Takdir Allah 7 - a Moslem

2097 Words
‘Kenapa kita tidak bahagia? Jawabannya karena diri kita sendiri, berhentilah menyalahkan orang lain atas ketidakbahagiaan diri kita sendiri.’ -Tere Liye Setelah makan siang, mereka kembali berkeliling. Selanjutnya mereka ke Mdina, Jeff memarkir mobil di luar dari Mdina karena hanya mobil milik warga setempat yang bisa masuk dan itu juga sangat terbatas. Ketika memasuki tempat itu, Ezra merasakan perubahan udara, ia merasasa tempat itu sangat sejuk. Tentu karena kurangnya kendaraan yang melintas di tempat itu. “Mdina adalah bekas ibu kota Malta sebelum dipindahkan ke Valetta.” Terang Jeff sembari berjalan. Selain mereka banyak turis lain yang berjalan di sekitar tempat itu, banyak juga penjual yang menyuguhkan cemilan khas berupa makaroni almond pahit di Publius Cutajar Parraccuan Confectionary. Mereka berdua menaiki Malta fun train dengan membayar beberapa euro mereka dapat di antar keliling tempat itu. Ketika memandangi pemadnangan sekitar, Ezra mengingat apa yang dikatakan Jeff saat makan siang tadi. Ezra berpikir ternyata kehidupan masing-masing orang sangat berbeda. Ia tidak pernah mengetahui ternyata kehidupan Jeff tidak semudah yang ia pikir. Ezra menduga jika sahabatnya itu baik-baik saja selama ini tetapi ia salah. Mereka hanya setengah jam di Mdina, Jeff dan Ezra melanjutkan perjalanan menuju Popaye Village. Jeff yang ingin ke sana karena sebelumnya ia juga tidak pernah ke tempat itu. Ketika sampai di sana, seketika mata Ezra menangkap begitu banyak warna.  Rumah di sana terlihat sangat berbeda dari Valetta.  Popaye Village itu terletak di tepi pantai dengan sebuah bangunan yang didominasi oleh kayu. Ternyata tempat wisata ini merupakan sebuah desa yang terletak di pulau Gozo. Ezra berpisah dengan Jeff, pria itu sedang mengantri sebuah minuman berwarna biru cerah. Ezra melangkah menuju tepi laut. Ia menyapu pemandangan di tempat itu, terlihat bangunan yang sangat cocok dengan nama tempatnya, desa Popaye. Ezra melihat banyak wisatawan yang berfoto, mengabadikan dalam sebuah gambar jika mereka pernah datang ke tempat ini Ia juga melakukan yang sama, tetapi Ezra hanya memotret tempat-tempat yang menurutnya pas untuk diabadikan. Mereka di tempat itu untuk waktu yang cukup lama, karena mereka Jeff memutuskan untuk melakukan snorkeling dan bermain beberapa permainan air. Sementara Ezra, mencicipi kuliner yang ada di tempat itu. Ternyata Popaye Village memiliki makanan khas dan juga wine yang mereka produksi sendiri.  Ketika matahari hampir tenggelam, Jeff menghampirinya, pria itu sudah mengganti pakaian. Mereka sama-sama menikmati makanan di tepi pantai, tepat di atas dek kapal. Ketika menjelang malam, mereka pergi dari tempat itu menuju resort. Hari ini, mereka sudah sangat puas berjalan-jalan di negara itu. Di tengah jalan, mereka memutuskan singgah di pom bensin untuk mengisi bahan bakar. Jeff yang kelelahan hanya bisa duduk di kursi penumpang, sedangkan Ezra yang menyetir, ia mengantri untuk mengisi bahan bakar. “Allahuakbar Allahuakbar.” Ezra tersentak di tempat duduknya, ia membuka jendela mobil agar bisa mendengar lebih jelas suara yang di dengarnya itu. Tiba-tiba hatinya berdesir, ia mencari sumber suara itu tetapi tidak kunjung menemukannya padahal suara yang ia dengar cukup keras. Ketika selesai melakukan transaksi, Ezra kembali fokus menyetir. Suara itu semakin hilang ketika ia semakin melajukan mobilnya. Sesampainya di resort, Ezra terus memikirkan suara apakah yang tadi ia dengar. Tetapi, ia bingung harus mencari apa di internet. Suara yang ia dengar tadi tidak pernah ia dengar sebelumnya dan tidak tahu harus mengetik apa untuk bisa menemukannya. Ezra masih terjaga sampai dini hari, suara itu masih berulang-ulang di kepalanya. Ia tiba-tiba mengingat pembicaraannya dengan Jeff tadi siang. Awalnya Ezra sangat emosi karena Jeff tiba-tiba menariknya saat ingin menolong orang.  Pria itu bertingkah tidak jelas dan menurutnya sangat kasar hingga ia mendengar alasan Jeff melakukan hal seperti itu. Mereka duduk berhadapan di dalam restoran, Ezra menatap Jeff dengan tatapan tajam. Sahabatnya itu sedang menatap meja dengan tatapan yang sama tajamnya, dengan kedua telapak tangan mengepal. Ezra melihat buku jari Jeff memutih karena mengepalkan tangannya terlalu kuat. “Mereka adalah teroris, Za! Wanita itu, wanita yang memakai penutup kepala itu adalah kelompok yang membunuh adikku.” Ucap Jeff dengan suara serak. Ezra membulatkan mata, “Bagaimana bisa kau tahu kalau mereka teroris? Perhatikan ucapanmu, Jeff! Ini negara orang!” “Aku tahu! Mereka menggunakan pakaian yang sama! Aku sangatingat, mereka berteriak entah mengucapkan apa. Lalu menembak orang dengan membabi buta!” terang Jeff berapi-api. Ezra hanya menyimak ucapan pria itu. “Kau ingat, pengeboman sepuluh tahun yang lalu di Bioskop terkenal di London?” tanya Jeff. Ezra mengangguk pelan, sangat meningat peristiwa itu, hari itu tiga bom di ledakkan di dalam bioskop hingga mengakibatkan korban berjatuhan. Ratusan orang meninggal akibat kejadian itu dan menjadi sejarah terkelam di London. “Di situlah, Adikku meninggal dibunuh oleh teroris. Orang yang berpakaian sama dengan wanita tadi.” Jeff tersenyum sinis. “Saat itu aku sedang merayakan kelulusan adikku dengan mengajaknya pergi ke bioskop. Tetapi, itulah kali terakhir aku bisa melihatnya. Saat kami selesai menonton film,  tiba-tiba saja seorang wanita berpakaian hitam, berteriak aneh, ia tiba-tiba merobek bajunya. Adikku berada paling dekat dengan wanita itu karena sedang membeli makanan terlempar saat bom meledak, tubuhnya terlempar sejauh sepuluh meter dan meninggal seketika.” Jeff mengusap wajahnya kasar, wajahnya memerah. “Mereka orang muslim sialan!” maki Jeff kasar. Ezra menghela napas pelan lalu melihat sekeliling mereka. Beruntung restoran itu dalam keadaan sepi walaupun ada pelanggan yang makan tidak jauh dari posisi mereka duduk tetapi Ezra lega ketika mereka asyik menyantap makanan dan tidak mendengar ucapan Jeff. “Orang muslim?” tanya Ezra. Jeff mendengkus, “Iya, mereka adalah orang muslim, sebenarnya ada sebutan lain juga, orang islam. Terserah kaulah menyebutnya apa. Lagipula mereka tetap teroris dan agama mereka mengajarkan tentang memaksa orang lain untuk masuk ke agama mereka, menganggap semua orang yang tidak menganut agama mereka pantas dibunuh.” Ezra menggeliat tidak nyaman di tempat duduknya, ia merasa sahabatnya ini sudah mengatakan sesuatu yang sudah keterlaluan. Tetapi, ia tidak berniat mnegatakan apapun karena tidak ingin membuat Jeff tersinggung. Ketika pesanan mereka datang, Ezra lega Jeff tidak lagi mengunggkitnya bahkan sampai ketika mereka pulang ke resort. Ezra merasa ia baru saja mengingat beban berat ketika mengingat cerita Jeff barusan, ia memandang langit dari balkon lantai dua. …. Ezra sedang berada di bandara. Ia menggiring kopernya sepanjang bandara. Sehari sebelumnya, Ezra sudah mengantar Jeff ke bandara untuk kembali ke London. Tujuan Ezra kali ini adalah Korea Selatan. Sebelumnya Ezra sudah menyewa apartemen di negara itu. Ia akan tinggal di sana lebih lama dari negara lain yang hanya beberapa minggu ataupun satu bulan. Butuh waktu belasan jam hingga Ezra tiba di Seoul, ibu kota Korea Selatan. Ezra sampai saat pukul 2 pagi. Ia langsung saja memberhentikan taxi lalu memberi tahu alamat apartemen yang telah ia sewa sebelumnya. Ezra berjalan gontai ketika sampai di depan gedung apartemen. Ia segera mencari lift untuk naik mencari apartemen yang ia sewa. Ezra berlari ketika melihat lift segera tertutup. Ia menghela napas lega ketika seorang gadis menahan lift dan membiarkan masuk. “Thanks.” Ucap Ezra. Gadis itu hanya tersenyum dan mengangguk. Ezra memperhatikan gadis itu, ia memakai celana kain dipadukan dengan kemeja senada serta blazer berwarna merah. Ezra mengalihkan tatapannya ke arah pintu lift. Ia tidak ingin menimbulkan kesan mencurigakan bagi seseorang yang kemungkinan akan menjadi tetangganya selama ia tinggal di negara ginseng ini. Lift berhenti di lantai empat. Ezra melihat ponselnya, alamat apartemennya juga tepat berada di lantai empat. Ia ikut keluar sebelum pintu lift kembali tertutup, ia tinggal mencari nomor apartemennya. Setelah mengikuti urutan nomor yang ada di dinding, Ezra akhirnya berhasil menemukan apartemennya. Apartemen itu berada tepat berhadarapan dengan  dengan gadis yang bersamanya saat di dalam lift. Ezra menunduk sopan ketika gadis itu balas menatapnya lalu masuk ke dalam apartemennya tanpa membalas sapaannya. Ezra hanya terkekeh pelan, sikapnya bisa membingungkan gadis yang telah resmi menjadi tetangganya itu. Ezra hanya beristirahat sebentar menunggu hingga matahari meninggi lalu memutuskan untuk keluar untuk melihat sekeliling tempat tinggalnya. Ia memakai celana serta baju kaos berwarna abu-abu. Apartemen yang ia sewa berada di Yongsan-Gu, Seoul, dengan fasilitas premium serta kawasan bebas rokok membuatnya memilih apartemen itu.  Ezra berjalan-jalan di taman, lalu tertarik mencicipi street food yang beberapa pedagang kaki lima dipinggir jalan. “Wah!” Ezra berseru pelan ketika mencicipi kuah eomuk, ia merasa tubuhnya menghangat karena menyeruput kuah itu. Ezra merasakan lidahnya dimanjakan saat menggigit eomuk yang terasa lembut dan gurih di lidah. “Thank you, Mam.” Ucap Ezra kepada wanita paruh baya yang memberikannya uang kembalian. Ezra membawa beberapa porsi eomuk untuk di bawa pulang. Itu akan menjadi salah satu makanan favoritnya mulai sekarang. Setelah membersihkan diri, Ezra keluar untuk mencari taxi. Kali ini ia akan ke showroom mobil lalu pergi ke bank untuk menukar uangnya dari dollar ke won. Setelah membeli sebuah mobil SUV, Ezra melajukan mobil mencari bank. Setelah mengambil nomor antrian, ia segera duduk mengantri di dalam bank. Untuk menukar uang, Ezra sudah membawa paspor dan beberapa alat identitas lain yang mungkin diperlukan untuk menukar uang. Setelah menunggu selama setengah jam, Ezra akhirnya memutuskan untuk membuat rekening baru atas rekomendasi costumer service yang mengatakan akan lebih mudah jika ia memiliki rekening dibanding menukar uang terus menerus.  Setelah semua urusannya selesai,  Ezra menuju supermarket untuk berbelanja kebutuhan dapur. Ia membawa troli besar untuk mengambil kebutuhan sehari-hari. Ezra mengambil sekarung beras, daging, sayuran, beberapa kotak sereal, buah-buahan, bumbu dapur, serta masih banyak lagi. Hingga Ezra harus menambah satu troli untuk menampung semua belanjaannya. Ezra cukup percaya diri berjalan sembar mendorong dua troli, ia dilirik oleh banyak orang yang juga sedang berbelanja di tempat itu. Ketika ia mendorong troli ke kasir, salah satu karyawan supermarket dengan sukarela membantunya. Ketika itu ia mengingat belum mengabari kedua orangtuanya jika ia sudah berada di Seoul. Ezra mengambil ponsel dari saku celanya lalu menghubungi Ibunya. “Hai, Mom.” Sapa Ezra. Ezra juga sudah mengganti kartu ponselnya agar bisa mengakses apapun dengan mudah. Ia sangat takjub ketika mengetahui jaringa internet di negara itu sangat cepat.   “Iya, Za. Sekarang sudah dimana? Masih di Malta?” tanya Elina. Ezra mendorong teroli sembari berbicara dengan Ibunya. “Aku sudah di Seoul, Ma. Aku sampai tadi pagi, sekarang aku sedang berbelanja bahan dapur.” Ketika sampai di kasir, Ezra membantu untuk menurunkan belanjaannya agar mudah di hitung. “Benarkah? Orang-orang pasti kaget melihatmu berbelanja disana dan memborong banyak belanjaan.” Elina terkekeh pelan. Ezra hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Sir, are you newly wed? or honeymoon?” tanya seorang wanita paruh baya yang mengantri di belakang Ezra. Elina tertawa mendengar pertanyaan wanita paruh baya itu, sementara Ezra hanya menggeleng pelan. Sembari mengatakan tidak, ia menjelaskan jika ia ada pekerjaan di negara ini dan baru saja tiba hari ini. “Nah,  apa Mama bilang! Mereka sangat penasaran sampai menebak-nebak apa yang kaulakukan di negara itu.” Ucap Elina ketika tawanya reda. Ezra memperhatikan kasir yang sedangmenghitung belanjaannya. “Totalnya 1000 dollar (sekitar 13 juta rupiah), sir.” Ucap kasir itu setelah mengubah won dalan kurs hari ini. Ia melakukan itu karena melihat Ezra bukan orang korea dan berbicara dengan Bahasa inggris. Total harga itu membuat kaget beberapa orang yang sedang mengantri di belakang Ezra, mereka lalu melihat belanjaan Ezra sebanyak dua troli.  Ezra mengeluarkan kartu debit yang baru saja dibuatnya tadi siang. Kasir itu terssenyum lalu mengambil kartu debit Ezra dan melakukan transasksi p********n. Setelah melakukan transaksi, Ezra yang lagi-lagi di bantu oleh salah satu karyawan hanya bisa berterimakasih. “Maff, Sir. Saya tidak menerima tip.” Ucap karyawan itu lalu meninggalkan Ezra di tempat parkir. Ezra kaget, ia kembali memasukkan dua lembar uang kertas berwarna berwarna merah. Ia menutup bagasi mobilnya lalu mengembalikan troli yang berada di sudut parkiran. “Ma.” Panggil Ezra. “Yes, Za. Mama masih disini.” Ucap Elina pelan. “Lain kalu, jangan kasih tip ke orang yang sedang bekerja, Za. Terkadang mereka membantu bukan karena ingin tip atau mencari uang lebih dari para pelanggan tetapi mereka memiliki dedikasi yang tinggi saat bekerja, perbuatan baik mereka murni karena ingin membantu.” Nasehat Elina. Ezra memasang ponselnya di dashboard mobil, mengatur agar suara Ibunya keluar dari loudspeaker mobil. “Iya, Ma. Erza salah, seharusnya tidak menduga karyawan itu akan meminta tip karena telah membantuku.” Jawab Ezra sembari mengemudikan mobil. “Benar. Hati-hati menyetir, Za. Mama mau lanjut masak, bye.” Seketika ponsel Ezra menyala, menampilkan layar utama ketika Mamanya memutuskan sambungan. Ezra kembali fokus menyetir, matahari sudah tenggelam ketika Ezra sampai di tempat parkir. Ia membuka bagasi mobil lalu mengeluarkan barang belanjaannya. Butuh dua kali perjalanan agar ia bisa meletakkan barang belanjaannya di depan lift. Ezra menghapus keringatnya dengan lengan baju, ia menunggu lift tiba di lantai tempat apartemennya berada. Ezra menaruh sebagian belanjaannya di depan lift, sebagian lagi ia angkat untuk ia masukkan ke dalam apartemen. Ketika ingin mengambil barangnya untuk kedua kalinya, ia berpapasan dengan seorang gadis yang terlihat familiar baginya. Ezra menoleh kebelakang tetapi hanya bisa melihat punggung gadis itu serta rambutnya yang bergelombang. Ia mengangkat bahu tak acuh lalu mengambil barang belanjaannya lalu memencet sandi apartemen. “Aisyah! Aisyah! Hei, tunggu aku!” Ezra seperti mengenali nama itu, tetapi ia lupa kapan pernah mendengarnya. Ezra yang akan menutup pintu apartemen kemudian membuka pintu itu kembali karena penasaran. “Aisyah!” Ezra hanya mendengar suara teredam karena pintu apartemen yang berada tepat di sampingnya baru saja tertutup. Ezra kemudian mengerutkan kening, merasa jika ia memang pernah mendengar ataupun membaca nama itu, tapi ia sama sekali tidak bisa mengingatnya. Ezra menggelengkan kepala pelan, mengalihkan perhatian ke bahan-bahan dapur yang ia beli. Ezra melupakan kejadian barusan dan mencoba merapikan dapur serta memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas dan lemari.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD