Raya berjalan masuk setelah ada jawaban izin masuk ruangan direktur dengn berkas dan laporan di tangannya untuk Morgan.
"Berkas dari nona Mia dan sudah saya perbarui Tuan," ucap Raya memberikan berkasnya.
"Jam makan siang nanti kau bersamaku!" balas Morgan.
Raya tertegun, dia tidak memahami ucapan direkturnya.
"Kenapa? Kau tidak mau?" tanya Morgan.
"Maksud Anda ... Saya?" balas Raya mencoba mencari seseorang yang di ajak bicara Morgan.
"Lalu aku bicara dengan siapa?" tatap Morgan.
"Saya kira ...."
"Temui aku di parkiran dan harus," sela Morgan menegaskan ajakannya.
"Tapi Tuan."
Raya terdiam, tidak ada bantahan dari ucapan Morgan. Dia hanya mengangguk dan kembali berbalik keluar dari ruangan direktur. Sempat dia juga menoleh untuk memastikan Morgan membatalkan ajakannya.
Berdiri di luar pintu direktur, Raya terpikirkan dan tidak memahami apa yang sedang di pikirkan oleh Morgan mengajaknya untuk pergi dengannya.
"Makan siang? Bersama dia? Apa dia sedang besar kepala ya, malah mengajak aku makan?" gumam Raya berjalan pergi dengan hentakan kaki dan perasaan penasarannya.
Sekitar jam makan siang, Raya duduk di sebuah kursi halaman rumah yang membentang begitu luas dengan pandangan sebelah rumah dengan cat putih tampak terlihat begitu bersih dan indah, terutama kemewahannya nampak jelas. Saat dia benar-benar duduk berada di sana.
Morgan berjalan beriringan bersama dengan seorang wanita yang terlihat sudah tua. Namun tidak mengurangi kecantikannya, saat mereka sampai tepat di hadapan Raya. Gadis itu tampak begitu ramah menyambut kedatangan Morgan dengan neneknya, hingga mereka saling berkenalan saat Morgan memperkenalkan Raya kepada neneknya.
Duduk dengan perasaan canggung membuat Raya terus-terusan mencoba untuk bertanya maksud dari tujuan Morgan membawanya ke rumah utama milik keluarga Dinata.
"Sejak kapan pandanganmu begitu baik mau bersama dengan cucuku yang begitu keras kepala?" tanya nenek Morgan.
Mendengar pertanyaan itu, Raya hanya bisa terdiam dia tidak habis pikir Morgan malah mengalihkan pandangannya tanpa mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan dari neneknya.
"Dia malah tidak mau membantu," gumam batin Raya.
Sebelumnya, di perjalanan. Morgan menjanjikan bayaran menggiurkan untuk Raya jika dia mau pergi dengan Morgan hanya sekedar makan siang. Tapi Raya tidak menyangka jika yang Morgan maksud adalah makan bersama neneknya.
Makan bersama di halaman rumah, juga berbincang dengan sangat ramah membuat saya merasa nyaman berada di sana termasuk perbincangan dengan seorang wanita elegan dengan segala kemewahan, membuat Raya tidak pernah terpikirkan jika masih ada orang dengan segala kemewahan yang dia miliki terlihat begitu sederhana lebih lagi dia ramah terhadap orang seperti Raya.
Malah nenek Morgan, nampak begitu jelas menyukai Raya setelah merasa cukup untuk hari ini Morgan berniat untuk kembali dan mengantarkan Raya ke rumahnya. Saat gadis itu sudah duduk berada di dalam mobil Morgan berbicara dengan sang nenek dengan wajah berseri nya.
"Kau memiliki selera yang sangat baik kali ini aku menyukainya," ucap nenek Morgan.
"Walaupun nenek menyukainya, dia belum tentu mau bersama denganku. Aku hanya mengajaknya untuk makan bersama saja bukan berarti dia sudah menjadi sangat dekat denganku," balas Morgan.
"Kalau begitu, Kau harus mendapatkannya dan berikan aku seorang cucu yang dapat memberikan warna di kehidupan terakhir ku ini," tegas nenek Morgan.
"Kau memang selalu tidak pernah bisa menunggu dengan deretan segala keinginanmu. Bukankah kemarin kau hanya memintaku untuk bersama dengan seorang wanita disampingku, kenapa sekarang malah meminta seorang cucu untukmu?" protes Morgan.
"Jika saja kau bisa menemukan nya, mungkin akan lain lagi keinginanku," ucap nenek Morgan.
Morgan merasa bersalah dengan ucapannya, hingga dia memilih untuk menari wanita rentan yang sudah tua itu ke pelukannya, perasaan bersalah yang dia miliki tidak bisa memberikan segala hal yang diinginkan oleh wanita tercintanya itu.
"Aku janji akan menemukannya dan membawanya kembali," ucap Morgan dibalas anggukan oleh sang nenek.
Raya tidak percaya saat melihat adegan dimana Morgan bersikap begitu lembut kepada neneknya hingga memeluk dan meyakinkan perasaan seorang wanita tua yang terkadang memang sangat sensitif untuk berbicara kepadanya. Raya memperbaiki posisi duduknya dia juga bahkan sudah memasangkan sabuk pengaman setelah Morgan berjalan dan mengitari mobil masuk dan duduk di kursi kemudi.
Morgam masih dalam diam tanpa mencoba untuk berbicara kepada Raya dan terpikirkan tentang tugasnya selama ini, memang tidak pernah ada jawaban dan titik terang untuk membuat neneknya tidak khawatir.
"Apa kau mau membeli sesuatu terlebih dahulu?" tanya Morgan, setelah mereka berada di dalam perjalanan pulang tidak lama keluar dari gerbang kediaman Dinata.
"Bagaimana kamu tahu jika aku memang berniat untuk membeli sesuatu terlebih dahulu?" tanya Raya.
"Bukankah kau memiliki seorang putri? Bukankah seharusnya kau membeli sesuatu?" balas Morgan.
"Darimana kamu tahu kalau aku ...."
"Tidak ada yang luput dari pengawasanku," sela Morgan.
Raya hanya menggangguk dia memang memikirkan tentang keberadaan Princess kali ini. Hari ini adalah hari pertama di mana gadis kecilnya itu berbaur dengan anak-anak Panti Asuhan yang lainnya, mengingat gadis kecil itu membuat Raya tersenyum tipis hingga Morgan menoleh ke arahnya.
"Apakah kau begitu tertekan dengan nenek hingga membuatmu sampai gila?" tanya Morgan.
"Wanita mana yang tidak gila jika berhadapan dengan pria seperti dirimu," cetus Raya.
"Semua wanita memang akan tergila-gila kepadaku, apalagi dengan parasku yang begitu tampan dan apa yang ku miliki," ucap Morgan.
Raya tidak habis pikir jika Morgan akan berbicara dengan penuh percaya diri di hadapannya, dia memilih untuk mengalihkan pandangannya ke jalanan tanpa mencoba berbicara lagi kepada Morgan.
Pria itu hanya tersenyum tipis saat mendapati Raya tampak malas berbicara kepadanya, dia memarkirkan kendaraannya di sebuah restoran membuat Raya mengangkat sebelah alisnya dia tidak diperbolehkan oleh Morgan untuk keluar dari mobil.
Setelah menunggu cukup lama, Morgan keluar dari restoran dengan beberapa bingkisan di tangannya hingga dia memberikannya kepada Raya.
"Apa ini?" tanya Raya.
"Bukankah kau mengatakan akan membeli sesuatu? Aku sudah memenuhinya," balas Morgan.
"Tapi aku tidak berniat untuk membeli makanan di sebuah restoran. Bukankah ini terlalu berlebihan," tegas Raya.
"Kau mendapatkan bayaran dariku. Apakah kau tidak akan memanfaatkan uangmu untuk makanan enak pak dimakan oleh putrimu itu?" balas Morgan.
Raya tersenyum tertahan saat mendengar penuturan Morgan dia tidak pernah terpikirkan jika ada seorang pria yang malah memikirkan tentang anaknya di rumah, termasuk membawakan makanan untuknya.
"Baiklah, aku akan menerimanya masukkan saja ke dalam bayaranku," angguk Raya.
Morgan hanya terdiam, dia kembali fokus dengan kemudinya hingga lagi-lagi Raya meminta Morgan untuk berhenti di di jalanan tanpa membiarkan dia mengetahui tempat tinggal Raya.
"Apa kau masih belum mengizinkan aku tahu tempat tinggalmu?" tanya Morgan saat ia keluar dan menarik tangan raya yang hendak pergi.
"Apakah Tuan Muda, ingin masuk ke tempat terpencil seperti ini? Sebaiknya Anda urungkan niat anda dan kembali lebih awal, lagi pula ini sudah gelap," balas Raya.
Morgan hanya terdiam selama ini dia tidak pernah mendapati seorang wanita tidak menginginkan dirinya untuk selalu berada ada di sampingnya tapi Raya seakan tidak ingin terlalu dekat dengannya, hingga dia selalu menghindar dan menjaga jarak antara Raya dengan Morgan.
Sudah memastikan Morgan pergi dari sana, Raya memberhentikan sebuah taksi hingga dia pergi dari sana dan kembali ke panti asuhan dia disambut oleh beberapa anak Panti begitupun dengan Princess. Gadis itu memeluk Raya dengan sangat erat.
"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Raya dibalas anggukan oleh Princess wajah berseri nya terlihat begitu jelas saat Princess berbaur dengan anak-anak lainnya.