B.9 Take Her

1948 Words
Digga terkejut dan berjalan ke tepi kolam renang berusaha menolong Sergy. Rasha hanya berdiri tegap di tepi kolam dengan kedua tangannya ada dalam kantong sambil menatap pengawalnya tanpa ekspresi. Sergy menyeimbangkan tubuhnya dan tetap menghadap Rasha. “Bawa Abisha ke Denmark besok,” perintah Rasha dan Sergy mengangguk dalam air. Rasha berbalik membuat Digga bisa membantu Sergy untuk naik ke permukaan dan baru beberapa langkah lelaki itu berhenti. “Siapkan pengawal untuk Abisha 24 jam tanpa kecuali, aku tak mau alat penampunganku rusak,” seru Rasha dan keduanya mengangguk paham. Rasha berlalu dari sana menuju kamarnya, bagi orang lain apa yang dia lakukan adalah kejam karena Rusia saat ini memiliki suhu sekitar 10 derajat dan pengawalnya itu bermain di kolam saat malam hari. Jika itu dilakukan oleh orang normal pasti akan terserang flu. Namun, bagi Sergy ini masih manusiawi jika dibandingkan tubuhnya yang luka-luka jika dia tak berhasil melakukan apa yang diminta oleh bosnya. Sergy langsung ke kamar pribadinya yang ada di mansion ini untuk ganti baju karena tenaganya besok lebih dibutuhkan untuk membawa masa depan tuannya ke Denmark. *** Abi sudah bersiap pergi ke kantor, rok pendek selutut, blouse coklat lengan pendek dengan syal di lehernya. Rambut dirapikan seadanya tanpa polesan make up mencolok yang penting menggunakan pelembab bibir dan wajah. Dia mengambil mantel untuk menghalau dinginnya udara Rusia pagi ini. Wanita itu berjalan dari koridor sambil celingukan ke sana kemari. Kejadian semalam yang tiba-tiba dia dihadang oleh beberapa orang tak dikenal membuatnya lebih waspada jika ada orang lain yang berniat jahat kepadanya. Dia menyusuri jalanan kota dengan tenang dan tak curiga sama sekali jika ada mobil lain yang mengikuti. Sesampainya di kantor dia juga melakukan hal seperti biasanya. “Abi, kemari sebentar,” panggil atasannya sambil mengacungkan map. Tak curiga Abi datang ke ruangan atasannya itu. “Tolong serahkan map ini ke ruangan Tuan Adrian Vasiliev dan tunggu sampai berkasnya ditandatangani,” pinta atasannya. Abi menatap atasannya bingung, dia tak mengerti kenapa atasannya mendadak minta seperti ini, padahal biasanya dia yang pergi ke sana untuk minta tanda tangan sendiri. Atasannya seakan paham dengan apa yang dipikirkan Abi dan dia masih menyodorkan map sambil menggoyangkan mapnya. Abi menerima map itu ragu. “Aku masih ada yang harus aku kerjakan dan ini dokumen yang tidak butuh penjelasana jadi beliau akan tanda tangan dengan cepat, tanpa bertanya macam-macam,” sahut atasannya dan Abi mengangguk. Abi menggunakan lift khusus Direktur dan CEO untuk ke ruangan yang dimaksud. Pintu lift terbuka dan dia cukup takjub dengan tempat yang baru dia kunjungi. Dia membayangkan jika ruangan Yevara pasti lebih bagus dari ini karena jabatannya lebih tinggi dari Adrian. Seakan menyadari sesuatu dia menggelengkan kepalanya untuk menghapus memorinya bersama dengan pria itu. “Kenapa kamu memikirkan Orang Sombong itu,” gumam Abi sampai dia baru menyadari jika ada di depan meja sekretaris Adrian. “Saya mau minta tanda tangan dari bagian Perencanaan, atasan saya minta ditunggu sampai dapat tanda tangannya,” jelas