Rasha terhenyak dengan ucapan ibunya, apa sekarang telinganya juga mengalami masalah karena mendengar nama Abi disebutkan oleh mamanya, dari mana ibunya tahu soal Abi.
“Dengan siapa?” tanya Rasha kembali.
Carryn menghela napas, “Abisha, wanita yang kamu bawa ke rumah itu, ini Mamah sama Papah sudah ada di rumahmu untuk makan malam bersama,” ujar Carryn.
Rasha menutup panggilannya tanpa mengucapkan sepatah kata kepada ibunya. Lelaki itu keluar ruangan, saat yang sama Digga hendak masuk ruangannya.
“Bos, pertemuan malam ini untuk membahas –“ Rasha menatap Digga tajam dan memotong ucapan asistennya cepat.
“Batalkan saja, ganti besok,” ucap Rasha dan berlalu dari sana.
Digga ingin menanyakan alasannya tapi melihat bosnya yang buru-buru membuatnya hanya menghela napas dan melakukan pesan broadcast untuk menginformasikan hal itu.
Rasha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi berharap cepat sampai di rumah dan berdoa agar orang tuanya tak membuat kekacauan di rumah terutama dengan Abi.
Lelaki itu membuka pintu dengan kasar sampai pelayannya terkejut, dia bergegas ke ruang makan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan tapi dia mendengar gelak tawa di ruang tengah membuat langkahnya terhenti.
Ayah dan ibunya asyik bercengkrama dengan Abi, ketiganya terlihat akrab dan seperti keluarga yang sempurna, bahkan dia tak pernah melihat tawa dan sorot mata seperti itu dari ibunya selama ini.
Tidak ada aura intimidasi ataupun wajah menyebalkan ayahnya, yang ada wajah bahagia dan senyum ceria yang mengembang di keduanya.
“Rasha, akhirnya kamu datang, Mamah kira kamu marah karena menutup telpon begitu saja,” ucap Carryn sambil berdiri dan menghampiri anak semata wayangnya dan memintanya untuk duduk.
Rasha menatap Abi yang mendadak ekspresinya berubah dari sebelumnya ceria menjadi datar. Abi mengalihkan pandangannya membuat Rasha hanya bisa menghela napas kasar.
“Seharusnya kamu mengajaknya ke rumah sedari dulu, jadi Papah dan Mamah tidak akan memaksamu dan melakukan hal konyol seperti kemarin, bener kan Pah?” urai Carryn dan Zhen mengangguk.
Rasha berdecak, “Papah tidak sabar dan tidak percaya kepadaku, itu salahnya sendiri,” keluh Rasha.
Abi menatap interaksi dua orang itu membuatnya paham jika hubungan keduanya tidak bisa dikatakan baik. Zhen hanya bisa berdehem, dia berharap anaknya tak akan mempermalukannya di hadapan calon menantunya.
“Kita makan malam saja yuk, Abi kan harus minum obat dan beristirahat jadi tak baik membiarkan dia menunda makan,” ajak Carryn membuat semua orang di sana beranjak dari sana.
Rasha mencekal lengan Abi saat kedua orang tuanya berjalan lebih dulu. Sorot mata dingin itu menusuk hati Rasha membuat lidah lelaki itu tak bisa mengutarakan niatnya.
“Jika tidak ada yang ingin kamu katakan, lepaskan aku,” pinta Abi sambil menarik lengannya kasar.
Rasha hanya bisa diam termangu dengan kelakuan Abi. Anehnya, lelaki itu menyerah dan membiarkan Abi berlalu begitu saja. Rasha mengusap wajahnya kasar saat melihat punggung mungil itu semakin menghilang.
“Oh ya Abisha, jika kamu bosan di sini, kamu bisa menghubungi Mamah dan kita bisa jalan-jalan keluar menghirup udara segar bersama,” ajak Carryn membuat semua orang menghentikan makan mereka.
Abi dengan tatapan penuh harap, tapi Rasha dengan tatapan tak suka. Zhen sudah membuka mulutnya hendak berkomentar tapi Rasha lebih cepat memutuskan.
“Abi tidak akan keluar dari mansion ini, sampai aku yang memutuskan kapan dia boleh keluar,” tegas Rasha.
Abi mencengkram sendok dan garpu kuat, ada sesak di dadanya, kali ini haruskah dia mengalami hal yang sama hanya saja yang membedakan ruangannya yang lebih besar.
Carryn menatap Rasha tak suka, “Kenapa begitu? Abisha itu manusia bukan hewan yang bisa kamu kurung begitu saja,” protesnya.
“Tapi kondisi kesehatan Nona Abi sedang tidak baik Nyonya jadi disarankan Nona Abi memang tidak meninggalkan mansion ini,” suara Varrel muncul dari balik pintu ruang makan membuat semua orang menoleh padanya.
Carryn dan Zhen menatap bingung pria muda yang muncul mendadak. Abi menatap tenang dokter muda itu sedangkan Rasha memperhatikan cara pandang keduanya yang membuatnya kesal tiba-tiba.
“Maaf jika saya tidak sopan memotong pembicaraan kalian, perkenalkan saya Varrel, dokter yag diminta mengurus Nona Abi,” salam Varrel sopan.
Carryn mengajak Varrel untuk makan malam bersama dan duduk di hadapan Abi. Senyum lembut mengembang membuat Abi hanya bisa menunduk sopan membalasnya.
“Bagaimana kabarmu hari ini? Masih ada yang terasa gatal atau sakit?” tanya Varrel seakan tak ada orang lain di sana.
Rasha memperhatikan interaksi keduanya dengan wajah memerah menahan kesal. Dia menggenggam sendoknya erat yang bisa saja patah jika tidak terbuat dari bahan yang berkualitas.
Carryn melihat situasi ini dan takjub dengan apa yang terjadi di hadapannya. Selama ini dia tak pernah melihat anaknya menunjukkan emosinya seperti ini. Dia semakin meyakini jika ini semua karena Abisha.
“Tidak terlalu terasa Dok, hanya sedikit nyeri di kulit tapi tak separah kemarin, mungkin ini efek lelah karena aku terlalu banyak berbaring,” jawab Abi lembut.
Varrel mengangguk dan berjanji akan memeriksanya setelah makan malam. Rasha memikirkan cara untuk memisahkan keduanya.
“Siapa yang memintamu datang ke sini sekarang?” sindir Rasha.
Varrel terkekeh pelan, “Bukankah tadi Tuan mendengar sendiri jika Nyonya Aleksandr yang memintaku untuk bergabung,” jawabnya santai.
“Kamu bisa menolaknya jangan sok akrab dengan keluarga ini hanya karena kamu dokter yang merawat Abi,” Rasha tak mau kalah.
Varrel mengeluarkan kertas dari balik bajunya, “Ada yang harus aku katakan kepadamu soal hasil pemeriksaan Abi,” ucapnya sambil menggoyangkan kertas itu.
Sontak saja ucapan Varrel membuat Abi menaruh perhatian kepadanya. Kedua orang tuanya ikut menyimak apa yang mereka bicarakan.
“Apa semua baik-baik saja atau malah jadi buruk?” desak Abi membuat Varrel tersenyum ramah.
Rasha menarik kertas itu cepat dan memasukkan dalam saku jasnya. “Kita bicarakan nanti di ruang kerjaku,” putus Rasha membuat Abi tak suka.
“Itu rekam medis milikku kenapa aku tidak boleh tahu,” keluh Abi dengan tatapan dingin.
Rasha menatap Abi, setelah sekian lama mereka tak saling bertegur sapa, ini pertama kalinya Abi mengutarakan apa yang dia rasakan. Meskipun balasannya dia harus menerima tatapan dingin.
“Selesaikan makanmu kita bicarakan lagi nanti,” ucap Rasha menghindari keluhan Abi dan semuanya menuruti apa yang Rasha ucapkan.
Mereka pindah ke ruang tengah, duduk saling berhadapan di sofa. Rasha mengeluarkan kertas yang diambil dari Varrel dan membukanya. Lelaki itu membaca sekilas dan dia menemukan beberapa nama obat yang familiar dan tidak familiar baginya.
Rasha memang tidak pernah menjalani sekolah medis, tapi dunia yang dijalaninya ini membuatnya mempelajari medis walaupun sedikit, terutama saat Kakek dan Neneknya mulai sakit dia mempelajari istilah medis yang berguna baginya.
“Kenapa ada catatan obat-obatan penenang dan melemahkan syaraf seperti ini,” seru Rasha membuat semua orang yang ada di sana kaget kecuali Varrel.
Dokter muda itu menghela napas, “Aku berharap itu salah, tapi kenyataan itulah yang aku dapatkan saat mengambil darah milik Abi, dalam tempo kurang dari 24 jam saat kamu membawanya kemari,” ujar Varrel.
Rasha ingat hal itu dan dia menyaksikan sendiri Varrel mengambil sampel darahnya dalam tiga ampul. Rasha melempar kertas medis itu begitu saja dan memijat keningnya.
“Obat seperti itu tidak mudah dideteksi dalam tubuh kecuali dikonsumsi dalam waktu dekat dan dalam jumlah besar,” ujar Varrel.
Rasha menatap Abi, wanita hanya diam tak berkomentar sambil memejamkan mata seakan kejadian itu merupakan aib baginya.
“Mungkinkah mereka menyuntikkan obat itu atau memaksa Abi untuk minum obat macam itu,” analisa Rasha.
“Nomer satu lebih berpotensi, jika obat minum aku yakin Abi pasti membuangnya,” timpal Varrel menatap Abi yang masih diam.
“Biadab, mereka menyakitinya membabi buta hanya karena Abi wanita yang akan membantuku di masa depan,” lirih Rasha mengepalkan tangannya.
“Aku tak tahu bagaimana penculik itu bisa meracuni Abi seperti ini, tapi menurutku dia cukup pintar untuk memasukkan semua cairan ini seakan dia tahu jika Abi rentan terhadap zat kimia,” Varrel menjeda ucapannya.
“Efek sampingnya?” tanya Rasha cepat.
Varrel menggeleng, “Banyak macamnya, termasuk ruam yang Abi alami itu karena alergi dingin yang dia miliki jika berada di tempat yang terlalu lembab bukan alergi cuaca dingin,” urai Varrel.
Rasha ingat pertama kali dia menyelamatkan Abi sekujur tubuh wanita itu dipenuhi ruam yang parah dan sepertinya gatal sampai beberapa bagian kulitnya mengelupas.
“Bagaimana dengan rahimnya?” desak Rasha.
Abi mendongak menatap Rasha tapi lelaki itu mengabaikannya.
“Harus ada tes lanjutan dan aku harap kamu bisa membawanya ke rumah sakit besok. Tapi seperti yang kamu lihat di sana, banyaknya obat yang masuk dalam tubuh Abi membuatku tak yakin,” ucap Varrel pelan.
Rasha menatap Varrel tajam. “Jelaskan saja secara gamblang,” celetuk Rasha.
“Ada obat penghambat kehamilan yang disuntikkan dalam darahnya, dengan dosis yang cukup besar untuk berat badan dan usianya sekarang. Menurutku itu terlalu ekstrem dan bisa membahayakan kandungan dan nyawa Abi juga,” jelas Varrel.
Abi menegang.
Carryn kaget sampai menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Wanita paruh baya itu langsung merangkul Abi membuat Rasha menyadari satu hal jika ibunya menyukai Abi dan itu artinya dia tak akan bisa mengganti wanita itu dengan yang lain.
“Apa itu artinya dia tidak bisa hamil lagi,” tanya Rasha menatap Varrel menuntut.
Abi hanya diam menunduk. Mungkin ini doanya selama ini untuk bisa lepas dari rencana Rasha tapi yang tidak dia sangka adalah dia harus mengorbankan dirinya untuk hal seperti ini.
Rasha memperhatikan Abi yang tak bersuara sama sekali. Dia penasaran apa yang wanita itu pikirkan tapi sayangnya Abi tak memberinya akses untuk menggali pemikiran itu.
“Bukan berarti tak bisa, hanya potensi lebih kecil. Apalagi kejadian ini terjadi saat Abi dalam masa subur, jika dugaanku benar dia sudah dimasukkan zat anti hamil itu, bukan tidak mungkin sel telur yang Abi miliki saat ini memiliki kondisi yang tak bagus seperti sebelumnya,” Varrel kembali menjelaskan.
“Aku akan bawa Abi ke rumah sakit besok dengan pengawalan, jadi kabari rumah sakit soal ini,” pinta Rasha dan Varrel mengangguk.
“Berapa lama inseminasi bisa dilakukan dengan kondisi begini?” tanya Rasha membuat Varrel menatap Rasha dengan tatapan susah dimengerti.
“Inseminasi apa?” tanya Carryn tak mengerti maksud ucapan mereka.
Dua pria muda itu saling bertatapan. Rasha kembali fokus pada ibunya dan menjelaskan apa yang akan dia lakukan dengan Abi.
Ibunya terkejut dan menatap Rasha tak suka. “Dimana nuranimu, dia ibu dari anakmu kenapa kamu tidak mengakuinya dan malah menjadikan dia pemuas keegoisan dan ambisimu!” bentak Carryn.
Rasha yang mendengar itu mulai goyah dan dia tak tahu bagaimana membuat pembelaan untuk protes ibunya itu. Apakah dirinya sekejam itu kepada Abi?
“Kenapa harus aku? Cari saja wanita lain yang lebih sehat dariku,” suara lembut tapi sarat tekanan mengalun.
***