"Bagimu aku ini apa Kek?" tanya Ethan datar.
Mereka berdua sudah berada di dalam mobil mewah keluaran terbaru itu menuju ke kediaman Taufan, Ethan di paksa terus menerus oleh sang Kakek agar menyetujui pertunangannya. Meskipun harus melewati berbagai perdebatan, akhirnya Ethan mau ikut dengan sang Kakek, di dunia ini hanya sang Kakek yang ia punya, itu sebabnya ia harus mematuhi semua ucapan Kakeknya walaupun hati nurani menolak keras.
Pria tampan dengan wajah tanpa ekspresi itu mengenakan setelan berjas, seperti biasa Ethan memang selalu berpenampilan sempurna.
Edward terkekeh "Bagiku kau segalanya Nak," jawab Edward penuh semangat, pria tua dengan tongkat di tangannya itu terlihat sangat bahagia.
"Kau berbohong Kek, bila aku adalah segalanya untukmu, kau tidak akan bertingkah kejam seperti ini padaku," ketus Ethan, ia bahkan memalingkan wajahnya ke samping.
"Ini kan salahmu! kalau kau pandai mencari jodohmu, aku tidak perlu turun tangan," sindir Edward.
Ethan tertohok, ia tak mau melanjutkan pembicaraan yang jelas-jelas hanya membuat dirinya kalah telak.
"Terserah mu saja Kek!" pekiknya.
Setelah beberapa menit, mobil mewah itu akhirnya telah sampai di kediaman Taufan, Ethan sangat gerah harus bertemu lagi dengan orang-orang yang ada di rumah itu, terutama Antonio.
Kediaman Taufan tampak sepi, tidak seperti acara pertunangannya dengan Clarista di adakan dulu, kali ini pertunangan ini hanya di hadiri kedua keluarga, pertunangan ini akan di laksanakan secara tertutup.
Edward yang sudah tak sabar langsung keluar, begitu juga dengan Ethan.
"Kau terlihat bahagia sekali Kek, Kau bahkan belum melihat wanita itu, apa kau tidak khawatir kalau wanita itu ternyata wanita gila!" sindir Ethan.
Edward kembali terkekeh "Kau tidak lihat Camelia, ibunya saja sangat cantik, bagaimana mungkin putrinya gila," tawa Edward malah menggelegar membuat Ethan semakin kesal.
"Harusnya kau saja yang menikahi wanita itu!" pekik Ethan.
"Kalau aku masih muda dan mampu memuaskan wanita muda itu di ranjang, aku tak keberatan Nak, apa kau lupa kalau aku ini sudah tua dan impoten," kekeh Edward.
Ethan mendesah kuat sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Percuma saja berdebat dengan pria tua ini!" gumam Ethan yang dapat di dengar Edward.
Edward hanya terkekeh melihat kelakuan cucunya itu, meskipun bagi semua orang Ethan terlihat dingin dan arogan, namun di mata Edward, Ethan adalah sosok yang menggemaskan. Ia selalu merasa cucunya itu masih persis seperti masih anak-anak dulu.
Edward memang sudah mengasuh Ethan sejak usia delapan tahun, sejak meninggalnya kedua orang tua Ethan, Edward adalah sosok yang menggantikan Papa dan Mama bagi Ethan. Itu sebabnya ia sangat mengetahui karakter asli Ethan yang lembut dan menggemaskan. Sosok dingin dan arogan yang selama ini ia tunjukkan hanya untuk menutupi kelemahannya di depan para musuh.
Edward merangkul tangan Ethan, mereka pun masuk kedalam rumah mewah itu.
"Selamat datang Sahabatku," sapa Antonio dan langsung memeluk Edward.
Sedangkan Ethan, seperti biasa ia tetap memasang wajah dingin tanpa ekspresi, ia bahkan tak menyapa Camelia yang berdiri di belakang Antonio, padahal Camelia akan menjadi ibu mertuanya.
"Ya Tuhan, pria ini yang akan menjadi Suami Putriku, aku masih merasa ini seperti mimpi," batin Camelia.
Rasanya ingin menangis bila membayangkan pria kaku itu menjadi suami anaknya.
Edward menyenggol lengan Ethan "Berikan salam," bisiknya.
"Selamat malam Tuan Antonio dan Nyonya Camelia," sapa Ethan secara formal.
Edward mendesah "Kau ini apa-apaan sih Ethan, panggil mereka Kakek dan Tante dong," ucap Edward.
"Tidak perlu, biarkan saja Ed, Ethan mungkin masih belum terbiasa," ujar Antonio tersenyum.
"Kalau begitu, ayo kita masuk!" ujar Antonio mempersilahkan tamu istimewanya itu masuk.
Tanpa mereka sadar, dari kejauhan Reins melihat semuanya.
Pria itu mengepalkan kedua tangan hingga wajahnya memerah, ia sangat kesal melihat bagaimana sikap Antonio saat menyambut para tamunya sangat berbeda saat menyambut ia dan keluarganya.
Karena terlalu jauh ia tak bisa melihat dengan jelas sosok Ethan, pria yang ingin melamar Kanaya hari ini, namun meskipun dari kejauhan sosok Ethan terlihat gagah dan sangat tinggi.
"Uang memang segalanya, rubah tua seperti Antonio bahkan bisa merubah sikapnya seperti itu, dasar pria tua sialan!" umpat Reins.
Reins masih belum menyerah, ia berencana akan mengajak Kanaya kabur malam ini, sejak tadi Reins terus berusaha menghubungi Kanaya, sayangnya ponselnya tidak aktif sejak sore.
"Kenapa ponsel Kanaya tidak aktif! apa aku masuk saja ya seperti biasa,"
Reins pun berjalan ke arah pintu pagar dan meminta para Satpam membuka pagar.
"Pak Rahmat," sapa Reins seperti biasa, biasanya dengan uang seratus ribu, Rahmat langsung membukakan pagar yang menjulang tinggi itu.
"Eh, Mas Reins,"
"Pak, tolong bukakan pagar dong," kekeh Reins sambil menyodorkan uang ke tangan Rahmat melalui celah-celah pagar.
"Ehm ...itu, anu Mas Reins gak boleh masuk lagi ke rumah ini, itu perintah Tuan Antonio," ujar Pak Rahmat.
Reins mematung, darahnya berdesir karena emosi.
"A-apa maksud kalian!" bentaknya.
"Maaf Mas, sebaiknya anda pergi!" ucap Pak Rahmat lalu meninggalkan Reins di depan pagar.
Reins mengepalkan kedua tangannya "Sialan kau Antonio!" bentaknya.
***
Ethan dan Edward sudah duduk di ruang tamu, ada Antonio dan juga Alex yang menemani mereka berbicara.
Sedangkan Camelia sudah di suruh oleh Antonio untuk menjemput Kanaya.
"Ed, aku sangat bahagia sekali," ujar Antonio.
"Aku juga Nio, rasanya tidak sabar melihat kedua cucu kita berdiri di atas pelaminan," kekeh Edward.
Edward memang sosok yang sangat humoris.
Ethan yang geli mendengar pernyataan Kakek bahkan sampai berdecih.
Antonio yang mengetahui sifat kurang ajar Ethan itu sama sekali tidak peduli, ia selalu mengabaikan sikap kurang ajar yang di lakukan Ethan.
"Cucuku Clarista selalu menjadi lambang kecantikan di rumah ini, tetapi cucuku Kanaya menjadi lambang kecerdasan di rumah ini," ujar Antonio mencairkan suasana yang terasa panas.
"Benarkah, Kanaya itu sangat cerdas?" tanya Edward dengan mata berbinar-binar.
Wanita cantik memang sangat memanjakan mata, namun wanita cerdas akan selalu menyilaukan.
"Itu benar Tuan Edward, Keponakanku Kanaya adalah gadis yang cantik dan cerdas, ia bahkan mendapat beasiswa di Amerika," ujar Alex.
Alex sebenarnya tidak mau ikut pertemuan ini, tetapi karena paksaan Antonio Papanya, ia terpaksa melakukan hal ini meskipun Evelyn menentangnya.
"Ooo ...cucuku sangat beruntung mendapat wanita sempurna seperti itu, ngomong-ngomong mana istrimu?"
Alex terbatuk "Ooo ...itu, beliau masih belum stabil Tuan, ia masih sangat terpukul dengan kepergian Clarista,"
Edward tampak lesu, sesungguhnya ia merasa belum enak bertemu Alex dan Evelyn, namun ia masih saja mencoba berbasa-basi untuk mencairkan perasaan tidak nyaman di antara mereka.