Abi dan sekretaris yang cantik itu mengangguk paham lalu masuk ke ruangan Adrian. “Siapa yang mengantarkan dokumen ini?” tanya Adrian saat dia membaca map yang ada di depannya. “Seorang wanita Tuan,” jawabnya bingung karena selama ini dia tak pernah bertanya soal ini. Adrian melirik Cedric dan asistennya itu lekas keluar ruangan dan melihat wanita yang dimaksud. “Permisi Nona,” ucap Cedric membuatAbi kaget tapi dia memberi hormat. “Tuan Adrian ingin bertemu langsung dengan Anda,” ucap Cedric membuat Abi cemas. Cedric paham ketakutan Abi, dia tersenyum dan menjelaskan jika semua ini hanya formalitas karena ada keterangan yang belum jelas di dokumen yang dibawanya. Abi melangkah masuk dan Adrian meminta sekretarisnya keluar. “Silahkan duduk Nona,” sapa Adrian ramah tapi menggantung. “Abelone, Tuan, panggil saja Abi,” ucap Abi paham jika pria di hadapannya ini tak mengenalnya. “Baiklah Nona Abi,” sahut Adrian dengan senyum ramah dan mulai bertanya beberapa hal yang berkaitan dengan pekerjaan tapi tatapannya tak lepas dari Abi membuat wanita itu merasa tak nyaman tapi dia tak berani membantah. “Jika Tuan sudah paham dan tidak ada lagi yang ditanyakan, bolehkah saya permisi dan membawa dokumen itu,” celetuk Abi ketika dia masih melihat Adrian menatapnya. Tapi Abi bisa merasakan tatapan itu bukan tatapan kagum atau positif yang lainnya, tapi sorot mata itu lebih terlihat seperti sorot mata menyelidiki. “Ah, baiklah,” kata Adrian dan menandatangani berkas itu. Adrian menutup map dan meletakkan pena di meja, bersamaan dengan itu dia mendengar suara ribut di pintu ruangannya. Bbrraakkk.. Bantingan pintu itu terdengar jelas sampai Abi terlonjak kaget dan menoleh. Abi membulatkan matanya melihat sosok lelaki yang membuat keributan itu. Adrian dan Cedric saling memberi kode. “Rasha, apa yang bisa aku bantu sampai kamu datang kemari?” sapa Adrian ramah. Rasha melihat wanita yang duduk di hadapan Adrian, dia mengepalkan tangannya tapi berusaha menahan emosinya dan ganti menatap Adrian tak ramah. Abi menatap Rasha tak berkedip dan merasakan aura yang mencekam. Adrian ganti menatap keduanya, dia menaikkan alisnya melihat interaksi keduanya, tapi tak mendapatkan hasil yang dia inginkan, akhirnya diamenyerahkan map itu kepada Abi dan wanita itu pamit dari sana. Rasha duduk di hadapan Adrian setelah Abi pergi dan melipat kakinya sambil menyandarkan tubuhnya di sofa. “Aku sudah memintamu untuk bersiap-siap untuk pergi, kenapa kamu mencari gara-gara dengan menyebarkan orang yang tidak kompeten untuk mengawasiku,” ucap Rasha pelan. Adrian berdecih, “Kenapa kau bisa menuduhku begitu, bagaimana pun aku masih memiliki hak di sini bahkan sebentar lagi akan bertambah banyak,” kekeh Adrian mengabaikan ucapan Rasha. Rasha mengambil ponselnya dan meminta seseorang untuk datang. Tak lama muncul Sergy dan satu orang yang sudah terikat dan mulut dilakban. Adrian terkejut Rasha bisa memasukkan orang seperti ini di Sandr. “Tak usah heran begitu, kamu pikir aku tak tahu jalan rahasia Sandr,” kekeh Rasha santai. Pria yang terikat itu didorong Sergy sampai di hadapan keduanya dan berlutut. Sergy menarik lakban agar pria itu bisa bicara, tapi wajahnya tertunduk dan ekspresinya biasa saja. “Aku menemukannya di salah satu pos penjagaan Kogens dan yang mengejutkan adalah dia sudah berani mencampuri urusan Kogens, aku masih mentolerir kalau dia hanya mengawasi kegiatan Kogens,” ucap Rasha. Adrian masih diam. Rasha melirik kepada Sergy dan pengawalnya itu mengeluarkan benda berisi selongsong timah yang sudah ditarik pelatuknya dan ditempelkan di kepala orang itu. Tahanannya hanya memejamkan mata tak berkomentar atau merengek. Rasha melihat reaksi keduanya dan tidak terlihat Adrian akan menolong orang itu, lelaki itu mengambil kesimpulan jika tahanan ini tidak berharga. “Kamu punya waktu 2 menit untuk menjelaskan semuanya,” kata Rasha tapi pria itu bungkam. Dua orang lainnya muncul dari balik pintu dan melempar beberapa foto kepada pria itu yang langsung membuatnya terkejut dan bereaksi. Adrina ikut melihat kondisi itu dan dia menghela napas. Entah apa yang sebenarnyaRasha punya sampai dia paham bagaimana melumpuhkan lawannya dalam sekali tepuk. Orang itu menatap Adrian dan berteriak karena merasa dibohongi yang tidak melindungi keluarganya padahal dia sudah berjanji setia kepadanya dan mencari semua informasi yang dia inginkan. Rasha berdiri dan merapikan jasnya, dia berjalan mendekati Sergy dan menepuk pundaknya. “Waktumu cuma 20 menit sebelum Papah datang dan membuat kantor ini heboh karena drama ini,” ucap Rasha dan Sergy mengangguk paham. Ganti pria itu menghalangi jalan Rasha dan memohon kepada Rasha untuk menyelamatkan keluarganya dan sebagai balas budinya dia akan mengabdi kepadanya sampai akhir hayatnya. Sergy menarik pria itu agar melepaskan bosnya bahkan sampai memukulnya agar cekalan tangannya lepas dari Rasha. Rasha menghentakkan kakinya, “Seharusnya kamu minta itu kepada Bosmu, bukan aku, lagipula aku tidak menerima orang yang tidak setia hanya karena ancaman semata,” kata Rasha. Rasha melangkahkan kakinya tapi dia berhenti saat mendengar seruan dari pria itu. “Tuan Adrian ingin tahu apa yang dikerjakan Kogens sehingga dia bisa membuat celah untuk melakukan penyelundupan dengan mengkambinghitamkan Kogens, sehingga semua pelanggaran hukum akan dilimpahkan kepada Kogens,” sahut pria itu cepat. Saat bersamaan Rasha mendengar suara erangan dari orang itu. Rasha berbalik dan melihat jika Adrian sudah menendangnya sampai mulutnya mengeluarkan darah. Rasha menaikkan sudut bibirnya dan meminta Sergy dan pengawal yang lain keluar. Pria itu tak menyerah dan merangkak untuk mengejar Rasha. “Selamatkan keluarga saya, apapun akan saya lakukan untuk Anda Tuan Yevara,” ucapnya lirih. Adrian yang sudah kesal menginja punggung orang itu tapi Rasha diam saja dan dia hanya berjongkok untuk melihat kesakitan orang itu. “Aku akan pertimbangkan jika kamu bisa melewati Bosmu yang tak tahu terima kasih itu,” kekeh Rasha dan berlalu dari sana membuat Adrian semakin kalap. Rasha berjalan menyusuri koridor untuk naik ke ruangannya melalui lift. Ruangannya berada satu lantai di atas ruangan Adrian. Begitu lift terbuka dia terkejut karena Abi masih ada di sana. Rasha menaikkan satu alisnya menatap wanita itu. Namun, Rasha tetap melangkahkan kakinya ke dalam lift. Sergy dan dua pengawal yang lainnya juga bingung dengan kehadiran wanita itu tapi dia mengikuti langkah bosnya. Sergy menekan tombol sesuai lantai yang dia tuju dan dia tak melihat tombol yang lain menyala sebagai tanda jika wanita itu hendak turun. “Apa orang itu akan baik-baik saja?” tanya Abi terbata. Rasha mengerutkan dahinya dan melirik sekilas, dia bisa melihat jika tangan wanita itu bergetar. Rasha mendengkus membuat semua pengawalnya menelan luha begitu juga Abi yang menyesali dirinya jadi saksi mata kejadian itu. “A-aku tak sengaja melihatnya, karena tadi Tuan, Tuan Adrian salah tanda tangan, jadi aku kembali untuk memintanya tanda tangan kembali,” jelas Abi pelan dan mendadak tubuhnya lemas dan bersandar di lift sampai map yang di tangannya berhamburan. Rasha terhenyak dengan reaksi Abi dan dia meyakini jika wanita ini tak pernah melihat adegan kekerasan sebelumnya. Rasha mendekati Abi dan wanita itu mencengkram lengan Rasha erat. Lelaki itu merasakan keanehan saat Abi melakukan hal itu. “Apa semuanya sudah siap?” tanya Rasha tiba-tiba tapi tatapannya masih melihat Abi dengan kondisi setengah sadar. “Semuanya siap jam 5 saat jam kerja berakhir Bos,” jawab Sergy. “Sepertinya kondisi ini dan kebodohan Adrian menguntungkan kita,” kekeh Rasha. Ketiganya bingung dalam diam menunggu kelanjutan ucapan bosnya itu. “Lakukan sekarang, gunakan jalan rahasia di ruanganku jika memang dibutuhkan. Kenapa kita harus menunggu lebih lama jika umpanku datang sendiri,” ucap Rasha membuat Sergy paham dan membisikkan beberapa perintah kepada dua pengawal di sana. Sergy mengeluarkan tablet dan mengangguk kepada kedua pengawal di sana. Dua orang itu berdiri di samping Abi membuat Rasha mundur dari posisinya. Keduanya menopang tubuh Abi sehingga terlihat seperti dia berjalan dengan normal sampai keruangan Rasha. Rasha melihat lekuk tubuh Abi dari belakang saat mereka berjalan di hadapannya. Tidak ada yang istimewa, tinggi hanya 160 cm, berat ditaksir 50 kg, secara visual tidak ada lekuk sempurna atau nampak menonjol di bagian tertentu seperti wanita pada umumnya. Lalu, kenapa genggaman tadi membuat rasa yang berbeda dalam dirinya, seakan dia merasakan kehangatan yang tidak dia tahu kapan terakhir kali dia rasakan. Rasha tak ingin memikirkan apapun, kali ini fokusnya membawa Abi ke Denmark sesuai rencananya. Di luar dugaan saat tiba di ruangan Rasha, Abi dibaringkan di sofa, keduanya menyiapkan prosedur untuk evakuasi dari ruangan itu. Namun, prose situ malah membuat Abi sepenuhnya sadar dan kaget dibawa ke ruangan yang lebih besar dan mewah dari milik Adrian. “Apa yang kalian lakukan?” tanya Abi cepat saat dia melihat dua orang sudah membawa tali dan kain panjang. Rasha yang duduk di meja kerja tapi posisinya membelakangi Abi tak ingin melihat apa yang dilakukan kepada wanita itu. Kedua pengawal itu awalnya kesulitan karena Abi mulai berontak dan berteriak, sampai Sergy datang dan menutup mulutnya yang sudah diberi obat tidur sehingga membuat pergerakan Abi melemah. Rasha berbalik setelah dia tak mendnegar jeritan Abi. Dia melihat salah satu pengawalnya menggendongnya dengan asal. “Lecet sedikit, cacat buat kalian,” ultimatum Rasha. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD