LIKM 02

1512 Words
"Kean. Malam ini menginap di apartemenku saja ya. Aku ingin bercerita banyak tentang Valentina padamu." ucap Sean, di sela makan malam mereka. Keano menatap ke arah sang ayah, yang bahkan tak berucap sapa sedikitpun padanya semenjak ia menginjakkan kakinya di rumah ini. Sedang sang ibu hanya tersenyum serta mengangguk kecil, mengiyakan. Daripada hanya di rumah dan merasa menjadi beban, Keano akhirnya memilih untuk menyetujui kemauan sang kakak. "Baiklah," ucapnya, selepas makan malam itu, Keano bergegas mengambil ponselnya di dalam kamar dan selanjutnya pergi bersama sang kakak ke apartemen. Di sisi lain. Valentina yang memang berkehidupan bebas, setiap malam mendatangi club. Sekedar bersenang-senang, merokok, bahkan bergumul dengan para lelaki hidung belang di sana. "Tambah lagi minumannya!" seru salah satu sahabat gadis tersebut. Sembari menuangkan minuman beralkohol tinggi ke dalam gelas Valentina. Dengan senang hati Valentina meneguk tandas minuman di hadapannya. Hingga pada akhirnya gadis itu mabuk berat. Keano kini tengah menonton TV di apartemen kakaknya. Tiba-tiba saja Sean mengangkat panggilan telphonenya dan berlari kecil ke arah Keano. "Kean!" panggilnya. "Iya, Kak?" toleh Keano ke arah sang kakak. "Aku ada tugas mendadak, apa kau tidak apa-apa berada di dalam apartemen ini sendirian?" tanyanya tak enak hati. Keano mengangguk, sebenarnya tak enak juga tinggal sendirian di tempat besar ini. Tapi mau bagaimana lagi, sudah terlanjur larut malam ingin pulang ke kediamannya. "Iya, Kak. Pergilah, aku tidak apa-apa." Sean pun akhirnya pergi meninggalkan sang adik sendirian di dalam apartemennya. Beberapa menit kemudian. Terdengar bunyi bel pintu. Keano menautkan kedua alisnya, masa iya Sean sudah pulang secepat itu. Lagipula, jika itu Sean, tak mungkin dia menekan bel pintu. Pikir Keano. Keano memberanikan diri untuk membuka pintu bangunan tersebut. Betapa terkejutnya dia, saat mendapati sosok gadis yang begitu familiar di ingatannya. Tengah mabuk berat, tersenyum menggoda ke arahnya. "Valentina?!" kaget Keano. BRUKK!! Tiba-tiba saja gadis itu menubrukkan tubuhnya dipelukan Keano. Seraya menyebutkan nama Sean. "Sean ... aku merindukanmu." racaunya, memeluk erat tubuh pemuda di hadapannya. "Valent, ini aku Keano. Bukan Sean." ucap Keano, berusaha melepaskan pelukan gadis di hadapannya. Namun Valentina semakin mengeratkan pelukannya, mendongakkan wajahnya menatap wajah samar-samar tak jelas di hadapannya. "Kau Sean, kekasihku. Bagaimana kau bisa berbohong padaku, hah?" "Valent, lepaskan! Aku Keano bukan Sean." Keano berusaha membuat gadis itu sadar. Tapi, tidak. Valentina justru semakin berani mengecup bibir Keano. Keano terdiam mematung, gadis yang selama ini hanya bisa ia impikan dalam mimpi, kini sosok itu benar-benar mengecup bibirnya. Rasa manis yang baru saja gadis itu berikan masih terasa jelas di bibir Keano. Keano tersenyum, antara takut dan senang secara bersamaan. "Kau tidak menolak ku? Terima kasih." ucap gadis itu. Keano mengernyitkan keningnya, apa maksud dari gadis ini? Apa selama ini Sean tidak pernah menyentuh kekasihnya?. "Apa Sean tidak pernah mencium mu?" tanya Keano memberanikan diri. Valentina menggeleng brutal. "Sean selalu menolak ku. Dia tidak pernah menyentuhku. Aku tau, kau tidak mencintaiku. Tapi aku sangat mencintaimu. Aku tidak peduli jika kau menolak cintaku. Yang jelas, aku sangat bahagia. Karena sekarang kau mau menyentuhku." parau Valentina, berucap antara sadar dan halu. Keano mencoba mendengarkan ucapan Valentina. Namun tiba-tiba saja gadis itu kembali