di tempat tersebut, Arven segera memesan minuman kesukaannya dan mulai menggoyangkan kakinya di tempat duduk tersebut.
Arven tidak berniat untuk turun ke lantai dansa, karena kalau sudah kesana pasti akan lama dan ia harus minum banyak agar enak. Rencananya ia hanya mau minum sedikit saja dan bisa pulang dengan nyaman sampai apartement. Bagaimanapun besok ia harus pergi, maka itu Arven tidak mau kesana. Niatnya ia hanya mau minum dua gelas saja cukup.
“Mas Rico!” Pekik seorang perempuan dan Arven segera menoleh ke sebelah dan benar saja yang memanggilnya dengan sebutan itu hanya satu. Siapa lagi kalau bukan Jessica. “Udah lama?” Tanya Jessica lagi sambil mendekat.
“Wahh kamu ada di sini juga, sama siapa kesini sendiri?” Tanya Arven.
“Enggak Mas, tadi sama temen. Tapi mereka baru aja pulang, aku masih belum mau pulang mau di sini aja. Di rumah juga entar nggak tahu mau ngapain, di sini masih bisa havefun kan. Mas Rico sendirian aja?” Arven menganggukkan kepalanya.
“Iya mampir bentar, mau minum sedikit aja sebelum pulang.”
“Kalau tahu Mas Rico ke sini, kita bareng aja tadi.”
“Nggak bisa kalau bareng, tadi saya emang mau pulang ke rumah. Ini kesini hanya sebentar aja.” Jessica menganggukkan kepalanya paham dan ikut memesan minuman lagi dan duduk di sebalah Arven.
“Aku temenin ya Mas? Gapapakan?” Arven menganggukkan kepalanya.
“Boleh,” Arven baru sadar dengan pakaian Jessica yang sangat menggoda itu.
Menggunakan rok mini yang hanya menutupi sampai bokongnya saja, mungkin kalau Jessica menungging ia akan melihat b****g indah milik wanita itu. Belum lagi Jessica hanya menggunakan semacam kemben dan hanya bisa menampung setengah saja bukit kembar milik wanita itu. Jessica menurutnya terlalu sexy dan berani berpakaian seperti itu. Padahal ia masih sangat muda.
Arven akui kalau Jessica memang mempunyai bentuk badan yang bagus yang akan di sukai banyak pria. Bukit kembar yang besar, b****g yang juga besar mampu membuat para pria ingin menyentuhnya dan merasakannya. Termasuk Arven yang juga penasaran, pria itu menggelengkan kepalanya karena pemikirannya itu sampai tidak sadar bahwa ia sudah memesan lebih dari dua gelas.
“Lain kali kalau Mas Rico mau ke sini ajak-ajak aku dong, jangan sendirian. Mas Rico lagian juga udah janjikan mau nemenin aku ke sini.”
“Iya nanti lain kali di ajak, kamu nggak punya pacar? Bawa pacar kamu ke sinilah.” Jessica tertawa lalu menggelengkan kepalanya.
“Aku nggak punya pacar Mas, kan lagian aku sukanya sama Mas Rico.” Arven yang mendengar itu hanya tertawa saja. “Aku suka sama pria yang dewasa kayak Mas Rico gitu, udah gitu Mas Rico orangnya baik jadi aku suka.”
“Yaampun, bisa aja kamu. Lagian kamu bisa dapatin cowok yang lebih dari saya, kamu juga masih muda. Mungkin yang sebaya sama kamu itu masih banyak banget. Jangan yang udah terlalu tua kayak saya, kamu cantik juga pasti banyaklah yang mau sama kamu.” Jessica tertawa.
“Malah aku suka sama yang tua Mas, nggak suka sama yang sebaya. Aku jujur sukanya kayak Mas Rico kayak gini. Kenapa harus cari yang sebaya kalau ada yang lebih menggoda yang dewasa iya nggak?” Jessica sudah semakin berani menggoda Arven dengan mengelus paha Arven. Dengan sedekat ini membuat Arven semakin bisa melihat bukit kembar milik wanita itu.
“Yang lebih kayak saya juga masih banyak, lebih tampan, lebih kaya, lebih semuanya deh di bandingkan saya. Pasti mereka pada suka juga sama kamu, emang kamu suka pakaian terbuka kayak gini ya?” Jessica menganggukkan kepalanya dengan cepat. Jessica menarik tangan Arven menggenggamnya sejenak lalu di letakkan di atas pahanya. Arven bisa merasakan halusnya paha putih mulus itu.
“Mas Rico seneng nggak ngelihat aku kayak gini? Aku ngerasa bebas aja kayak gini, aku bisa jadi diri aku sendiri. Aku suka jadi bahan perhatian oang-orang, lagipula aku bersyukur di kasih seperti ini dan aku mau orang juga bisa menikmatinya. Banyak orang yang nggak bisa eksplore karena takut pemikiran orang, karena takut orang akan judge mereka. Selagi kita bisa bahagia dan bisa jadi sendiri kenapa enggak, iyakan Mas? Aku nyaman dengan kayak gini, kalau mereka nggak suka pasti karena mereka ngirikan? Menurut Mas Rico gimana?” Arven tertawa.
“Ya itu terserah kamu aja ya gimana, mana yang buat kamu nyaman aja sih. Saya sebagai pria pastinya suka, bisa cuci mata jugakan.” Kata Arven sambil tertawa, alcohol sudah menguasainya sehingga ia tidak lagi bisa mengontrol pikirannya. Bahkan Arven terus saja memesan minuman tanpa ia sadar, ia lupa kalau ia hanya ingin minum beberapa gelas saja. Karena keasyikan bicara sama Jessica.
“Tapi serius kamu cantik dan sexy, pasti banyak yang mau sama kamu dengan kamu kayak gini. Kalau kamu senang dengan begini dan buat kamu percaya diri ya silahkan, lagian kamu juga nggak peduli apa kata orang. Tapi harus terima resikonya juga orang bakalan bilang kamu apa dan kalau ada yang deketin kamu karena itu ya harus terima. Tapi kalau saya punya pacar, jelas saya nggak kasih untuk dia seterbuka ini.” Hal itu jelas adanya, walaupun ia suka dengan Amanda yang hanya memakai kaos atau tanktop saja serta celana pendek saat bersamanya, ia hanya mengizinkan Amanda untuk seperti itu padanya.
Saat mereka sedang keluar sudah pasti Arven tidak suka dengan pakaian Amanda yang terbuka. Ia tidak mau Amanda di lihat oleh pria lain, cukup dirinya saja yang bisa melihat Amanda dengan bebas. Ia seperti itu karena sayang pada Amanda, sehingga Arven mau menjaga wanita yang ia cintai. Senakalnya Arven jelas ia mau sang tunangan tidak melakukan hal itu. Walaupun sebagai pria Arven jelas suka melihat wanita terbuka seperti itu, hanya suka dengan pandangan mata saja tidak lebih.
“Tapi benerenkan? Mas Rico sukakan lihat aku yang kayak gini?” Arven tertawa dan menganggukkan kepalanya, Jessica senang karena Arven suka melihatnya. Padahal Arven mengatakan itu siapa yang tak suka melihat wanita sexy ada di depan matanya seperti ini? Sudah pasti ia suka, apalagi Jessica yang tidak masalah memamerkan di depannya.
Keduanya semakin sibuk berbicara banyak hal sampai yang paling dalam. Jessica terus saja menggoda Arven dan keduanya juga terlibat pembicaraan dewasa. Sampai Jessica tanya, Arven suka di bagian perempuan di mananya dan banyak hal. Pembicaraan mereka sudah tidak terkontrol lagi, tebih tepatnya Arven sudah mabuk sedangkan Jessica masih saja sadar. Sampai Jessica mencuri ciuman di pipi Arven saja pria itu masih saja tidak sadar dan malah tertawa.
Keadaan Arven sudah kacau, Jessica juga akhirnya mengambil kesempatan disitu semakin mendekatkan dirinya pada Arven. Menyentuh bidang pria itu dan mengelus paha dalam Arven. Begitu juga tangan Arven di arahkan oleh Jessica untuk menyentuh hal yang paling sensitive dalam tubuhnya membuat Arven tertawa. Jessica senang akhirnya bisa sedekat dan seintim itu pada Arven, melihat pria itu tertawa membuatnya senang.
Sampai akhirnya Jessica membawa Arven untuk pulang ke apartementnya karena pria itu sudah sangat mabuk dan hampir saja tertidur di club. Mau membawa pulang ke apartement pria itu, Jessica tidak tahu dimana apartement pria itu. Maka satu-satunya jalan hanya apartementnya saja, dengan mengendarai mobil Arven keduanya tiba di apartement Jessica. Arven masih saja meracau dan Jessica tersenyum senang saat melihat Arven yang tertidur itu. Jessica naik ke atas ranjang dan berada di atas pria itu dan mulai membuka kaos pria itu sampai akhirnya d**a pria itu terekspos. Jessica memegang d**a bidang milik pria itu sambil tersenyum penuh arti.
*****
Arven membuka matanya saat silau dari matahari mengganggunya. Pria itu mengucek matanya guna melihat sekeliling. Dengan tiba-tiba Arven langsung bangkit untuk duduk karena ia melihat sekeliling yang asing baginya. Ini bukan apartementnya, Arven langsung saja sadar bahwa ia tidak menggunakan bajunya dan kaosnya tergeletak di lantai. Namun Arven masih memakai celana, Arven langsung saja mengambil bajunya itu dan memakaikannya kembali. Arven kaget dengan keberadaannya saat ini.
Akhirnya Arven memilih keluar kamar dan ia merasa tidak asing dengan tempatnya. Sampai akhirnya ia mendengar ada seseorang yang sedang berada di dapur. Ia berjalan kearah dapur dan melihat ada seorang perempuan sedang membelakanginya hanya menggunakan pakaian dalam saja. Ini gila menurutnya, pakaian dalam senada berwarna merah itu sungguh menggoda di pagi hari seperti ini.
Wanita tersebut hanya memakai g-string sehingga hanya menutupi belahan yang ada di belakang dan mempertontonkan b****g indah tersebut. Arven mengucek matanya guna memastikan penglihatannya dan benar saja ia tak salah dengan apa yang dilihatnya saat ini. Badan Arven merasa panas seketika dan ada sesuatu yang mendesak, langkah kaki Arven ingin mendekat namun sebelum hal itu terjadi perempuan tersebut berbalik dan Arven kaget bahwa ternyata perempuan tersebut Jessica.
“Jessica.” Pekik Arven kaget.
“Pagi Mas, udah bangun ternyata. Mau kopi? Biar aku buatin.” Tawar Jessica membuat Arven menganggukkan kepalanya.
Pria itu memilih duduk di kursi makan sambil memperhatikan Jessica dari belakang yang jelas menggoda itu. Bagaimana bisa Jessica berpakaian seperti itu saat ada orang lain di dalam apartement? Ia seorang pria, sudah pasti merasakan aneh dengan Jessica yang seperti ini. Tapi melihat Jessica seperti ini membuat Arven semakin tahu apa yang tersembunyi selama ini di balik kemeja kerja wanita itu.
Baginya tubuh Jessica benar sempurna, ia tidak tahu bagaimana tubuh Amanda karena wanita itu tidak pernah sampai seperti ini di hadapannya. Ketika mereka berenang, Amanda masih saja berpakaian yang sewajarnya selama ini. Amanda juga tidak segila Jessica yang sangat berani seperti ini di depannya. Sibuk dengan pikirannya sendiri, sampai tidak sadar bahwa Jessica sudah duduk di hadapannya dengan membawa segelas kopi.
“Ini Mas kopinya, mudah-mudahan suka.” Arven menerimanya lalu meniup sejenak dan mencicipi kopi tersebut. “Gimana Mas, udah hilangkan mabuknya?” Tanya Jessica dengan tersenyum. Arven takut melihat kearah Jessica, takut ia tak bisa menahan diri. Bagaimana bisa Jessica hanya memakai bra dan celana dalam saja saat ini di depannya.
“Kenapa saya bisa ada di sini?” Tanya Arven membuat Jessica tertawa kecil.
“Mas Rico tadi malam terlalu banyak minum, mabuk akhirnya aku bawa pulang deh. Aku nggak tahu di mana apartement Mas Rico, jadinya pilihannya hanya ini. Untung aku belum mabuk tadi malam, masih sadar jadi bisa bawa mobil Mas Rico deh. Kita keasyikan ngobrolnya jadi nggak sadar kalau udah minum banyak.”
“Jes,” Panggil Arven tiba-tiba.
“Iya Mas?” Pandangan keduanya bertemu, Jessica dengan tersenyum.
“Saya nggak ingat apa yang terjadi tadi malam. Kita nggak ada melakukan hal yang nggak seharusnyakan? Saya bangun di kamar kamu, kita nggak melakukan itukan?” Jessica mengulum bibirnya.
“Melakukan apa Mas?” Tanya Jessica pura-pura tidak mengerti, padahal sebenernya dia mengerti.
“Melakukan itu, pasti kamu paham.” Arven tidak berani mengatakan secara terus terang.
“Aku beneren nggak paham sama apa yang Mas Rico bilang, emang ngelakuin apa?”
“Bercinta?” Tanya Arven dengan takut-takut, Jessica tersenyum penuh arti sambil meminum kopinya sedikit.
“Menurut Mas Rico gimana?” Tanya Jessica balik membuat Arven menghela napasnya panjang.
“Saya nggak tahu makanya saya nanya, kalau saya ingat saya nggak akan bertanya.” Jawab Rico kesal membuat Jessica akhirnya tertawa.
“Kita nggak ngelakuin apa-apa Mas, murni hanya tidur aja kok beneren deh.” Jawab Jessica masih dengan tertawa.
“Benerenkan?” Tanya Arven memastikan lagi dan Jessica menganggukkan kepalanya.
“Bener Mas, tadi malam itu Mas Arven mabuk banget. Bajunya juga basah, jadi aku bukain deh. Kita bener-bener tidur kok nggak ngelakuin lebih, tapi karena berhubung cuma ada satu kamar kita tidur di kamar yang sama dan di ranjang yang sama gapapakan Mas?” Arven menghela napas dengan lega, karena ternyata ia tidak melakukan hal yang gila tadi malam. Arven takut kalau ia tidak bisa mengontrol dirinya tadi malam dan akhrinya melakukan hal gila dengan Jessica. Ia takut kalau tidak bisa berakal sehat dan mengikuti hawa nafsu untuk menyerang Jessica. “Mas Rico takut banget kayaknya ya?”
“Saya takut aja melakukan hal gila ketika nggak sadar, saya kadang kalau mabuk emang suka aneh aja gitu.” Bohong Arven membuat Jessica tertawa.
“Kalau seandainya Mas Rico nyerang saya tadi malam gapapa juga, aku ikhlas kalau orangnya Mas Rico. Sampai melakukan hal gila juga aku nggak masalah kok Mas.” Goda Jessica membuat Arven terdiam. Wanita itu bangkit berdiri lalu mendekati Arven dan berdiri di samping wanita itu. “Makasih banyak ya Mas, tadi malam udah banyak ngobrol dan ngabisin waktu sama aku.” Ucap Jessica tulus sambil mengelus bahu pria itu. Arven melihat Jessica semakin dekat ini membuatnya menahan napas. Arven akui Jessica memang sangat enak untuk di ajak mgobrol, wanita itu juga punya pemikiran yang luas dan nyambung. Jessica juga orang yang sangat friendly, terbuka dan sangat jujur. Tak ada yang di tutupi oleh wanita itu membuat Arven merasa bahwa Jessica memang orang yang asyik.
“Iya sama-sama.” Balas Arven seadanya. Jessica menundukkan kepalanya dan semakin mendekati Arven, kini bukit kembar wanita itu berada di depan wajah Arven. Jessica tersenyum penuh arti dan mendekatkan wajahnya ke telinga Arven.
“Aku mau kita ngobrol lagi kayak tadi malam.” Perkataan Jessica itu terdengar sangat sensual di telinga Arven. Jessica sengaja menggoda pria itu, bahkan tangan Jessica sudah berada di belakang kepala Arven meremas rambut pria itu. Tadi malam Jessica memang sudah mengambil kesempatan dalam kesempitan pada Arven ketika pria itu mabuk. Jessica bersyukur karena Arven tidak ingat akan apa yang dilakukannya tadi malam.
“Jes ka—“
“Mas handphone kamu dari tadi bunyi nih,” Jessica mengambil handphonenya yang ada di atas meja namun masih berdering. “Mas Rayhan yang telepon tadi aku lihat.” Seketika Arven bangkit berdiri dan mengambil handphonenya dengan kasar dari tangan Jessica.
“Gila! Bener-bener gila! Saya harus pulang, makasih ya atas kopinya. Saya pergi,” Arven dengan cepat mengambil dompet dan kunci mobilnya yang memang ada di atas meja.
Memakai sepatunya dengan terburu-buru sambil jalan keluar dari apartement Jessica. Wanita itu melihat Arven dengan keadaan bingung, karena telepon langsung pergi begitu saja. Namun ia tak mau ambil pusing, karena ia suka dengan kebersamaannya dengan Arven dimulai dari tadi malam sampai pagi ini. Sedangkan Arven sudah kelabakan di dalam mobil menerima telepon dari Rayhan.
“Hallo, lo di mana sih? Lo gila ya? Ini udah jam berapa? Lo lupa mau kemana pagi ini? Dari tadi Amanda udah ngehubungi lo dari tadi. Kita udah pada kumpul di rumah Amanda dari tadi nungguin lo. Kenapa nggak bisa dihubungi sih, Amanda udah bête banget nih marah karena lo. Ini gara-gara lo jadinya rencana liburan jadi berantakan gara-gara lo.”
“Sorry gue baru bangun, bentar ya. Satu jam lagi gue sampai di sana, tunggu bentar. Please bujukin Amanda, gue minta maaf sama yang lainnya juga. Please ini nggak lo speakerkan? Lo harus bantuin gue kali ini, gue bego banget asli. Gue minum tadi malam, makanya telat bangun. Gue mabuk bro, lo harus bilang kalau kita minum tadi malam berdua okay? Biar Amanda bisa percaya sama gue, kali ini tolonglah bantuin gue. Jarangkan gue minta tolong sama lo.”
“Gila lo ya? Seriusan mabuk? Lo minum sama siapa?” Rayhan sudah menjauh dari yang lainnya ketika bicara sama Arven.
“Gue sendiri kok.” Bohong Arven. “Tapi gue tahu kalau gue nggak minum sama lo dia nggak percaya. Dia pikir gue punya alasan yang lain, padahal bener gue baru bangun karena mabuk. Please ya tadi malam gue nggak bilang sama dia juga karena pergi ke bar, itu aja gue bakalan kena masalah. Bantuin guelah, biar gue nggak sampai kena masalah. Pleaselah Ray, bantuin gue ya?”
“Yaudah buruan deh lo ke sini dulu, entar aja gue pikirin lagi. Setidaknya lo kesini aja dulu, ini lo udah telat banget. Temen-temennya Amanda juga udah kesel banget karena lo telat kayak gini. Asli gue takut banget ngelihat Amanda, dia kesal banget sama lo. Harus ekstra banget deh nanti lo ngebujuk Amanda. Temen-temennya udah ngebujuk ini dari tadi, lo gila sih emang.”
“Udah di angkat sama Arven?” Tanya Galen pada Rayhan.
“Udah ini udah gue suruh datang.”
“Suruh buruan datang deh, Amanda udah kesel banget sekarang.” Kata Galen yang dapat di dengar oleh Arven.
“Gausah datang sekalian! Suka banget sih ngasih harapan palsu kayak gini! Kalau nggak mau jalan nggak usah janjiin apa-apa dong!” Teriak Amanda dengan keras, wanita itu sengaja berteriak agar Arven bisa mendengarnya kalau ia benaran marah kali ini. Karena ia juga mendengar bahwa Arven sudah mengangkat telepon.
“Oke tungguin gue, satu jam lagi gue pastiin sampai di situ. Gue bener-bener minta maaf ya, bye.” Setelah mengatakan itu Arven mematikan teleponnya dan mengemudi dengan sangat cepat.
Ia tidak tahu kecepatan berapa, sesampai di aaprtement ia langsung mandi dengan cepat da nasal. Memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam tas dan setelah itu langsung saja pergi. Ia bahkan tidak membawa peralatan mandi, charger dan yang lainnya. Sudah tidak kepikiran sama sekali, setelah itu ia langsung menuju ke rumah Amanda dengan kecepatan yang tinggi juga. Gimana ceritanya ia harus sampai dalam waktu satu jam ke rumah Amanda. Tapi akhirnya ia tiba lebih dari satu jam dari waktu yang dijanjikan karena jalanan yang cukup padat membuatnya harus telat.