Rasha mencengkram pundak pria itu erat sampai pria itu meringis dan suaranya menghentak sampai membuat beberapa pengunjung memperhatikan mereka.
“Sekarang!” bentak Rasha membuat Sergy ikut terkejut.
Pria itu melepaskan rangkulan tangannya dari pundak Abi dan wanita itu yang mendengar bentakan itu membuat nyalinya ciut dan matanya berkaca-kaca menahan tangis.
Rasha berlalu meninggalkan dua orang itu dan beralih memesan kopi lalu meninggalkan kedai kopi iu begitu saja meninggalkan dua orang yang masih berdiri di sana dalam mode ketakutan.
Sepeninggalan Rasha, tubuh Abi langsung lemas dan melorot ke lantai begitu saja. Kebetulan Abi bertemu dengan temannya dan membawanya keluar dari kedai itu.
“Abi apa yang terjadi padamu? Apa pria tadi menyakitimu?” tanya temannya panik saat mereka ada di ruang kerjanya.
Abi menggeleng pelan, “Sher, aku tak kenal pria itu, tapi yang membuatku lemas, aku baru saja bertemu dengan Tuan yevara Aleksandr,” ucap Abis terbata membuatnya temannya yang bernama Sherly itu terkejut.
“Maksudmu pewaris Sandr Company anak dari Tuan Zhen Aleksandr?” tanya Sherly seakan tak yakin dengna pendengarannya.
Abi mengangguk.
Sherly langsung histeris membuat Abi yang semula lemas malah bingung dengan tingkah temannya ini.
“Sepertinya kamu mengidolakan tuan muda itu, apa dia istimewa?” tanya Abi polos.
Sherly berdecak kesal mengetahui kepolosan temannya ini dan mencubit pipinya sampai Abi mengaduh.
“Sakit Sher, apa salahku kenapa kamu mencubit pipiku,” protes Abi.
“Semua wanita tergila –gila dan berharap bisa bertemu langsung dengan Tuan Yevara, sekarang kamu malah komentar seakan dia itu biasa saja. Dia itu memang idola seetiap wanita, siapa saja ingin menjadi istrinya tahu,” celetuk Sherly.
Abi memicingan matanya mendengar ucapan temannya itu, dari sisi mana pria itu bisa jadi idola sedangkan auranya dingin dan menyebalkan, meskipun memang tampangnya keren sih, tapi masa karena itu dia jadi idola.
“Coba katakan padaku, gimana kamu bisa ketemu sama dia,” desak Sherly tak sabar membuat Abi menghela napas lelah.
Abi mulai mencertakan awal mulanya dia berinteraksi dengan lelaki dingin itu dan bentakan yang membuatnya lemas sampai temannya itu melongo dan berganti pose menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
“Dia keren sekali, pantas saja banyak wanita yng ingin jadi istrinya,” gumam Sherly membuat Abi makin kesa.
“Keren dari mana, dingin kaya es di kutub selatan. Musim dingin di sini saja tidak sedingin itu,” protes Abi dan temannya itu tertawa bahagia.
Keduanya malh asyik bercanda sampai mereka tak menyadari ada sepasang mata tajam yang mengawasi kegiatan mereka. Lelaki itu berlalu dari sana dan melangkahkan kakinya ringan ke ruang kerjanya kembali.
Digga dan Sergy berdiri memberi hormat begitu tahu bos mereka kembali. Keduanya bingung dengan ekspresi yang ditunjukkan bosnya kali ini membuat keduanya saling pandang memberi kode.
“Apa informasi yang kamu berikan kepadaku kemarin itu valid?” tanya Rasha membuat Sergy bingung.
“Informasi mengenai apa Bos?” tanya Sergy ragu.
Rasha berdecak, “Tentu saja Abisha siapa lagi,” bentaknya membuat Sergy menelan ludahnya.
“Dari data terbaru yang sudah saya kumpulkan bersama tim,” jawab Sergy cepat.
“Lalu kapan prosedurnya bisa dilaksanakan?” tanya Rasha tak sabar.
“Karena ini sifatnya pribadi maka kami mengumpulkan orang-orang tertentu untuk menjaga kerahasiaannya. Tapi untuk tempat pelaksanaan tetap di Denmark, sekaligus jadi tempat tinggal baru untuk Nona Abi sampai bayi itu lahir,” jelas Digga.
“Kapan?!” sentak Rasha.
Keduanya terhenyak dan Sergy mendongak. “Paling cepat satu bulan lagi Bos,” ucap Sergy membuat Rasha menghela napas.
“Lalu kesehatan dia?” tanya Rasha dengan nada mulai santai.
“Sejauh ini tidak masala, kami hanya perlu melakukan satu kali testing untuk meihat kondisi indung telurnya dan itu tentu saja dilakukan setelah Nona Abi kami bawa ke Denmark,” kata Sergy.
Rasha menatap keluar jendela dan memasukkan kedua tangannya di kantong celana hitamnya. Dia memejamkan matanya sesaat entah apa yang dia rasakan tapi melihat sorot mata Abi saat itu ada gejolak berbeda dalam dirinya.
“Pastikan semuanya tidak ada yang tahu dan keamanan dia harus terjamin,” perintah Rasha.
“Baik Bos,” sahut Sergy dan Digga bersamaan.
“Tunggu,” sahut Rasha karena dia mulai mendengar jika dua orang kepercayaannya akan meninggalkan tempat itu.
“Aku tidak mau ada seorang pun yang mendekatinya dalam radius satu kilometer terutama lelaki. Tak peduli siapa pun dia, hanya aku yang boleh mendekati Abisha,” perintah Rasha.
Keduanya saling pandang tapi tak ada yang bisa mereka lakukan selain menuruti keinginan bosnya. Rasha menyadari jika dua orang di belakangnya tak biasa dengan apa yang dia minta.
“Ini untuk menjaga kesehatan dia dan kondisinya harus steril sebelum menrima benihku. Aku tak mau ada hal buruk yang terjadi pada calon pewaris Aleksandr nantinya,” jelas Rasha.
“Kami mengerti Bos,” sahut Sergy dan pengawal Rasha itu meninggalkan ruangan.
Rasha berbalik dan melihat Digga masih berdiri di sana. “Ada apa lagi?” seru Rasha.
Digga mendekatkan diri dan berdehem. “Sepertinya Adrian ulai curiga dengan aktivitas kita karena banyaknya laporan yang masuk jika mata-mata Adrian mengorek informasi soal kegiatan kita selama ini,” kata Digga.
Rasha berdecih, “Lalu orang yang memata-mataiku selama ini kemana?” tanya Rasha membuat Digga menggeleng.
“Entah apa yang terjadi dengannya tapi dia menghilang sejak beberapa hari lalu setelah melaporkan kegiatan Anda sejak meeting dengan tim ahli itu,” kata Digga.
“Dasar orang tidak kompeten,” kekeh Rasha.
“Kapan cetak biru itu selesai dibuat?” tanya Rasha cepat.
“Dua bulan paling lama,” jawab Digga menggantung membuat Rasha penasaran.
“Dan,” lanjut Rasha karena tahu jik ada hal lain yang ingin Digga sampaikan.
“Bagaimana jika kita membuat pengalihan isu sampai cetak biru ada di tangan kita, jadi Adrian akan fokus pada yang lain bukan informasi cetak biru itu,” usul Digga.
Rasha pindah posisi dan duduk di kursi kerja membelakangi Digga. Dia menopang kepalanya dengan tangannya dan menggosok pelipisnya, pose yang selalu dia lakukan jika sedang berpikir.
Lalki itu memutar kursinya, “Bukan ide yang buruk, jadi isu apa yang bisa mengalihkan konsentrasinya?” selidik Rasha.
Digga berdehem, “Pewaris kedua Sandr Company,” jawab asistennya yakin.
Rasha terdiam.
Asistennya paham jika bosnya itu dilema, dia melanjutkan analisanya berharap bosnya paham kenapa dia mengusulkan hal ini.
“Tuan Zhen sengaja membuat Anda dan Adrian berkompetisi untuk keberhasilan Anda mendapatkan keturunan. Dalam benak Adrian dia sudah merasa meang karena Anda memang tidak menyukai pernikahan dan keluarga,” pembuka Digga.
“Karena hal itulah dia tak terlalu peduli, apa yang Anda lakukan saat ini untuk mengatasi permintaan Tuan Zhen, tapi kondisinya akan berbalik jika Adran tahu bahwa Anda berhasil menemukan cara untuk mendapatkan keturunan. Pria itu pasti akan berusaha segala cara untuk menggagalkannya dengan begitu cetak biru yang kita buat tidak akan ada gangguan dan kendala karena dia tidak fokus pada pekerjaan itu,” jelas Digga gamblang.
Rasha memikirkan usul Digga yang tak terpikirkan olehnya saat ini. Tapi dia kemudian menyadari satu hal dan menatap asistennya itu tidak suka.
“Jika Adrian tahu aku berhasil memiliki keturunan bukankah nyawa anakku bisa terancam, apa idemu itu masuk akal,” cela Rasha.
Digga hanya menghela napas, “Tentu saja keselamatan calon Bos muda lebih penting, tapi saya yakin Anda tidak akan melonggarkan keamanan karena hal ini. Lagipula jika memang strategi kita berhasil, Bos pasti akan mendapat dukungan dari Tuan Zhen untuk membantu menjaga pewarisnya,” urai Digga.
Rasha kembali diam.
“Jadi maksudmu aku mengatakan kepada keluargaku jika aku menemukan wanita yang mau jadi ibu dari anakku dan setelah itu semua kita jalankan sesuai rencana,” kata Rasha.
Digga mengangguk yakin.
Rasha yang masih memikirkan hal itu mendengar ponselnya berdering dan nama ibunya muncul di sana. Dia menghela napas kasar.
“Iya Mamah,” jawab Rasha enggan.
“Apa kamu malam ini ada waktu untuk makan malam bersama kita di rumah, aku dengar dari Papah kamu kalau kamu setuju untuk memberikan pewaris Sandr,” ucap Mama Carryn ceria.
Rasha menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Siapa saja yang datang Mah?” tanya Rasha akhirnya.
“Tentu saja keluarga besar kita, ini berita yang bagus bukan untuk penerus Aleksandr, Mamah sudah siapkan makanan kesukaan kamu di sini,” jelas Mama Carryn membuat Rasha tak bisa menolak.
“Jangan lupa bawa calon istrimu kemari untuk bertemu kami yah,” sahut Mama Carryn masih dalam mode ceria.
Rasha mengerutkan dahinya mendnegar nama ‘calon istri’ seperti yang disebutkan mamanya. Tapi dia tak mungkin menjelkan bagaimana kronologinya jadi dia memilih mengabaikan hal itu.
“Aku tak janji Mah, kalaupun datang aku mungkin terlambat jadi mulai dulu saja tanpa aku,” sahut Rasha.
Telinga pria itu mulai berdengung mendengar omelan mamanya kali ini dan dia hanya diam menghela napas seoalah suara mamanya hanya siaran radio yang tak perlu didengar.
“Sampai jumpa Mah,” pamit Rasha dan menutup panggilan setelah mamanya menarik napas sebelum memulai omelannya lagi.
Rasha menatap Digga, “Aku tak tahu ini momen yang tepat atau tidak tapi keluargaku mengadakan makan malam hari ini. Berapa persen yang sudah kalian siapkan?” ungkap Rasha dengan nada bertanya.
“Lima puluh persen Bos, dokter dan Nona Abi saja yang belum siap, administrasi juga sudah beres,” jawab Digga yakin.
Rasha berdiri dan menepuk pundak Digga. “Berikan aku ringkasannya dalam waktu lima belas menit, aku perlu ke Kogens sebentar sebelum makan malam,” ucap Rasha berlalu dari sana dan Digga mengangguk paham.
Rasha berada dalam satu lift yang sama dengan Adrian dan itu membuatnya ingin membakar lift ini seketika. Adrian dengan wajah angkuhnya berdehem untuk meminta perhatian tapi Rasha tak peduli.
“Aku dengar tetya mengajak kita makan malam, karena kamu sudah memutuskan untuk menerima permintaan dyadya untuk memiliki keturunan,” Adrian membuka obrolan yang salah di telinga Rasha.
Rasha masih diam enggan berkomentar sampai Adrian kembali memantik emosi Rasha.
“Berapa uang yang kamu keluarkan untuk membayar wanita itu agar mau mengandung anakmu dan terjamin selamat sampai bayi itu lahir,” desis Adrian.
Rasha mengepalkan tangannya, dia bisa saja membuat Adrian menyesali ucapannya kali ini tapi dia tak ingin gegebah karena bisa saja itu yang sepupunya inginkan.
“Apa sekarang kamu mulai terintimidasi dengan kemampuanku yang bisa melakukan apapun bahkan membuat anak sekalipun,” sahut Rasha membuat Adrian diam.
Lelaki itu mendekati sepupunya dan menatap sepupunya itu dengan tatapan tajam. Adrian menantang tatapan itu tapi lambat laun dia tahu jika Rasha bisaberbuat apa saja kepadanya, jadi dia memilih untuk mengikuti arus lebih dulu.
“Seharusnya kamu punya malu dan menjadi alas di kakiku karena Papah telah menolong keluargamu dari jalanan Rusia,” ucap Rasha penuh penekanan.
“Orang nomor satu yang akan keluar dari Sandr adalah kau dan keluargamu. Jadi jangan bertingkah seakan kamu bisa memenangkan semuanya Adrian Vasiliev,” desis Rasha.
Ting.
Bersamaan dengan ancaman Rasha itu pintu lift terbuka dan Rasha berjalan keluar dengan santai. Adrian menghirup udara sebanyak-banyaknya mendengar ancaman itu. Dia tak bisa bohong jika aura sepupunya itu memang menyeramkan.
Dalam perjalanan dari Kogens ke rumahnya dia melihat keributan di jalan. Dia merasa kesal karena keributan itu membuat jalanan jadi macet dan dia turun untuk melihat apa yang terjadi.
Rasha melihat Abi terlibat perdebatan dengan lelaki yang mabuk dan membuatnya mengerutkan dahi bingung, kenapa dia sering sekali bertemu dengan wanita ini.
Lelaki itu mendengar jika orang mabuk itu menabrak mobilnya dan minta ganti rugi tapi pria itu tak peduli. Rasha kesal dengan masalah sepele ini dia mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya dan menarik lengan Abi lalu meletakkan uang itu di tangannya.
Kejadian itu tentu saja membuat momen tersendiri bagi orang-orang di sekitarnya. Orang mabuk itupun langsung pergi setelah tahu ada orang lain yang memberikan uang dan bukan main-main orang itu adalah Yevara Aleksandr.
Rasha kembali ke mobilnya tapi saat dia membuka pintu mobilnya dan hendak masuk, tangan seseorang menutup pintunya begitu saja dalam sekali banting.
Rasha menoleh.
“Aku tak butuh uangmu, Tuan Muda Sombong!” dengan lembaran uang yang dilempar ke wajahnya.
*****