menyerangnya. Mendorong tubuh Keano hingga terjatuh di atas sofa. "Miliki aku malam ini, Sean!" pinta gadis itu. Keano menelan ludahnya berat, ingin ia menolak. Tapi, tidak dengan tubuhnya yang merasa tertarik dengan permintaan gadis pujaannya. Biarkan malam ini menjadi malam panjang untuk Keano dan Valentina. Gadis yang selama ini ia impikan akhirnya menjadi miliknya seutuhnya. Persetan dengan sang kakak. Akal sehat Keano sudah gelap. Yang ia inginkan hanyalah Valentina. Dengan sigap ia menggendong tubuh gadis tersebut membawanya ke arah kamar sang kakak. Keesokan paginya. Valentina terbangun dari lelapnya. Menatap ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Membuka layar kunci benda tersebut dan membaca beberapa pesan dari sang kekasih. Lovely Sean: "Sayang, malam ini aku ada pertemuan penting. Maaf tidak bisa menemuimu." "Sayang, kenapa tidak membalas pesanku?" "Apa kau sudah tidur?" Begitulah isi pesan dari Sean. Valentina tersenyum, membayangkan wajah sang kekasih. Bagaimana bisa pemuda itu berbohong. Padahal semalam saja mereka menghabiskan waktu bersama. Dan lagi, tangan kekar pemuda itu masih melingkar apik di atas pinggangnya. Dan bahkan hembusan napas hangat pemuda itu masih terasa menyapu tengkuknya. Valentina mengerjabkan bola matanya. Sedikit terdiam, mengingat apa yang semalam dilakukan Sean padanya. Rasanya begitu mustahil, Sean yang selama ini tak pernah menyentuhnya. Semalam begitu berani memilikinya. Apa kejadian semalam hanyalah mimpi?. Valentina mencoba mencubit lengannya. Sakit, artinya ia tak sedang bermimpi. Valentina memejamkan kedua matanya, berusaha mempersiapkan diri membalik badannya, melihat sosok yang tertidur pulas di belakangnya. Betapa terkejutnya dia, saat mendapati wajah tampan seorang pemuda. Yang kini menatap penuh puja ke arahnya. Sayangnya dia bukanlah kekasihnya, melainkan adik dari kekasihnya-Keano. Valentina membolakan kedua bola matanya lebar. "Sialan!!!" teriaknya, menatap nyalang wajah pemuda yang bahkan tetap saja memperhatikan dirinya. Tanpa malu, Valentina memakai pakaiannya di depan Keano. Masa bodoh dengan urat malu. Tadi malam pemuda itu sudah melihat semua titik lekuk tubuhnya bukan?. Keano mendudukkan tubuhnya. Dan saat itu juga ia langsung menerima tamparan keras dari gadis yang kini berdiri di hadapannya. "Beraninya kau menyentuhku!" makinya. Keano hanya diam, menatap sedih pancaran kebencian yang tergambar di wajah gadis tersebut. "Kenapa diam saja, hah?! Dasar lelaki kurang ajar!" Lagi-lagi Valentina menambahkan tamparan di wajah Keano. Keano hanya diam, menerima semua perlakuan buruk dari gadis yang ia cintai itu. Berlahan ia menuruni ranjangnya, hanya berpakaian bokser saja. "Singgahlah sebentar, aku akan membuatkan sarapan untukmu." Seakan abai dengan makian yang diberikan Valentina. Keano memilih berjalan menuju ke arah dapur. "Lelaki gila!!" teriak murka Valentina. Keano sibuk membuat kopi dan sarapan di dapur. Tiba-tiba saja Valentina berdiri di belakangnya. Entah sudah sejak kapan gadis itu ada di sana. "Kau. Jangan berani bicara pada siapapun tentang apa yang terjadi pada kita! Jika sampai kau berani membocorkan rahasia kita. Siap-siap hidupmu akan menderita!" emosi Valentina. Keano hanya mengangguk, bagaimanapun ia akan menuruti kemauan gadis ini. Ia salah, dan ia mengakui hal itu. Meski Valentina sendiri yang awalnya meminta. Tapi dirinya juga tak mau menolak kemauan gadis itu. Valentina pergi meninggalkan apartemen tersebut, perasaannya kacau. Bagaimana bisa ia melakukan hal itu dengan Keano. Walau sebenarnya ia juga tak hanya melakukan hal tersebut dengan Keano saja. Akan tetapi, semalam ia lupa menggunakan pengaman atau tidak?. Hah, Valentina pusing memikirkan hal tersebut. Andai saja ia tak mabuk, semuanya tidak akan terjadi. Keano menatap kepergian gadis tersebut. Ingin rasanya menjelaskan semua perihal kejadian tadi malam pada gadis itu. Ia merasa sangat bersalah. Di sisi lain, ia menyalahkan Valentina yang saat itu mabuk dan menggoda dirinya. Namun di sisi lain ia juga salah, karena telah memanfaatkan ketidak sadaran gadis tersebut. Keano merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia tadi malam menuruti ego tingginya. Jelas-jelas ia tahu jika gadis itu sudah terikat hubungan dengan sang kakak. Tapi ia seolah menepis dan pura-pura tak tahu mengenai hubungan mereka. Keano bertekad menemui Valentina dan meminta maaf padanya. Tak apa jika nanti dia akan mendapat cacian dan tamparan. Selagi itu Valentina yang melakukannya, tak apa. Keano rela menerimanya. "Aku akan meminta maaf padanya," gumamnya, berlanjut memasak sarapan. Ia baru teringat tentang sang kakak. Beruntung sekali kakaknya tidak pulang semalam. Jika sampai dia pulang dan melihat kejadian itu. Tidak terbayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sepertinya Tuhan sudah menakdirkan kejadian malam itu. Beberapa menit kemudian, terdengar suara seseorang membuka pintu apartemen tersebut. "Aku pulang," ucap seseorang yang tak lain adalah Sean. Keano tersentak, bagaikan terkena serangan jantung saat itu juga. Hatinya terasa ngilu, melihat senyuman sang kakak. Rasa bersalah di dalam hatinya kian menderu, bagaimana bisa ia menghianati sang kakak yang sedari dulu sangat menyenangi dirinya. "Kau baru pulang, Kak?" pertanyaan bodoh itu terlafal begitu saja dari bibir pemuda tampan tersebut. Sudah tau sang kakak baru pulang, masih saja bertanya. "Maafkan Kakak, tadi malam tidak bisa pulang. Tugasku baru saja selesai pagi ini." adunya, dengan raut wajah berantakan. Keano menatap lamat wajah kacau sang kakak. Dadanya terasa sesak, di saat sang kakak tengah sibuk dengan tugas praktiknya di rumah sakit. Ia justru bersenang-senang bersama kekasih dari pemuda itu. Keano benar-benar mendefinisikan dirinya sebagai sosok pria b******n yang sesungguhnya. "Maafkan aku," hanya batin yang mampu terucap. Kata-kata itu seolah tak bisa keluar dari mulutnya. Pita suaranya terasa tercekat di tenggorokan. Ia bodoh, pengecut, dan kejam. Karena berani menghianati sang kakak. "Kakak mau ku buatkan sarapan apa?" tanya Keano, mengalihkan pembicaraan. "Apa saja, aku sangat lelah." ucapnya, terfokus pada ponsel di tangan kanannya. "Kenapa Kakak terlihat sedih?" tanya Keano lagi. "Sejak semalam Valentina tidak membalas pesanku. Apa dia marah karena aku melarangnya untuk tidak pergi ke club? Gadis itu sangat sulit di atur." Keano mengambil segelas air dan meneguknya hingga habis, tenggorokannya terasa kering saat mendengar ucapan sang kakak. "Apa Kakak sudah lama mengenal dia?" entah mengapa Keano merasa penasaran dengan hubungan kakaknya tersebut. Sean menarik ujung bibirnya. "Aku tidak mengenal dirinya terlalu jauh. Mama dan papa yang merencanakan semuanya. Kau hanya menuruti kemauan mereka saja." Keano tak habis pikir dengan sang kakak yang ternyata diam-diam mengorbankan perasaanya demi membahagiakan kedua orang tua mereka. "Kakak tidak mencintai Valentina?" Sean menggeleng kecil. "Aku akan mencoba mencintainya, jika rasa itu tetap tidak tumbuh di hatiku. Terpaksa, aku menjalani rumah tangga tanpa kebahagiaan." terbesit luka di dalam kata yang di ucapkan Sean.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD