Bab 5. Alvin Sakit

1549 Words
Melvin tersenyum setelah melakukan penandatangan kontrak dengan Mr.Choi, dia akhirnya bisa menyelesaikannya, pikirannya teralihkan setelah melihat Azura bersama dengan Alvin pagi tadi. Melvin iri dengan anaknya yang bisa dipeluk oleh Azura dengan begitu eratnya. “Ada apa? Kenapa selalu melihat ponsel?” tanya Mr. Choi pada Melvin dalam bahasa inggris. “Alvin sakit, kasihan Azura hanya sendiri merawatnya.” Melvin memperlihatkan foto Azura dan Melvin yang sedang tertidur pagi tadi. Mr. Choi memuji Azura, sejak pertemuan mereka pasangan ini sangat menyukai Azura, wanita itu memiliki semangat dan tanggung jawab yang baik untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Azura bahkan menyelamatkan Mrs. Choi dari kecelakaan, mereka berhutang budi pada Azura dan terus menganggap Azura sebagai bagian keluarganya. “Saya pikir Azura akan ikut, tetapi memang ada hal yang tidak terduga. Saya sudah menyiapkan bingkisan untuknya,” ujar Mrs. Choi. “Terima kasih, jika kalian datang ke sana kami akan menjamu kalian dengan sangat baik untuk membalas budi.” Melvin bahagia mendengar ucapan mereka, mereka tahu bagaimana cara balas budi, bahkan bertahun-tahun berlalu, mereka masih teringat dengan kebaikan hati Azura. Melvin dan Regi pamit karena mereka harus segera menuju bandara, Melvin ingin segera pulang walaupun sampai rumah tetap saja pagi hari. Melvin hanya ingin memanfaatkan kesempatan yang baik untuk lebih dekat dengan Azura. “Kami pamit.” *** “Tante akan pulang jika Alvin tidak patuh.” Azura mengambil tas miliknya untuk menakuti Alvin. Anak itu menahan tangan Azura, dia tidak ingin Azura pergi meninggalkannya. Alvin memang tidak bernafsu makan sekarang, mulutnya terasa pahit dan tidak ingin memakan apapun. Perut Alvin terasa mual tiap kali dia makan. “Kalau tidak mau Tante pulang maka Alvin harus menurut, sekarang makan.” Alvin merentangkan tangannya meminta untuk digendong. Alvin sudah sangat lemas dan membutuhkan bantuan dari Azura. Azura meletakkan tas miliknya dan langsung menggendong Alvin, demam Alvin belum juga turun padahal dokter sudah memeriksanya, Alvin juga sudah minum obat, tetapi masih saja dengan kondisi yang sama. “Bi, jika terus seperti ini, lebih baik kita bawa ke rumah sakit, Alvin juga lemas.” Azura mengatakan itu pada Bibi Esme. Alvin pasrah, dia memeluk Azura dan duduk di pangkuannya sembari menunggu bibi Esme menghangatkan makanan, Bibi Esme setuju dengan saran Azura, setelah menyiapkan makan malam dia berniat untuk merapikan barang milik Alvin untuk jaga-jaga jika sewaktu-waktu Alvin butuh ke rumah sakit malam ini juga. “Perut Melvin sakit?” tanya Azura dan langsung diangguki oleh Alvin. Kale yang sejak tadi menyimak pada akhirnya menyarankan agar Alvin segera di bawa ke rumah sakit agar mendapatkan perawatan yang intensif. Melvin akan marah pada mereka semua jika melihat Alvin mengalami hal yang buruk terkait kesehatannya. “Nyonya, setelah Tuan muda selesai makan lebih baik kita bawa ke rumah sakit setidaknya untuk mengecek kondisinya.” Azura mengangguk, dia kasihan dengan Alvin yang terlihat lemas dan tidak bertenaga seperti sekarang. “Kita ke rumah sakit sekarang,” ujar Azura ketika Alvin kembali muntah setelah menelan makanannya. Bibi Esme semakin cepat menyiapkan barang yang akan mereka bawa, Azura segera menyusul Kale bahkan dia melupakan tas miliknya, dia hanya membawa ponsel yang sudah ada di saku celananya sejak awal. Azura sangat panik karena pertama kali melihat kondisi anak kecil hingga seperti sekarang. “Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Alvin seperti ini?” tanya Azura. Bibi Esme masuk ke dalam mobil dan mereka langsung berangkat, Alvin hanya diam dan memeluk Azura dengan erat. Azura takut jika terjadi hal yang tidak baik pada Alvin, tubuhnya terasa semakin demam bahkan selimut yang menutupi tubuh Alvin terasa hangat sampai pada Azura. “Katakan pada ayahnya, kalau kita ke rumah sakit sekarang.” Azura hanya tidak ingin jika Melvin salah paham karena Azura tidak bisa merawat anak ini dengan baik. Mereka sudah sampai di rumah sakit, Azura menemani Alvin sedangkan Kale sedang mengurus administrasi, Azura mengusap lembut kepala Alvin, dia merasa lebih tenang karena Alvin sudah bisa tidur dengan nyaman. Dia masih kecil, tetapi harus mengalami hal yang tidak menyenangkan seperti itu. “Bagaimana Alvin?” Azura melihat nomor Melvin yang bahkan belum dia simpan, Azura menyimpan nomor itu dan langsung membalas pesannya. Dia mengirimkan foto Alvin yang sedang beristirahat setelah terus mengeluh karena sakit. Melvin meminta Azura menemani Alvin karena dia akan segera pulang, Melvin mengatakan jika pagi nanti dia akan sampai. “Melvin memang seperti itu?” “Itu bagaimana, Nyonya?” tanya Kale yang baru datang. “Dia pergi keluar negeri dengan penerbangan panjang dan langsung pulang, apakah tidak lelah?” tanya Azura. “Tuan sudah terbiasa, tuntutan pekerjaan. Dari dulu sampai sekarang tidak berubah, terlebih ketika Alvin masih kecil, Tuan akan segera pulang setelah semua pekerjaan selesai walaupun harus mengorbankan waktunya di perjalanan yang panjang.” Azura merasa jika menjadi Melvin tidak mudah, banyak hal yang harus dia korbankan untuk mendapatkan semua yang dia miliki. “Kale, apakah memang benar ibu dari Alvin?” tanya Azura. Kale menatap Azura lama, dia tidak menyangka jika Azura menanyakan hal seperti itu kepada dirinya. Kale langsung mengangguk, dirinya menjadi saksi bagaimana hubungan Azura dan Melvin terbentuk, memang semua berawal dari pernikahan kontrak, tetapi Melvin mencintai Azura dan menghapuskan semua kontrak yang ada, jika tidak karena peristiwa masa lalu mungkin sekarang Azura dan Melvin sudah menjalani hidup bahagia bersama. “Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku hanya tidak siap dan selama ini aku selalu tidak percaya jika aku sudah menikah dan memiliki anak. Jika memang dia suamiku kenapa dia tidak datang padaku ketika aku menjalani pengobatan?” tanya Azura. “Nyonya, saya tidak berhak menjawabnya. Tanyakan langsung kepada Tuan, saya tidak ingin ikut campur masalah ini, tetapi untuk pertanyaan Nyonya di awal saya menjamin bahwa hal itu benar adanya. Saya sudah sangat lama ikut Tuan bahkan saya dan Regi juga yang membantu menyiapkan pernikahan,” ujar Kale. Azura menghela nafasnya lelah, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Banyak keraguan dan di dalam hati Azura tidak ada perasaan apapun terhadap Melvin, salah jika dia seperti sekarang? Sejak awal dia tidak melihat keberadaan Melvin dan kini dia tiba-tiba mengaku sebagai suami Azura, bukankah wajar jika Azura tidak akan mempercayainya? “Nyonya, ingin makan malam apa? Saya akan membelikan.” “Saya tidak nafsu makan,” ujar Azura lalu terdiam melihat Alvin yang tertidur lelap. Ponsel Azura berdering, dia lalu mengangkat teleponnya ketika melihat nama Fernandes yang tertera, Azura merasa bersalah karena sudah mengingkari janjinya, dia dan Fernandes berteman sejak dulu karena itulah Azura tidak merasa nyaman jika dia menolak ketika Fernandes menghubunginya. “Aku di rumah sakit,” ujar Azura menjawab pertanyaan Fernandes. “Bukan, bukan aku yang sakit. Aku sedang menemani Alvin.” Azura menegaskan bahwa dia sedang di rumah sakit untuk menemani Alvin. “Tidak perlu Fernan, aku akan pulang besok. Tidak udah datang ke sini,” ujar Azura menolak kedatangan Fernandes. Azura merasa kesal karena Fernandes yang keras kepala ingin menyusul ke rumah sakit, pada akhirnya Azura tidak bisa melarangnya karena lelaki itu memaksa datang. Setelah beberapa waktu Fernandes mengobrol maka dia akan meminta Fernandes pulang, Azura tidak ingin menambah masalah jika Melvin melihat semua hal itu, lelaki arogan yang menyebalkan itu selalu marah tiap kali Azura bersama dengan Fernandes. “Kale aku sudah melarang Fernandes datang, tetapi dia memaksa. Apakah Melvin akan marah?” tanya Azura. “Tuan akan marah, tetapi jika memang dia akan datang ya sudah lebih baik beri batasan waktu, saya juga takut jika tuan akan marah di rumah sakit nantinya.” Azura mengangguk dia juga tidak ingin menambah masalah yang ada. “Baiklah kamu tetap di dalam agar Melvin tidak salah paham, aku hanya tidak ingin membuatnya semakin darah tinggi.” Azura tidak ingin Kale salah paham karena dirinya menjaga perasaan Melvin, Azura hanya tidak ingin Melvin semakin mengekangnya dan tidak memperbolehkannya keluar di saat Azura masih bertanya-tanya mengenai kebenaran yang ada. Azura bisa bertanya kepada orang tuanya, tetapi dia merasa ada yang janggal karena mereka tidak pernah mengatakan permasalahan Melvin dan Alvin, mereka juga dekat dengan Fernandes. Azura merasa bahwa dia harus menyembunyikan masalah yang dia hadapi sebelum menelitinya lebih lanjut lagi. “Bibi boleh pulang dulu Bi, besok pagi bawakan sarapan untuk Alvin, aku tahu semua hal yang di konsumsi oleh Alvin harus berkualitas dengan standar dari keluarga Abraham, Kan?” tanya Azura. “Baik Nyonya, jika ada hal yang di butuhkan hubungi saya saja.” Bibi Esme kembali diantar oleh salah satu pengawal. Azura merasa tidak terbiasa dengan semua yang dia alami, pengawal dan asisten bahkan semua pelayan yang ada di rumah Melvin sangatlah banyak, bagaimana bisa dia menjalani hidup seperti itu di masa lalu? Apakah dulu dia juga tidak nyaman dengan hal semacam kehidupan Kerajaan seperti itu. “Nyonya, tamu anda datang.” Kale menyadarkan Azura dari lamunannya. Fernandes datang membawakan makanan untuk Azura, padahal sejak awal Azura Sudah tidak nafsu makan, tetapi melihat Fernandes yang repot membawanya dia merasa tidak tega jika harus menolak apa yang dia bawa. “Bagaimana kondisi Alvin? Dimana ayahnya? kenapa kamu harus merawatnya, Ra?” tanya Fernandes. “Nanya banyak amat, Alvin sudah membaik dan ayahnya sedang perjalanan pulang.” Azura mengatakan itu pada Fernandes. Azura tidak peduli apa yang kini dipikirkan oleh Fernandes terhadap dirinya, mereka hanya berteman dan Fernandes tidak berhak melarangnya untuk melakukan banyak hal, Azura menjaga Alvin adalah keinginan hatinya, dia kasihan melihat Alvin dalam kondisi yang tidak sehat, sangat berbeda dari biasanya. “Aku akan menemanimu disini.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD