Suara itu membuat Anindira tak bergeming. Sambil mengembus napas penuh ketegangan, rasa takut itu mulai merayap ke punggung dan seluruh tubuhnya. Ia berdoa dan berpasrah diri. Semoga saja suara itu hanya halusinasinya semata. “Anindira.” Pemilik suara itu memanggil lengkap namanya, membuat Anindira ingin mengubur dalam-dalam dirinya. Ketegangan Anindira semakin menjadi-jadi saat jemari si pemilik suara menyentuh pipinya dan sosoknya yang tinggi atletis kini tengah berlutut di hadapan Anindira. "Rai...,” ucap Anindira lirih. Anindira ingin sekali berlari menjauh tapi tubuhnya sudah tak mampu lagi untuk bergerak. Ia sudah terlalu letih. Fisik dan psikisnya sudah sangat tersiksa. Perempuan itu memeluk Olivia erat sementara air matanya tak berhenti mengalir. Sebersit rasa was-was mulai