bc

BANASPATI

book_age16+
126
FOLLOW
1K
READ
student
tragedy
mystery
genius
supernatural
horror
like
intro-logo
Blurb

Tak ada yang lebih menakutkan dari hati seorang manusia penuh dengan angkara murka dan iri dengki, semua cara akan dilakukan agar rasa dendamnya dapat terbalaskan. Mereka nyatanya lebih berbahya daripada s***n jenis mana pun, bahan gelap mata dan mencari segala cara agar bisa menyingkirkan halangan tersebut. Seperti halnya Rino, dia mengirim Banaspati untuk kakaknya sendiri -Soma- yang memiliki bisnis lebih sukses daripada miliknya. Ia menginginkan bisnis yang dimiliki kakaknya bangkut dan membuat perekonomian Soma sekeluarga akan memburuk meskipun masih ada Banyu -anak sulung Soma- yang terus berusaha membuat keluarganya bangkit kembali, apakah niat Rino dapat berjalan dengan mulus?

Tetep eling lan waspada! Wong golek pepadhang kuwi biasane akeh sing ngalangi! – Mbah Kadiran

chap-preview
Free preview
GENI 1 - PULANG
“Bagaimana keadaan bapak, Mak?” tanyaku setiba di rumah sakit, air mata mamak belum kering dipelupuk matanya. Mamak dan Sekar, adikku, duduk dengan saling memeluk sama lain, melihat kedatanganku mereka lalu berhamburan memelukku. Kami bertiga saling berpelukan dan menangis dalam diam, dapat ku pastikan jika keadaan bapak tidak baik-baik saja. “Mas Banyu, bapak koma. Bapak kenapa, Mas?” lirih mamakku dengan air mata yang sudah tak dapat dibendung lagi. Bapak belum sadarkan diri sejak dilarikan ke rumah sakit tadi pagi dan sudah mendapatkan dua rumah sakit yang angkat tangan melihat kondisi bapak. Namun, di rumah sakit ini pun dokter belum memberitau penyakit yang diderita oleh bapak. Dokter masih melakukan obervasi dan belum memberikan penanganan lebih lanjut, kami hanya bisa berdoa semoga Tuhan Yang Maha Kuasa segera mencabut penyakit yang diderita bapak. “Sebenarnya apa yang terjadi sama bapak, Mak, kok bisa sampai koma? Apa yang dilakukan bapak tadi pagi?” tanyaku dengan mendudukkan mamak dan Sekar. Mamak menghela napas panjang lalu menggenggam tanganku dengan mata yang berkaca-kaca. “Mamak tidak tau kejadian yang pastinya, Mas, tiba-tiba bapak teriak dari dalam kamar setelah mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat subuh. Sekar lari masuk ke kamar tapi tubuh bapak sudah melemas tidak sadarkan diri, Mas, pagi itu juga kita bawa ke Rumah Sakit Cendana tapi setelah diperiksa mereka merujuk bapak ke rumah sakit di kota. Setelah diperiksa mereka angkat tangan, akhirnya mamak memutuskan membawa bapak ke rumah sakit ini. Tapi sampai sekarang belum ada perubahan, Mas.” “Tapi, Mas, sebelum bapak teriak itu aku sempat dengar suara ledakan gede banget di atap rumah tuh. Setelahnya bapak langsung teriak,” imbuh Sekar yang duduk di samping kiriku. Aku semakin dibuat penasaran dengan apa yang telah terjadi dengan keluargaku, menurutku ini sangat janggal sekali mengingat bapak adalah orang yang peduli dengan kesehatan. Memang semua ini adalah kehendak dari Sang Illahi namun tidak mungkin dari teriak saja bisa membuat seseorang koma, tekadku bulat untuk mencari semua akar permasalahan yang sedang terjadi. Besok paginya aku memutuskan untuk pulang ke rumah karena beberapa bagian tubuhku terasa nyeri sekali, aku juga ingin memastikan keadaan rumahku. Penglihatanku memang tak bisa menembus sampai ke alam lain tetapi aku bisa merasakan kehadiran mereka di sekitarku. Kakiku menapaki jengkal demi jengkal halaman rumahku, hawa dingin menyapa terasa seperti menusuk pori-pori. Pohon manga yang bisa kami gunakan untuk melepas keluh kesah bersama kini berganti aura mencekam layaknya sudah lama tidak terpakai, padahal baru satu hari kemarin tak tersentuh tangan mamakku. Semakin ke dalam rumah udara semakin terasa panas, aku merasakan seperti melintasi dua dunia yang berbeda. Foto keluarga besar yang terpajang di ruang tamu seperti menarikku untuk mendekatinya, sekilas penglihatanku melihat jika salah satu dari foto tersebut bergerak. Tepat aku di depan piguran besar tersebut, aku melihat jika foto bapak benar-benar hidup. Kelopak matanya bisa berkedip, bahkan bisa melihatku dan tersenyum. Namun, lama-kelamaan foto tersebut berusah menjadi wajah yang menyeramkan, bibir itu melebar sampai telinga dan matanya melotot sampai kedua bola mata tersebut loncat keluar. Tubuhku terasa kaku dan tidak bisa digerakan sama sekali. Semakin lama wajah itu mulai mendekatiku, tubuhku yang sangat ketakutan itu hanya bisa merapalkan doa dan memejamkan mata. Aku merasakan bahuku ditepuk dengan bisikan rendah memanggil namaku, perlahan suara itu semakin keras dan dekat di telingaku. Dan tepukan terakhir kali aku mulai kembali ke alam sadar dan pelan-pelan mulai membuka mataku. Foto di depanku sudah kembali ke semula dan seperti tidak terjadi sesuatu. Aku mulai menolehkan kepalaku dan terkejut melihat Pak Slamet tetangga rumahku menatapku seperti orang kebingungan. “Kamu tadi kenapa, Mas? Kok nggak nyahut saya panggil? Gimana keadaan bapakmu?” tanyanya dengan wajah khawatir. Aku mengatur napasku lalu mengajaknya duduk terlebih dahulu. “Bapak masih koma, Pak,” jawabku singkat. Pak Slamet menghela napas lalu memegang bahuku kembali. “Hati-hati, Mas Banyu, kalau mau masuk permisi dulu atau ucapkan salam nggeh? Di rumah ini sudah tidak seperti dulu lagi, Mas, ada yang pengen masuk ke rumah ini dan tabrakan sama penunggunya. Pak Soma itu terkena sesuatu yang baru datang, Mas, coba panjenengan cari Mbah Kadiran asli Wawaran. Beliau mungkin bisa bantu buat cari jalan keluar dari masalah ini.” “Bapak itu terkena guna-guna ya, Pak?” tanyaku hati-hati. Aku takut membangunkan sesuatu yang tengah tertidur pulas di rumah ini. “Saya ndak bisa jawab kalau masalah itu, Mas Banyu. Tapi yang jelas kemarin subuh sebelum Pak Soma dilarikan ke rumah sakit, saya dan istri melihat bola api besar banget jatuh di rumah ini. Kami tidak bisa menyimpulkan kalau itu guna-guna, Mas, tapi alangkah lebih baiknya Mas Banyu cari orang yang lebih pintar dalam masalah seperti ini saja untuk lebih jelasnya dan juga untuk pengambilan langkah selanjutnya. *** “Kamu pulang ya, Mas Banyu, bapak tiba-tiba sakit. Dua rumah sakit angkat tangan sama keadaan bapak, Mas.” Tubuhku mematung mendengarkan ucapan ibu diseberang sana, aku melirik sekilas jam tangan yang melingkar dipergelangan tanganku. Jam sembilan. Aku menghembuskan napas panjang lalu berjalan kembali ke arah parkiran. “Iya, Mak, nanti malam Banyu sampai di rumah ya. Mamak tenang dulu ya, jangan panik. Banyu tutup telponnya ya, Mak,” ucapku dengan menyaku kembali ponsel tersebut. Hari ini aku masih ada kelas jam setengah sepuluh sebenarnya, namun mendengar suara mamak yang begitu ketakutan aku tak tega harus menunda sampai selesai kelas nanti. Aku putuskan untuk izin saja hari ini dan kembali pulang ke rumahku di Pacitan. Aku melihat teman satu kelasku yang baru saja parkir tak jauh dari motorku, mereka menatapku dengan tersenyum kecil lalu menghampiri mungkin melihat gelagatku yang sedikit aneh. “Mau kemana, Nyu? Kok keliatan buru-buru banget, bukannya masih ada kelas ya jam setengah sepuluh.” “Aku mau balik ke Pacitan, Ngger, bapakku tiba-tiba sakit. Tolong nanti titip absen ya,” jawabku dengan memaki helm. Laki-laki ini adalah salah satu teman yang paling dekat denganku, namanya Angger, dia asli Ponorogo. Angger terkejut mendengar jawabanku lalu tangannya memegang lenganku untuk memastikan, aku menghela napas dan menganggukkan kepala sebagai tanda menyakinkan dirinya. “Kamu yakin, Nyu? Pacitan jauh loh, Nyu, apa besok aja sama aku sekalian?” “Nggak bisa, Ngger, aku harus pulang sekarang kasihan mamakku jaga bapak sendirian. Pokoknya kalau ada tugas atau apa-apa, langsung kabari ya. Aku pamit pulang dulu, Ngger,” ucapku lalu menggeber motor meninggalkan parkiran kampus. Bisa dibilang aku ini adalah sandaran mamak saat beliau banyak masalah, aku paling dekat dengan mamak daripada bapak. Apa pun masalahnya mamak pasti cerita denganku, beliau tak bisa jika memendam masalah sendirian. Dalam hal genting seperti ini pun mamak selalu meminta aku untuk balik ke rumah dan kali ini terhitung sudah menjadi yang ke sepuluh kalinya aku disuruh pulang oleh mamak. Tapi untuk hari ini aku merasakan jika keadaan di rumah sangatlah gawat, suara mamak seperti menahan tangis dan seperti sedang ketakutan. Anak yang mana tega melihat mamaknya sendiri sedang menghadapi masalah sendirian, aku sendiri sangat tak tega sekali jika melihat mamakku sedang berada dalam kesusahan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU

read
4.4K
bc

Marriage Aggreement

read
83.6K
bc

Scandal Para Ipar

read
700.3K
bc

Menantu Dewa Naga

read
179.8K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
864.7K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
632.7K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook